Aug 19th 2023, 10:46, by Iqbal Mochtar, Iqbal Mochtar
Pernah dengar istilah masking effect? Kalau dalam konteks makanan, ini adalah fenomena di mana rempah tidak enak dalam makanan dapat tersembunyi atau teredam oleh rempah lain yang enak.
Rempah daun salam atau ketumbar yang pahit pada nasi Biryani dapat ditutup dengan penambahan yogurt atau krim asam, maka jadilah nasi Biryani enak.
Istilah lainnya flavor balancing. Berbagai bahan pahit dan asing digabung dan diseimbangkan dengan bahan lain hingga rasa pahit dan asin tidak mendominasi.
UU Kesehatan menggunakan aura masking effect atau flavour balancing. Ada pasal-pasal manis dan penggembira yang membuat sejumlah orang akan berteriak: "Waw, UU Kesehatan ini keren!"
Coba tengok pasal STR seumur hidup atau hilangnya rekomendasi organisasi profesi. Bagi banyak individu, ini kan ingredient enak. Banyak dokter setuju pasal ini karena meminimalkan keribetan. Naluri manusia tidak mau ribet.
Seandainya UU ini membolehkan dokter bisa praktik tanpa STR dan SIP, maka akan banyak orang teriak lebih keras lagi: "Waw, this UU is awesome!"
Pasal pemanis lain adalah pencegahan perundungan. Orang tentu setuju pasal ini karena menyangkut hak asasi manusia. Hanya orang kurang waras yang tidak setuju pemberantasan perundungan.
Ketiga isu ini, STR seumur hidup, hilangnya rekomendasi OP dan pencegahan perundungan, adalah contoh ingredient pemanis UU Kesehatan. Kerennya, ia langsung menyentuh kepentingan individu. Menguntungkan dokter secara individu.
UU Kesehatan berhasil menyentuh kepuasan individual dokter. Makanya banyak dokter yang teriak: "Aku setuju UU ini."
Sayangnya, di balik UU Kesehatan ini banyak ingredient yang tidak bercita rasa lezat.
Hilangnya mandatory spending tentu merupakan ingredient pahit. Proyek genom yang dapat melibatkan pihak swasta dan datanya bisa ditransfer keluar negeri tentu merupakan cita rasa sangat asin.
Isu aborsi yang menyalahi kaidah dasar tentu terasa pedas. Kemudahan dokter asing bekerja di Indonesia meski tidak bisa berbahasa Indonesia tentu terasa sangat asin.
Upaya produksi dokter berlebihan juga merupakan ingredient kontroversial. Belum lagi bicara tentang pemarakan pengobatan tradisional, restrukturisasi BPJS, perubahan model pendidikan spesialis dan sebagainya.
Banyak rempah sangat tidak enak dalam UU ini. Sayangnya, semua rempah tidak enak ini lebih terkait dengan urusan publik, bukan individu. Akhirnya, banyak tidak peduli dengan ingredient ini.
Ngapain individu dokter mau peduli dengan mandatory spending, genom, atau perubahan model pendidikan spesialis? That is not my bussiness. Bisnis saya adalah yang terkait langsung dengan saya."
Artinya, banyak orang care dengan isu individunya tetapi tidak mau care dengan isu publik. "Yang penting saya beruntung pada isu individu, I don't care dengan isu publik."
UU Kesehatan ini mengandung sejumlah rempah pemanis yang membuatnya terasa sweeters meskipun banyak rempah lainnya yang amat pahit dan tidak enak. Tapi siapa yang mau care dengan ini?
Banyak manusia memilih sikap pragmatis; ketika ada hal yang menguntungkan secara individu, mereka menutup mata dan telinga terhadap masalah publik.
Mereka bilang: "Sepanjang masalah individu saya terpuaskan oleh UU ini, ngapaian sibuk memikirkan masalah mandatory spending atau genom? Itu masalah orang banyak dan saya tidak perlu kasak-kusuk di situ."
Itu hebatnya UU Kesehatan ini. Ia diramu menggunakan ingredient yang enak-enak pada isu-isu individu meski pada saat yang sama banyak mengandung ingredient pahit dan asin pada isu-isu masyarakat.
Akhirnya, bagi kaum pragmatis, UU ini menjadi sangat keren dan menyenangkan. Sangat awesome. Ia memberi pleasure kepada isu individual yang membuat orang merasa sangat diuntungkan. Meski, di sisi lain tersimpan displeasure pada isu masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar