Search This Blog

Birrul Walidain: Pandangan Ulama tentang Bakti dan Kasih Sayang kepada Orang Tua

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Birrul Walidain: Pandangan Ulama tentang Bakti dan Kasih Sayang kepada Orang Tua
Dec 9th 2025, 12:00 by Intan ayu Lestari

ililustrasi ini di buat oleh penulis dengan ai
ililustrasi ini di buat oleh penulis dengan ai

Dalam beberapa tahun terakhir, percakapan publik tentang peran keluarga di tengah tekanan sosial-ekonomi makin sering muncul. Di Indonesia, masalah seperti meningkatnya angka lansia yang hidup sendiri, menurunnya interaksi emosional anak–orang tua akibat digitalisasi, sampai beban ekonomi keluarga urban menjadi topik aktual yang belum banyak disorot media arus utama, termasuk Kumparan. Fenomena ini diperkuat data BPS (2023) yang mencatat bahwa lebih dari 10% lansia tinggal tanpa pendamping keluarga, khususnya di kota-kota besar. Kondisi ini memperlihatkan perubahan pola relasi keluarga yang berdampak langsung pada praktik birrul walidain atau kewajiban berbakti kepada orang tua.

Dalam kajian Islam, birrul walidain bukan sekadar etika keluarga, tapi prinsip fundamental yang dibahas detail oleh ulama sejak era klasik. Penelitian Ahmad Syafi'i (2021) dari UIN Sunan Kalijaga menunjukkan bahwa konsep bakti kepada orang tua dalam fikih bersifat multidimensi: fisik, finansial, emosional, dan moral. Ia menyebut, "Ketaatan pada orang tua adalah perpanjangan dari ketaatan kepada Allah selama tidak mengandung kemaksiatan."¹

Masalah kontemporer seperti anak yang merantau, pergeseran nilai individualisme, dan tekanan ekonomi masuk sebagai faktor yang membuat praktik birrul walidain perlu dikaji ulang. Di titik inilah relevansi pandangan ulama menjadi signifikan, terutama untuk menjembatani tradisi dan realitas modern.

Kerangka Fikih: Bakti Bukan Pilihan, tapi Kewajiban

Dalam fikih, kewajiban berbakti kepada orang tua disepakati seluruh mazhab. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan bahwa perintah berbuat baik kepada orang tua ditempatkan langsung setelah perintah beribadah kepada Allah. Imam Al-Qurthubi menambahkan, pengurutan ini menunjukkan betapa besar kedudukan bakti tersebut.

Mazhab Syafi'i—yang dominan di Indonesia—mengategorikan birrul walidain sebagai kewajiban yang tidak gugur sepanjang orang tua masih hidup. Ulama Syafi'iyah menekankan bahwa kebutuhan dasar orang tua, termasuk finansial, menjadi tanggung jawab anak jika orang tua tidak mampu. Penelitian Nasaruddin Umar (2019) menunjukkan bahwa konsep nafkah dalam keluarga Islam bersifat timbal balik, bukan hanya dari orang tua ke anak.²

Dimensi Emosional: Yang Sering Diabaikan

Salah satu problem yang banyak muncul hari ini adalah hubungan emosional yang renggang antara anak dan orang tua. Studi oleh Pratiwi (2022) tentang dinamika hubungan digital menyebutkan bahwa penggunaan perangkat digital di rumah mengurangi waktu interaksi berkualitas antara keluarga.³ Dalam fikih, aspek emosional termasuk ihsan—berbuat baik dengan tutur lembut, tidak membentak, dan memberikan rasa aman.

Ulama kontemporer seperti Prof. Quraish Shihab menegaskan bahwa birrul walidain bukan hanya kerja fisik. Ia menyebutkan, "Kadang orang tua tidak membutuhkan hartamu, tapi keberadaanmu." Pernyataan ini menyoroti bentuk bakti yang bersifat nonmateri: mendengar, menemani, dan memperhatikan kesehatan mental orang tua.

Bakti di Era Modern: Merawat Orang Tua Tidak Harus Tinggal Serumah

Modernisasi membuat banyak anak merantau untuk bekerja atau belajar. Ini memunculkan pertanyaan: apakah bakti masih sah jika tidak tinggal bersama? Ulama seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan ruang fleksibilitas bahwa bakti dapat dilakukan dengan berbagai cara selama tidak mengabaikan kebutuhan orang tua. Hal ini senada dengan temuan penelitian Alim dan Darmawan (2020) yang menyebutkan bahwa bentuk perawatan lansia di Indonesia sudah mulai bergeser ke model dukungan jarak jauh, seperti kontrol medis rutin dan bantuan finansial terjadwal.⁴

Dengan kemajuan teknologi komunikasi, anak dapat menjaga hubungan emosional secara konsisten. Namun, para ulama tetap menekankan bahwa ketika orang tua membutuhkan pendampingan fisik, anak wajib hadir langsung atau memastikan layanan perawatan yang layak.

Tantangan Sosial: Ketika Beban Ekonomi Mempersempit Ruang Bakti

Faktor ekonomi jadi tantangan nyata. Banyak keluarga kelas menengah kota harus bekerja penuh waktu sehingga waktu untuk merawat lansia semakin terbatas. Di sisi lain, biaya perawatan kesehatan meningkat. Fikih klasik sebenarnya sudah menyiapkan kerangka untuk kondisi ini. Ulama Hanafi, misalnya, menekankan al-wus'u—kemampuan finansial sebagai batas kewajiban. Artinya, anak dituntut membantu sesuai kemampuan, bukan memaksakan diri.

Di Indonesia, tren penyediaan jasa perawatan lansia mulai berkembang. Ini memicu perdebatan: apakah menitipkan orang tua pada lembaga perawatan bertentangan dengan birrul walidain? Mayoritas ulama kontemporer memandang hal tersebut boleh selama tiga syarat terpenuhi: orang tua nyaman, tidak disia-siakan, dan anak tetap hadir mengawasi. Pasalnya, substansi birrul walidain bukanlah soal tempat tinggal, tetapi pemenuhan hak kasih sayang, perawatan, dan keamanan.

Birrul walidain bukan ajaran klasik yang terputus dari realitas hari ini. Justru, ia menjadi pedoman etis ketika masyarakat mengalami perubahan sosial cepat. Ulama, dari klasik hingga kontemporer, sepakat bahwa bakti adalah kewajiban sepanjang hidup orang tua dan memiliki dimensi yang luas: materi, emosional, moral, dan kehadiran.

Di tengah tantangan urban, individualisme, dan tuntutan ekonomi, konsep birrul walidain perlu dibaca dengan pendekatan fikih yang fleksibel namun tetap berakar pada prinsip utama: memuliakan, merawat, dan menjaga martabat orang tua. Media seperti Kumparan dapat berperan memperluas diskusi ini, karena isu keluarga dan perawatan lansia bukan sekadar urusan rumah tangga—tetapi fondasi moral masyarakat.

Media files:
01kbj7kt8p4xzkb36e4p926efw.jpg image/jpeg,
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar