Oct 27th 2024, 16:28, by Nicha Muslimawati, kumparanBISNIS
Presiden Prabowo Subianto akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemutihan utang para pelaku usaha atau pengusaha. Langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki penyaluran kredit bank ke pengusaha, termasuk petani, nelayan hingga UMKM.
Nantinya, Perpres tersebut akan menghapus hak tagih oleh bank kepada peminjam yang utangnya dihapusbukukan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, rencana Presiden untuk menghapus utang 6 juta pelaku UMKM termasuk petani dan nelayan, melalui kebijakan pemutihan utang memiliki beberapa dampak potensial yang signifikan terhadap ekonomi, perbankan, dan sektor keuangan.
Dengan penghapusan utang, UMKM, petani, dan nelayan akan mendapatkan kelonggaran likuiditas karena mereka tidak lagi terbebani oleh kewajiban pembayaran utang.
"Ini dapat meningkatkan daya beli mereka dan memberikan modal tambahan untuk investasi atau pengembangan usaha. UMKM yang diuntungkan oleh penghapusan utang dapat lebih percaya diri dalam menjalankan usaha dan berpotensi untuk mengembangkan bisnis mereka," kata Josua kepada kumparan, Minggu (27/10).
Hal ini juga bisa berdampak positif pada ketahanan ekonomi lokal, terutama di sektor-sektor padat karya seperti pertanian dan perikanan.
Meskipun demikian, terdapat potensi risiko moral hazard, di mana pelaku usaha UMKM merasa bahwa penghapusan utang dapat terjadi kembali di masa depan, sehingga meminimalkan tanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan mereka.
Josua mengatakan, ini bisa menimbulkan tantangan bagi stabilitas kredit di masa mendatang. Dengan penghapusan utang, UMKM yang terbebas dari beban kredit masa lalu mungkin akan tertarik untuk kembali mengakses layanan perbankan, baik untuk kebutuhan pembiayaan baru.
"Bank memiliki appetite untuk menawarkan produk pinjaman atau kredit baru kepada pelaku usaha yang telah direstrukturisasi. Dengan kondisi keuangan yang lebih stabil, mereka dapat menjadi target potensial untuk berbagai jenis kredit usaha, termasuk kredit usaha rakyat (KUR), pinjaman modal kerja, atau kredit investasi," ucap Josua.
Meskipun penghapusan utang akan mengurangi beban UMKM, Josua menilai bahwa bank perlu berhati-hati dalam menilai risiko pemberian kredit baru, terutama karena beberapa UMKM yang utangnya dihapus mungkin telah menunjukkan kinerja finansial yang kurang baik di masa lalu.
"Secara keseluruhan, kebijakan pemutihan utang ini berpotensi mendorong pemulihan risk appetite perbankan terhadap segmen bisnis UMKM, namun dengan tetap memperhatikan manajemen risiko yang hati-hati dalam memberikan pinjaman baru," kata Josua.
"Literasi keuangan dan pendampingan kepada UMKM juga penting untuk memastikan mereka dapat mengelola usaha mereka secara lebih efisien dan bertanggung jawab setelah pemutihan utang," tuturnya.
BRI Tunggu Perpres Penghapusan Utang UMKM
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk buka suara terkait dengan rencana pemerintah tersebut. Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan perusahaan akan menunggu penerbitan peraturan presiden (Perpres) terkait hapus tagih pelaku usaha.
"BRI akan menunggu diterbitkannya Peraturan Presiden terkait dengan pemutihan utang atau hapus tagih pelaku usaha. Perlu diketahui di industri pembiayaan terkait dengan pengelolaan kredit bermasalah, di antaranya dilakukan melalui hapus buku dan hapus tagih," kata Supari kepada kumparan, Minggu (27/10).
Supari menjelaskan, hapus buku merupakan penghapusan pencatatan pinjaman dari neraca dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebijakan internal bank seperti kategori macet dan sudah dicadangkan 100 persen
"Hapus buku tidak menghilangkan kewajiban debitur membayar pinjaman, sehingga penagihan tetap dilakukan," ujarnya.
Sedangkan hapus tagih merupakan penghapusan kewajiban debitur atas kredit yang sudah dihapus buku, sehingga pinjaman tidak ditagih kembali. Kebijakan hapus tagih dilakukan pada kondisi dan persyaratan tertentu, misalnya nasabah yang terkena bencana alam nasional seperti tsunami Aceh tahun 2004 dan telah diputus dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Kebijakan hapus tagih telah tertuang pada UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), namun implementasinya diperlukan peraturan pelaksanaan yang antara lain untuk menentukan kriteria nasabah yang bisa dihapus tagih.
"Kami yakin kebijakan maupun peraturan pelaksanaan yang akan diterbitkan telah mempertimbangkan kepentingan pihak-pihak terkait," kata Supari.
"BRI optimis bahwa dengan adanya sinergi antara pemerintah dan sektor keuangan akan terus mendorong kemajuan UMKM Indonesia, serta mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkeadilan," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar