Kepala Dinas Kesehatan Aceh Ferdiyus memberikan keterangan dalam konferensi pers di Media Center Posko Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi, Banda Aceh, Senin (8/12/2025). Foto: Diskominsa Aceh
Dinas Kesehatan Aceh mengungkap situasi darurat kesehatan akibat banjir besar yang melanda 21 dari 23 kabupaten/kota di Aceh.
Kesulitan air bersih dan meningkatnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menjadi ancaman serius bagi warga pengungsi maupun tenaga medis di lapangan.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Ferdiyus, mengatakan kondisi yang ditemuinya di lapangan sangat berat.
"Saya sudah turun langsung ke beberapa titik pengungsian. Yang paling menyedihkan adalah kondisi air bersih. Mohon sesegera mungkin membantu air bersih. Jangankan mandi, untuk minum saja warga kesulitan," ujar Ferdiyus dalam konferensi pers di Media Center Kemkomdigi, Kantor Gubernur Aceh, Senin (8/12/2025).
Dua rumah sakit daerah, RSUD Aceh Tamiang dan RSUD Sultan Abdul Aziz Idi Aceh Timur, belum bisa beroperasi penuh. Kondisinya parah, terutama RSUD Aceh Tamiang.
"Alat kesehatan di RSUD Aceh Tamiang hampir semuanya tenggelam. Belum bisa kami pastikan apakah masih bisa dipakai atau tidak," tambah Ferdiyus.
Di banyak lokasi pengungsian, air bersih hampir tidak tersedia. Ferdiyus menegaskan, ini menjadi masalah paling serius. Kelompok rentan seperti balita, ibu hamil, dan lansia menjadi prioritas.
Dua boks makanan tambahan balita (PMT) dikirim ke wilayah Barat-Selatan untuk diteruskan ke Aceh Tamiang.
"Bantuan via helikopter sering tidak sampai ke kelompok ini," katanya.
Tiga rumah sakit swasta juga terdampak berat, yakni RS Pertamina IHC Rantau, RS Umi Langsa, dan RS Prima Inti Medika Aceh Utara. Dari 336 puskesmas di Aceh, tercatat 54 tidak dapat beroperasi karena terendam atau terisolir.
Kerusakan ambulans juga menjadi hambatan layanan kesehatan. Di Aceh Tamiang, hampir seluruh ambulans puskesmas rusak.
"Di Aceh Tamiang sekitar 27-28 ambulans rusak total, di Aceh Utara 32 unit. Evakuasi pasien jadi sangat sulit, kadang harus memakai kendaraan apa pun yang ada," jelas Ferdiyus.
Sejak Aceh menetapkan status darurat pada 28 November, Dinkes Aceh mengajukan kebutuhan BMHP ke Kemenkes. Respons pusat cepat, namun distribusi tetap terhambat karena akses putus, terutama jembatan di wilayah timur.
"Kemenkes kirim BMHP setiap hari. Tidak kami simpan di gudang provinsi, langsung distribusi karena akses ke timur masih sangat berat," tambahnya.
Dinkes juga mengirim 371 tenaga kesehatan untuk memperkuat pelayanan darurat di sembilan rumah sakit terdampak.
Ferdiyus menyebut, ketika akses jalan pulih, kemungkinan besar gelombang pasien dari wilayah Timur dan Tengah akan dirujuk ke RSUZA Banda Aceh.
Pihak RSUZA siap membuka kembali ruang isolasi Covid lama untuk menambah 500-700 tempat tidur jika diperlukan.
Ferdiyus menegaskan, kondisi pengungsian harus mendapat perhatian lebih.
"Saya mengajak semua pihak fokus pada perlindungan ibu hamil, balita, dan lansia," ujarnya.
Banjir Aceh masih berlangsung, dan kebutuhan dasar terutama air bersih, MCK, dan alat kesehatan menjadi isu paling mendesak.
Dinkes Aceh memastikan upaya distribusi terus berjalan, namun tantangan akses dan infrastruktur tetap menjadi penghambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar