Mantan Menpora, Roy Suryo, dan Ahli Digital Forensik, Rismon Hasiholan Sianipar, saat tiba di Polda Metro Jaya pada Kamis (13/11/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Mantan Menpora Roy Suryo, Ahli Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar, dan Dokter Tifauziah Tyassuma memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu yang dilaporkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Sebelum masuk Gedung Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Roy mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah memberi dukungan selama proses pemeriksaan dan dalam menegakkan kebenaran.
Dia menegaskan, dirinya hadir bukan untuk mewakili pribadi tapi mewakili semua masyarakat Indonesia yang masih menginginkan perubahan.
"Mengucapkan terima kasih dulu atas kebersamaannya," kata dia kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (13/11).
"Kenapa saya harus mengucapkan terima kasih karena kami hadir bukan mewakili pribadi, saya bukan mewakili saya sendiri Dokter Rismon tidak mewakili Dokter Rismon sendiri, Dokter Tifa juga tidak, kami mewakili seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan atas negeri ini," tutur dia.
Mantan Menpora, Roy Suryo, dan Ahli Digital Forensik, Rismon Hasiholan Sianipar, saat tiba di Polda Metro Jaya pada Kamis (13/11/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Sebelum ditetapkan jadi tersangka, Roy mengaku sudah mengetahui bakal jadi korban kriminalisasi dalam kasus itu. Meski begitu, dia tak gentar dan meyakini kebenaran akan berhasil ditegakkan.
"Insyaallah dengan doa dari teman-teman semua, dengan memohon rida kepada Allah SWT, ayo kita tegakkan kebenaran di negeri ini," ucap dia.
Rismon Siap Gugat ke Pengadilan Jika Polisi Keliru
Mantan Menpora, Roy Suryo, dan Ahli Digital Forensik, Rismon Hasiholan Sianipar, saat tiba di Polda Metro Jaya pada Kamis (13/11/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Di lokasi yang sama, Rismon juga mengaku siap untuk dimintai keterangan oleh polisi sebagai tersangka. Dia menilai polisi harus dapat membuktikan tuduhan adanya rekayasa atas ijazah Jokowi yang telah dilakukannya. Jika nantinya tak dapat dibuktikan, dia mengaku bakal menuntut balik polisi ke pengadilan.
"Kalau itu tidak terbukti nanti saya berencana untuk menuntut kepolisian sebesar Rp 126 triliun satu tahun anggaran kepolisian," kata dia.
Sebagai peneliti, Rismon mengaku semua hal yang telah dilakukannya berbasis ilmiah. Menurut dia, memproses citra digital bukan berarti merekayasa atau mengedit. Maka dari itu, dinilai keliru apabila polisi menetapkan dirinya sebagai tersangka atas tuduhan melakukan rekayasa.
"Jadi jangan sampai tuduhan itu adalah tuduhan tanpa basis ilmiah, apa yang kami lakukan ada itu namanya ilmunya digital image processing, jangan sampai ilmu tersebut jadi ilmu terlarang," kata dia.
Bukti Ijazah Asli Jokowi Tak Pernah Diperlihatkan
Kuasa Hukum Tersangka, Ahmad Khozinudin, menilai 700 alat bukti dan 130 saksi yang telah diperiksa oleh polisi dirasa percuma dan tak dapat menguatkan bukti perbuatan jahat yang dilakukan oleh kliennya. Menurut dia, satu-satunya bukti kuat yang mestinya diperlihatkan adalah ijazah asli Jokowi.
Selain itu, Ahmad menyayangkan tindakan polisi yang tak mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam memproses hukum kliennya. Hal itu dibuktikan dari pemanggilan terhadap kliennya yang langsung menyebut nama secara gamblang tanpa inisial.
"Yang kita tunggu sebenarnya hanya cukup satu bukti yakni selembar ijazah dari Saudara Joko Widodo yang tidak pernah kunjung dihadirkan," kata dia.
Maka dari itu, Ahmad menilai penetapan tersangka atas kliennya bersifat prematur. Padahal, dalam kasus yang lain, ada tersangka yang mestinya sudah diperiksa dan ditahan tapi hingga sekarang perkembangan kasusnya tak kunjung ada kejelasan. Dia menyebut nama Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dan Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina.
"Kami kuat dugaannya ini bukanlah proses hukum murni tapi ada proses yang melibatkan tangan-tangan kekuasaan," ucap dia.
"Harusnya segera ditahan adalah Firli Bahuri yang sudah dua tahun lebih sudah tersangka tetapi Polda Metro Jaya tidak melakukan tindakan apapun," kata dia.
Polda Metro Jaya menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus itu. Kedelapan tersangka itu dibagi ke dalam dua klaster. Klaster yang pertama dijerat dengan Pasal 310 dan atau Pasal 311 dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE. Berikut daftar tersangka klaster pertama:
1. Eggi Sudjana.
2. Kurnia Tri Rohyani.
3. Muhammad Rizal Fadhillah.
4. Rustam Effendi.
5. Damai Hari Lubis.
Sementara, klaster kedua dijerat dengan Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 Ayat 1 dan atau Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat 1 dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE. Berikut daftar klaster kedua:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar