Suasana Stasiun Tanah Abang pada Selasa (4/11/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparan
Setiap pagi di jalur Green Line KRL atau jalur Rangkasbitung-Tanah Abang, ribuan penumpang berpacu dengan waktu. Mereka berlari di peron, berebut ruang di pintu kereta. Di dalam gerbong, tubuh saling menempel tanpa celah. Udara pengap, gerak terbatas.
Saat kereta berbelok, penumpang hanya bisa menahan diri dengan bahu orang di sebelahnya. Barang bawaan kerap terjepit di pintu.
Kondisi itu bukan sekadar tidak nyaman, tapi juga berisiko menurut Suprapto (53), warga Pamulang, Tangerang Selatan, yang setiap hari berangkat kerja ke Tanjung Priok lewat Tanah Abang. Meski begitu, tak banyak pilihan lain.
Suasana gerbong wanita kereta Serpong-Tanah Abang di Stasiun Palmerah pada Selasa (4/11/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparan
"Untuk sementara, yang efektif, ya, cuma kereta. Kalau bus enggak optimal, kena macet juga," katanya.
Ia berharap pemerintah dan operator bisa menambah jumlah kereta dan jadwal keberangkatan.
"Sekarang masih kurang banget dua hal itu," ujarnya.
Suasana Stasiun Tanah Abang pada Selasa (4/11/2025) pagi. Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanKepadatan Stasiun Pondok Ranji arah Tanah Abang pada Selasa (4/11/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparan
Berlian (20), mahasiswa asal Bintaro, punya keluhannya sendiri. Ia sering naik KRL di jam sibuk, terutama di gerbong khusus perempuan.
"Aku pribadi selalu naik gerbong cewek karena lebih aman, tapi sekarang udah terlalu padat juga. Menurut aku ditambahin lagi di jam-jam ramai," katanya yang selalu menggunakan kereta di jam pergi dan pulang kerja.
Ia mengaku sering tak bisa masuk ke kereta karena penuh.
"Kadang nunggu kereta selanjutnya, tapi kalau udah telat, ya, maksa masuk juga."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar