Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, saat ditemui usai peresmian peningkatan produksi minyak 30 ribu barel di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (26/6/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong PT Pertamina (Persero) menjadi pengganti Harbour Energy dalam pengembangan Blok Tuna.
Harbour Energy melalui Premier Oil Tuna BV, hengkang dari Blok Tuna setelah sempat menjadi operator dan bermitra dengan BUMN migas asal Rusia, Zarubezhneft, lewat anak usahanya di Asia, ZN Asia Ltd (ZAL). Masing-masing memiliki 50 persen hak partisipasi atau participation interest (PI).
Namun, perkembangan blok tersebut terdampak sanksi Uni Eropa dan Inggris selama eskalasi konflik Rusia dan Ukraina. Operator Blok Tuna kini dipegang oleh ZN.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan Harbour Energy tengah mencari penggantinya dan membuka proses tender. Dia berharap perusahaan nasional yang bisa menggantikannya, terutama Pertamina sebagai BUMN.
"Blok Tuna itu kan dimiliki oleh Zarubezhneft. Satu harbour. Harbour keputusannya ingin mem-farm-out, keluar lah. Nah sekarang dalam proses tender-nya oleh Harbour," jelasnya saat ditemui di kompleks parlemen, dikutip Rabu (12/11).
"Siapa yang akan masuk? Kita berharap ada Pertamina di situ. Ada perusahaan nasional," tambah Djoko.
Namun, selain Pertamina, Djoko juga membuka potensi ada perusahaan migas swasta lainnya yang bisa ikut mengelola Blok Tuna bersama ZN, meskipun tidak menyebutkan secara spesifik.
Adapun ketertarikan Pertamina mengelola Blok Tuna, lanjut Djoko, sudah dibuktikan dengan memperoleh keterbukaan data (open data) dari Harbour. "Open data sudah, sudah datang juga," ujarnya.
SKK Migas, kata dia, menargetkan kepada Harbour Energy untuk menentukan penggantinya di Blok Tuna, setidaknya pada November 2025 mendatang.
"Saya dorong minta November ini selesai. Itu SKK. Minta jangan molor-molor. (Gantinya Pertamina) Insyaallah. Pertamina dan partner lain kan bisa juga, pokoknya nasional," tandas Djoko.
Sebelumnya, SKK Migas sempat membuka peluang Harbour Energy, yang berperan sebagai operator di Blok Tuna, mencari mitra lain pengganti ZN selama eskalasi konflik Rusia dan Ukraina.
Namun, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Rikky Rahmat Firdaus, menyebutkan Harbour Energy memiliki minat lain di blok migas wilayah Laut Andaman.
Saat ini, Harbour Energy memiliki portofolio di beberapa blok migas di Laut Andaman, termasuk Andaman I, Andaman II, dan South Andaman, bekerja sama dengan Mubadala Energy dan bp.
"Posisi dari KKKS Harbour sebelumnya bahwa dia tidak bisa lanjut kalau ada saksi dari AS di mitra sebelahnya. Dalam konteks tersebut, Harbour kelihatannya juga punya selera investasi lainnya di Laut Utara, dan ZAL ini yang akan melanjutkan (Blok Tuna)," ungkap Rikky usai konferensi pers Kinerja Semester I 2025, dikutip Selasa (22/7).
Rikky menyebutkan, SKK Migas menugaskan ZAL melanjutkan kegiatan Front End Engineering Design (FEED), serta menuntaskan proyek tersebut sesuai target.
SKK Migas menargetkan Blok Tuna bisa mulai berproduksi (on stream) pada tahun 2028-2029. Target ini sejatinya mundur dari rencana awal yakni ditargetkan on stream pada tahun 2026-2027.
Pasalnya, Blok Tuna sudah mendapatkan persetujuan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) pada Desember 2022. Imbas kemelut ini, Harbour Energy pun harus menunda investasi akhir atau Final Investment Decision (FID) menjadi 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar