May 1st 2023, 19:23, by Amay Djibran, Amay Djibran
"Jawa adalah koentji."
Ya, itu adalah kalimat dari seorang tokoh komunis Indonesia pada masa lalu yang bernama D.N. Aidit yang pada saat itu melakukan strategi revolusi di bawah basis Gerakan komunis. Ia melakukan pemberontakan dengan strategi Pulau Jawa harus dikuasai terlebih dahulu. Mengamini kalimat itu bukan berarti mendukung Gerakannya. Rasanya kalimat itu menjadi realitas bagi saya sebagai anak dari Sulawesi lebih tepatnya di Gorontalo.
Melanjutkan pendidikan tinggi di tanah Jawa tepatnya di Malang menjadi pilihan bagi saya untuk membentuk konstruksi berpikir yang lebih baik. Sebagai perantau yang berada di Jawa tentunya saya sering membandingkan antara tanah kelahiran dengan daerah yang ada di Jawa. Hal itu sudah menjadi sebuah kehendak ketika perantau dari timur berlabuh di pulau Jawa dengan keindahan kota dan heterogen masyarakatnya yang sangat tinggi.
Kontradiksi yang ada membuat tanda tanya yang besar bagi saya, apa yang akan membuat Gorontalo menjadi daerah maju? Butuh berapa lama lagi masyarakat di Gorontalo sejahtera? Kapan Gorontalo akan keluar dari garis kemiskinan? Saya akan sedikit mengurai beberapa kausalitas atau kausalitas yang telah saya temui di Malang sebagai pembanding untuk Gorontalo.
Menarik memang jika membandingkan antara daerah rantau dengan tanah kelahiran. Bukan persoalan menganggap remeh Gorontalo sebagai daerah yang berkembang. Tapi ini soal bukti kecintaan saya terhadap daerah ini. Oleh karenanya tulisan ini bisa menjadi catatan kaki bagi pejabat ataupun birokrat di Gorontalo dalam membuat suatu inovasi atau perubahan untuk kemajuan daerah.
Lebih setahun sudah lamanya saya berada di Malang. Sebagai kota yang memiliki ciri khas sebagai Kota Pendidikan dan Pariwisata, Malang tak pernah terlepas dari persoalan-persoalan yang ada seperti di kota-kota lainnya. Namun karena etos kerja dan kedisiplinan birokrasi yang cukup tinggi maka berbagai persoalan pun bisa teratasi dengan baik.
Malang yang dari dulu sudah terkenal akan Pariwisatanya yang eksotis seakan sudah menjadi identitas Kota ini. Ditambah dengan berbagai perguruan tinggi yang mumpuni tak heran jika Malang menjadi tempat liburan dan meniti Pendidikan dari berbagai kalangan.
Kota yang terletak di daerah pegunungan, Kondisi cuaca yang sejuk dan cadangan oksigen yang melimpah di Kota Malang membuat rasio berpikir mahasiswa mampu melahirkan inovasi dan kreativitas tinggi. Eksotisme gunung Arjuno di utara dan gunung Kawi di bagian barat daya Kota Malang menambah kesejukan dan pemandangan yang indah untuk dinikmati apabila mahasiswa sedang menghadapi beban perkuliahan.
Menepi sejenak di Gorontalo, kondisi iklim yang panas bahkan pantauan BMKG pada bulan Maret 2022 mencatat bahwa Gorontalo menduduki peringkat 1 sebagai Kota Terpanas di Indonesia. Deforestasi yang terjadi setiap tahun membuat Kawasan hutan di Gorontalo makin menurun. Padahal, hutan yang memberi kesejukan dan cadangan oksigen bisa menjaga kestabilan iklim di Kawasan tersebut.
Kenaikan iklim ini juga berdampak pada kebutuhan masyarakat Gorontalo. Pendingin ruangan (AC) yang awalnya sebagai representasi identitas sosial, akibat dari kenaikan iklim menjadikan AC sebagai kebutuhan primer masyarakat Gorontalo. Sejatinya konsumsi pendingin udara yang berlebihan membuat kesehatan masyarakat menurun disebabkan sirkulasi udara yang kurang segar.
Sebagai kota yang memiliki sejarah panjang, identitas Malang masih terus dijaga hingga saat ini. Wisata alam di Malang yang menjadi value dan Kawasan pedestriannya yang ramah wisatawan memastikan status dan karakter kota Malang. Di sinilah posisi pemerintah dalam merencanakan pembangunan kota. Hendaknya pemerintah bisa memastikan karakter dan fungsionalnya dalam pembangunan.
Mindset seperti ini sebaiknya harus tertanam pada pejabat birokrat yang akan menata karakter dan identitas di suatu daerah. Tidak sekadar lumbung proyek yang menghidupi para saudara, kolega, bahkan keluarga. Jika hanya seperti itu, Kota hanya akan seperti barang tumpang tindih tanpa arah antara pertokoan, pemukiman, dan fasilitas umum saja.
Gorontalo di masa depan hanyalah Gorontalo yang kita lihat hari ini jika dasar dari pembangunan tidak memastikan karakter daerahnya. Pembangunan kota-kota di Jawa adalah bukti nyata atas perubahan ke arah lebih baik. Mobilisasi manusia, transportasi, dan barang bisa berjalan dengan baik dan kota pun akan tumbuh secara masif. Sadar atau tidak perkembangan Gorontalo sangat sukar jika tidak berawal dari Kota sendiri.
Pemerintah Kota yang terlalu naif untuk memberdayakan sumber daya yang ada di Gorontalo sebagai asset ke depannya. Banyak penghargaan yang diekspos tapi tak mampu melibas para pemangku kepentingan yang 'bermain nakal' atas setiap persoalan. Masyarakat Kota tak butuh konsumsi berita kesuksesan Kotanya, tapi mereka butuh menyaksikan realitas kota yang sebenarnya.
Banyak harapan yang masyarakat impikan dengan Kota Gorontalo. Sama halnya dengan kritikan dan persoalan. Demikian juga transparansi dan keberanian atas kekeliruan. Proyek yang molor hingga bertahun-tahun membuat masyarakat mati dalam penasaran atas apa yang sesungguhnya terjadi. Pemerintah seperti kehilangan arah dan tujuan mereka yang akhirnya hanya akan meninggalkan luka bagi masyarakat. Percayalah jika demikian hal ini akan terus terjadi, Kota Gorontalo akan ketinggalan jauh perkembangannya dibandingkan kota-kota lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar