Ilustrasi pelanggaran lalu lintas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Hari demi hari, jalanan yang dulu sepi kala itu sekarang menjadi ramai dan padat penduduk; yang dulu beraktivitas dengan berjalan kaki, sekarang semua sudah menggunakan alat transportasi. Sadarkah kalian, ketika kalian membuka media massa, banyak dari orang-orang menyalahgunakan alat transportasi tersebut dengan semena-mena, salah satu contohnya yaitu para pengendara yang nekat melawan arus lalu lintas.
Fenomena tersebut memang tampak sederhana, tetapi muncul pertanyaan di benak kita: Bagaimana mungkin seseorang berani melawan arah? Mungkin mereka merasa aman karena tidak dalam jangkauan polisi, padahal tindakan mereka tersebut dapat merugikan orang lain. Kita juga dapat mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang melanggar etika berlalu lintas.
Banyak dari mereka berkata, "Ini cuma belok sini aja kok, ini cuma ke depan situ aja kok." Padahal, mereka sadar akan dampak yang telah mereka lakukan dapat menyebabkan masalah yang begitu besar hingga berujung kematian.
Ilustrasi lampu lalu lintas. Foto: Dok. Carscoops
Sudah banyak solusi yang pemerintah dan aparat dalam mengedukasikan masalah ini, salah satunya dengan menghadirkan yang namanya ATCS (Area Traffic Control System) dan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement).
Kedua sistem tersebut adalah kamera yang berfungsi menjadi kamera pengawas yang mengawasi lalu lintas tiap waktu dan mendeteksi pengendara yang melanggar tata tertib lalu lintas tanpa harus menunggu petugas turun langsung ke lapangan. Dengan adanya sistem tersebut, setidaknya ada harapan bahwa perilaku sembrono seperti melawan arus tidak lagi luput dari pantauan atau perhatian.
Namun ada pertanyaan lagi: Jika teknologi sudah diterapkan, mengapa masih banyak perilaku melawan arus ini tetap berulang? Jawabannya ada pada diri kita sendiri karena alat-alat yang sudah diciptakan oleh pemerintah itu hanyalah sebagai mata. Budaya melawan arus ini hanya dapat diubah oleh diri kita sendiri; bagaimana kita menyadari hal tersebut dan mencegah hal tersebut terulang kembali.
Ilustrasi marka jalan. Foto: ShutterstockKeselamatan di jalan bukan ditentukan oleh teknologi, melainkan oleh kesadaran setiap pengendara untuk menghargai ruang bersama.
Pernahkan kalian mendengar seorang influencer yang bernama Laurend Hutagalung? Ia merupakan salah satu influencer yang mengedukasikan terkait masalah lalu lintas, khususnya menegur pengendara yang melawan arus. Bahkan, ia turut turun ke lapangan bersama relawan dan terkadang membawa aparat untuk mengimbau akan bahaya perilaku melawan arus. Hal itu mendapat respons positif dari beberapa warga setempat atas aksi yang telah beliau lakukan.
Namun, ada juga respons negatif yang didapatkannya dari aksi yang beliau lakukan. Terdapat beberapa konflik yang beliau rasakan, salah satunya yaitu mendapat cemooh dari beberapa pihak pengendara yang melawan arus tersebut. Namun dengan peringatan yang dilakukan oleh Laurend Hutagulung ini benar-benar efektif; figur seperti beliau ini sebaiknya terus diawasi agar tetap seimbang antara edukasi sosial, etika, dan keamanan.
Ilustrasi pengendara motor menggunakan sarung tangan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Akhirnya, persoalan pengendara yang melawan arus bukan sekadar soal pelanggaran aturan, melainkan soal kedewasaan kita dalam berbagi ruang di jalan. Teknologi seperti ATCS dan ETLE bisa membantu mengawasi, influencer seperti Laurend Hutagalung bisa mengingatkan, dan aparat bisa menindak. Namun, semua itu akan sia-sia jika masyarakat tetap menganggap pelanggaran sebagai hal sepele.
Keselamatan tidak lahir dari kamera atau hukuman, tetapi dari kesadaran bahwa setiap keputusan di jalan berkaitan langsung dengan nyawa orang lain. Melawan arus mungkin terasa cepat bagi satu orang, tetapi bisa menjadi petaka bagi banyak orang. Karena itu, perubahan harus dimulai dari diri sendiri.
Saat kita memilih mengikuti jalur yang benar, memberi contoh, dan berani mengingatkan sesama, barulah budaya tertib lalu lintas bisa tumbuh. Jalan yang aman bukan hadiah, melainkan hasil dari disiplin bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar