Jun 17th 2023, 19:12, by Angga Sukmawijaya, kumparanBISNIS
Menteri BUMN Erick Thohir menilai sektor pariwisata di Nusa Dua Bali saat ini yang maju tidak lepas dari pembangunan yang dilakukan oleh Presiden Indonesia ke-2 Soeharto.
Hal tersebut disampaikan Erick dalam konteks pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tidak akan rampung hanya dalam waktu singkat, perlu dibangun berkesinambungan dari tahun ke tahun.
"Ingat loh, tidak akan ada Bali seperti sekarang kalau di tahun 80-an Pak Soeharto tidak membangun Nusa Dua. (KEK) Mandalika itu proyek juga sudah berapa presiden. Artinya apa? Jangan kita bicara tidak berkelanjutan, hanya lihat hari ini," kata Erick saat ditemui di Lippo Mall Jakarta, Sabtu (17/6).
KEK Mandalika, kata Erick, sudah dibangun mulai dari Presiden sebelum Jokowi. Pembangunannya pun bertahap, mulai dari bandara, jalan besar, hingga pembangunan jalan yang dilanjutkan Presiden Jokowi.
Pembangunan infrastruktur menurut Erick adalah sebuah investasi jangka panjang. Sehingga tidak bijak, katanya, bila memandang BUMN yang mengerjakan proyek infrastruktur disebut rugi dan jadi beban negara. Padahal menurutnya proyek seperti itu menimbulkan multiplier efek pada perekonomian masyarakat lokal.
"Kalau infrastruktur butuh 8 tahun. Ini kadang yang dipersepsikan 'oh BUMN utang, Mandalika pemborosan. Itu persepsi masyarakat tertentu, tapi di sekitarnya belum tentu sama," kata dia.
Kawasan The Nusa Dua Bali dikelola oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero)/Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN pengembang dan pengelola kawasan pariwisata di Indonesia.
Destinasi wisata itu makin diminati pelancong. Terlihat dari occupancy rate atau tingkat hunian rata-rata Kawasan The Nusa Dua Bali yang mencapai 64,61 persen dalam sebulan atau per Januari 2023. Pertumbuhan sebesar kurang lebih 200 persen dibandingkan tingkat hunian rata-rata pada periode Januari 2022 yang hanya sebesar 20,15 persen.
Angka ini juga menunjukkan terjaganya okupansi kawasan di atas 60 persen selama 7 bulan berturut-turut sejak Juli 2022. Sementara Daerah Tujuan Wisata (DTW) Water Blow, Peninsula The Nusa Dua, juga mencatatkan kunjungan mencapai 4.887 orang selama Januari 2023 meningkat 77 persen dibanding kunjungan periode Januari 2022 sebanyak 2.765 orang.
Pembangunan Soeharto di Tanah Dewata
Dikutip dari Indonesia.go.id, Sejarawan Universitas Udayana I Gede Agus Febriawan mencatat jauh sebelum industri pariwisata berkembang dan terbangun kawasan The Nusa Dua seperti sekarang, lokasi tersebut adalah lahan kurang produktif. Masyarakat dari tiga desa di sekitar situ, yakni Kampial, Peminge, dan Bualu memanfaatkan pantai dan kebun sebagai sumber penghasilan mereka.
Pemerintahan Soeharto ketika itu memutuskan untuk memanfaatkan kawasan lahan kering dan tidak produktif yang memiliki keindahan panorama alam pantai indah berpasir putih sebagai kawasan pariwisata budaya papan atas.
Semua itu terjadi pada 1969 saat Pemerintah Indonesia dan Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memulai penyusunan rencana awal pengembangan pariwisata terintegrasi di Bali.
Sebuah perusahaan konsultan milik Pemerintah Prancis bernama Centrale Société pour I'Équipement Toristique Outre-Mer (SCETO) ditunjuk pada 1970 untuk melakukan penelitian dan menyusun rencana awal pengembangan pariwisata di Bali secara berkelanjutan.
Hasil studi SCETO itu menyebutkan, pariwisata yang dapat dikembangkan di kawasan tandus ini perlu menitikberatkan pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pada sisi lain SCETO meminta agar pemerintah turut melestarikan nilai-nilai budaya, struktur sosial masyarakat, dan lingkungan alam.
Selanjutnya Indonesia dan UNDP menunjuk Pacific Consultant International untuk menyusun cetak biru Kawasan Pariwisata Terpadu Nusa Dua yang belakangan dikenal sebagai The Nusa Dua. Mengutip website Kementerian Sekretaris Negara, untuk mewujudkan cetak biru itu, dibentuklah PT Pengembangan Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Corporation (BTDC) pada 1973 silam.
BTDC, yang menjadi cikal bakal PT Pengembangan Pariwisata Indonesia/Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) saat ini, bertugas menyiapkan lokasi pembangunan, cetak biru lebih terperinci, dan menciptakan infrastruktur berstandar dunia sehingga mampu menarik investor global berinvestasi ke Nusa Dua Resort, nama awal kawasan itu.
Pada Mei 1983, Nusa Dua Beach Hotel diresmikan Presiden RI ke-2 Soeharto dan menjadi hotel pertama di sana dengan kapasitas 450 kamar. Hotel tersebut kini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Sultan Hassanal Bolkiah lewat Brunei Investment Agency (BIA).
Selama hampir 50 tahun, ITDC telah mengembangkan The Nusa Dua, Bali, dari sebuah area yang sunyi dan tandus di Bali Selatan menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia terbaik di Indonesia dan dunia hingga sekarang.
Saat ini, ITDC dipercaya untuk mempercepat pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika atau The Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar