Mahasiswa yang akan lulus berpose saat wisuda ke-374 Universitas Harvard, di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, Rabu (28/5/2025). Foto: Brian Snyder/Reuters
Persaingan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini bukan hanya terjadi di Silicon Valley atau Shenzhen, tetapi juga merembet ke kampus-kampus dunia.
Beijing, China, terus membangun pusat kekuatan AI-nya sendiri di Tsinghua University, tantangan langsung bagi dominasi teknologi mutakhir yang selama ini dipegang deretan kampus Ivy League di Amerika Serikat.
Dilansir Fortune, Tsinghua saat ini menghasilkan lebih banyak penelitian AI yang masuk jajaran 100 makalah paling banyak dikutip di dunia dibandingkan universitas mana pun. Kampus tersebut juga mencatatkan jumlah paten AI per tahun yang melampaui gabungan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Stanford, Princeton, dan Harvard.
Berdasarkan data LexisNexis yang dianalisis Bloomberg, sejak 2005 hingga akhir 2024, para peneliti Tsinghua telah mengajukan 4.986 paten terkait AI dan machine learning, lebih dari 900 di antaranya diajukan hanya dalam satu tahun terakhir.
Meski begitu, Amerika Serikat masih memegang keunggulan. Banyak paten AI paling berpengaruh berasal dari institusi pendidikan AS. Laporan Stanford 2025 AI Index mencatat, AS telah melahirkan 40 model AI penting, sementara China baru menghasilkan 15. Namun, kualitas model buatan China berkembang sangat cepat, membuat jaraknya kian menipis.
"Ada antusiasme luar biasa terhadap AI dan machine learning di kalangan pemerintah, industri, hingga akademisi," ujar Jun Liu, mantan profesor Harvard yang tahun ini bergabung ke Tsinghua University untuk memimpin departemen baru statistik dan data sains.
"Daya tarik talenta AI datang dari modal, serta dukungan besar pemerintah China terhadap riset ilmiah, termasuk AI dan bidang terkait."
Mahasiswa Tsinghua University sedang swafoto setelah wisuda. Foto: tsinghua.edu.cn
Strategi teknologi China nyatanya bukan dimulai dari jenjang universitas. Negara itu sudah mengajarkan dasar-dasar AI kepada siswa sejak usia enam tahun. Musim gugur ini, sekolah-sekolah di Beijing mulai mewajibkan sedikitnya delapan jam pelajaran AI setiap tahun, mencakup cara menggunakan chatbot dan alat digital lainnya, pengetahuan umum tentang teknologi, hingga etika AI.
Fokus sejak dini ini membuat China berhasil membangun tenaga kerja teknologi dalam jumlah masif. Menurut Center for Strategic and International Studies, China meluluskan 3,57 juta mahasiswa STEM pada 2020, bandingkan dengan AS yang hanya 820 ribu. Media pemerintah China bahkan melaporkan jumlah tersebut kini bisa melampaui lima juta lulusan per tahun.
Perusahaan teknologi Amerika melihat peluang itu, dan bergegas merekrut talenta terbaik dari China. Pada musim panas lalu, Meta mengumumkan pembentukan Superintelligence Lab untuk membangun mesin yang lebih kuat dari otak manusia. Menurut laporan The New York Times, seluruh 11 peneliti pendiri laboratorium itu menempuh pendidikan di luar AS, dan tujuh di antaranya lahir di China.
Menurut studi Paulson Institute tahun 2020, peneliti AI asal China menyumbang hampir sepertiga dari 100 ilmuwan AI top dunia, dengan mayoritas dari mereka bekerja di universitas dan perusahaan teknologi Amerika. Riset lanjutan dari Carnegie Endowment for International Peace menemukan bahwa meski ketegangan geopolitik meningkat, 87% dari para peneliti tersebut tetap melanjutkan karirnya di AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar