Petugas polisi anti huru hara Tanzania berjalan melewati poster kampanye Presiden Samia Suluhu Hassan yang dirusak saat protes sehari setelah pemilu di perbatasan Namanga One-Post, Kenya, Kamis (30/10/2025). Foto: Thomas Mukoya/REUTERS
Kemenangan Presiden petahana Tanzania Samia Suluhu Hassan melawan kotak kosong pada pemilu berujung pertumpahan darah di negara Afrika tersebut.
Laporan komisi pemilu setempat Hassan memperoleh suara 97.66 persen dengan klaim tingkat pemilih mencapai 87 persen.
Dikutip dari AFP, Senin (3/11), klaim komisi pemilihan umum itu dibantah oleh laporan jurnalis dan pemantau setempat. Mereka menyebut tempat pemungutan suara sebagian besar kosong.
Pemilu lawan kotak kosong ini memicu demonstrasi besar. Partai oposisi utama, Chadema, menyebut jumlah korban tewas mencapai sekitar 800 orang. Chadema menduga mereka tewas dibunuh pasukan keamanan.
Sumber aparat keamanan dan seorang diplomat di Dar es Salaam membenarkan jumlah korban tewas mencapai ratusan. Namun, jumlah pastinya sulit diverifikasi karena jaringan internet di Tanzania masih mati.
Demonstran bereaksi setelah polisi anti huru hara Tanzania melemparkan tabung gas air mata untuk membubarkan protes sehari setelah pemilu di perbatasan Namanga One-Post, Kenya, Kamis (30/10/2025). Foto: Thomas Mukoya/REUTERS
"Hasil pemilu ini merupakan ejekan terhadap proses demokrasi," kata juru bicara Chadema, John Kitoka.
Dia juga meminta agar segera dilakukan pemilihan ulang.
"Kami akan mengumumkan sikap kami yang juga mencakup seruan untuk unjuk rasa nasional," lanjutnya.
Sementara itu, sekretaris Konferensi Waligereja Katolik di Dar es Salaam, Pastor Charles Kitima, mengatakan Tanzania telah menjadi rezim totaliter.
"Ini adalah peristiwa yang menyedihkan. Untuk pertama kalinya di negara kita, kita menyaksikan pembunuhan massal terhadap masyarakat yang berunjuk rasa," kata Kitima.
Presiden petahana Tanzania Kecam Demonstrasi
Presiden Tanzania Samia Suluhu Hassan. Foto: Brendan Smialowski/AFP
"Pemerintah mengutuk keras dan mengecam insiden tersebut," kata Hassan dalam pernyataan di televisi nasional.
"Dalam hal keamanan nasional, tidak ada alternatif selain menggunakan semua langkah pertahanan," lanjutnya.
Hassan menjadi presiden menggantikan pendahulunya, John Magufuli, yang meninggal secara tiba-tiba pada 2021 lalu. Demi memuluskan kemenangannya di pemilu tahun, dia melarang oposisi ikut dalam pemilu dan menjebloskan para pemimpin oposisi ke penjara atas tuduhan pengkhianatan.
Meski dijaga ketat, hari pemungutan suara diwarnai kekacauan karena massa turun ke jalan, merobek poster Hassan, menyerang polisi dan tempat pemungutan suara. Pemerintah akhirnya memberlakukan jam malam dan memutus internet.
Terlepas dari itu, pemerintahan Hassan membantah menggunakan kekuatan berlebihan saat mengamankan massa.
Militer Tanzania Sebut Demonstran Penjahat
Demonstran membawa jenazah seorang pria yang tewas dalam protes pemilihan umum di titik perlintasan Perbatasan Namanga One-Post antara Kenya dan dan Tanzania, Kamis (30/10/2025). Foto: Thomas Mukoya/REUTERS
Kemarahan masyarakat ditujukan kepada putra Hassan, Abdul Halim Hafidh Ameir. Dia dituduh mengawasi tindakan keras terhadap massa.
Muncul juga laporan bahwa militer berpihak kepada masyarakat di berbagai tempat. Namun, Kepala Angkatan Bersenjata Jacob Mkunda menegaskan pasukannya berada di pihak Hassan dan menyebut demonstran sebagai penjahat.
Menlu Tanzania Mahmoud Thabit Kombo mengatakan pihaknya tidak memiliki angka pasti terkait korban tewas.
"Kami tidak menggunakan kekerasan berlebihan. Belum ada jumlah pasti pengunjuk rasa yang tewas," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar