May 2nd 2023, 11:01, by Nicha Muslimawati, kumparanBISNIS
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan potensi pemerintah Amerika Serikat (AS) gagal bayar utang atau default tidak akan memengaruhi pasar Surat Berharga Negara (SBN) di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, menjelaskan masalah tarik ulur persetujuan pagu utang antara pemerintah AS dan Kongres AS sudah berulang kali terjadi, namun pada akhirnya selalu ada kesepakatan.
Menurut dia, hal itu lantaran pemerintah AS berkepentingan untuk memastikan dapat memenuhi biaya fiskal mereka, termasuk debt services atau utang jatuh tempo. Dengan begitu, sejauh ini belum ada dampak kepada pasar keuangan.
"Isu pagu utang AS sejauh ini tidak mempengaruhi pasar keuangan AS, maupun pasar keuangan global. Sehingga tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar SBN Indonesia," jelasnya kepada kumparan, Selasa (2/5).
Suminto melanjutkan, kinerja pasar SBN Indonesia masih baik selain didukung oleh likuiditas domestik yang ample juga didukung oleh capital inflows atau masuknya modal asing.
"Kepemilikan asing (non resident) terhadap SBN kita naik Rp 61,46 triliun (ytd). Persepsi terhadap risiko kredit Indonesia juga membaik, ditandai oleh penurunan CDS (Credit Default Swap). CDS 5 tahun turun 6,43 bps (mtd) dan 9,53 bps (ytd)," jelasnya.
Sementara itu, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai apabila gagal bayar utang AS terjadi maka akan menimbulkan gejolak finansial yang menjalar ke seluruh dunia.
Hal ini, lanjut Riefky, akan membuat investor di seluruh dunia menggeser (shifting) portofolionya ke aset safe-haven seperti logam mulia, SBN, dan obligasi.
"Ini juga termasuk shifting portofolionya dari aset-aset negara berkembang ke negara maju. Implikasinya, akan ada kemungkinan capital outflow dari negara berkembang ke negara maju, salah satunya dari Indonesia," tuturnya.
Meski begitu, Riefky berpendapat potensi gagal bayar utang AS relatif sangat kecil. Di sisi lain, pengetatan suku bunga negara maju juga sudah relatif tidak seagresif sebelumnya sehingga tekanan capital outflow dari Indonesia sudah berkurang.
"Ini juga yang menjadi faktor penguatan Rupiah belakangan ini, ditambah dengan performa ekspor kita yang masih cukup solid sejauh ini," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah dan berujung kepada gagal bayar utang AS akan memicu bencana ekonomi, ditandai dengan lonjakan suku bunga di tahun-tahun mendatang.
Mengutip Reuters, Rabu (26/4), Yellen dalam sambutannya kepada eksekutif bisnis di California mengatakan default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong cicilan rumah tangga lebih tinggi, cicilan mobil, dan kartu kredit lebih tinggi.
Dia mengatakan hal itu adalah tanggung jawab dasar Kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman USD 31,4 triliun. Dia memperingatkan default akan mengancam kemajuan ekonomi AS sejak pandemi COVID-19.
"Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan. Kegagalan akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," ujar Yellen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar