Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Bandung Rafi Syaiful Ilham membeberkan awal mulanya eks pegawai Baznas Jabar Tri Yanto menjadi tersangka setelah melaporkan dugaan korupsi di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat.
Tri Yanto sudah bekerja di Baznas Jabar sejak tahun 2018, kemudian pada tahun 2020 terjadi perubahan pimpinan. Ada lima pimpinan baru yang dilantik kala itu. Kendati demikian, Rafi tidak mendetailkan nama dari kelima pimpinan ini.
Di masa kepemimpinan baru ini, Rafi bercerita, Tri menemukan adanya penyalahgunaan wewenang. Kala itu, Tri menjabat sebagai Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas. Tri melaporkan temuannya ke pimpinan tersebut untuk ditindaklanjuti.
Penyalahgunaan wewenang tersebut berkaitan dengan dana zakat senilai Rp 9,8 miliar dari tahun 2021 hingga 2023 serta dugaan korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Rp 3,5 miliar.
"Nah, balik lagi ke tahun 2020 itu karena berganti pimpinan tentunya ada beberapa perubahan kebijakan. Nah, tentunya perubahan kebijakan itu sebenarnya wajar kalau dalam konteks organisasi di Baznas Jawa Barat," kata Rafi di Kantor LBH Bandung di kawasan Antapani, Rabu (28/5).
"Namun, Pak Tri ini semenjak pimpinan yang ada itu, melihat ada beberapa kebijakan yang apa namanya berpotensi kebijakan tersebut berpotensi untuk terjadi penyalahgunaan wewenang," lanjut dia.
Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Bandung M.Rafi Syaiful Ilham di Kantor LBH Bandung, Antapani, Jawa Barat, Rabu (28/5/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Lapor ke Baznas RI
Tidak mendapatkan respons dari pimpinan Baznas Jabar setelah berulang kali mengingatkan, akhirnya Tri melaporkan temuannya ke Baznas RI.
Baznas RI menyarankan kepada Tri untuk membuat pengaduan secara informal. Termasuk kepada inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dalam pengajuan aduan informal, Tri diminta tim hukum Baznas RI untuk melampirkan dokumen pendukung.
Dokumen pendukung itu meliputi laporan pertanggungjawaban biaya tak terduga dana hibah Pemprov Jabar. Ada juga MoU, kerja sama dengan BAZNAS dengan Stikes Dharma Wusada.
"Akhirnya Pak Tri melakukan pengaduan secara informal ke Baznas RI dan ke Inspektorat sebagai aparat pengawas internal pemerintah. Nah dari situlah Pak Tri melakukan pengaduan. Nah, yang dipermasalahkan oleh kepolisian itu, itu adalah beberapa dokumen yang dianggap illegal access, yang dianggap rahasia dan tidak boleh disebarluaskan," jelasnya.
"Yang dianggap rahasia oleh Baznas. Nah, dokumen itu sebenarnya Pak Tri gunakan sebagai lampiran. Lampiran untuk pengaduan. Lampiran tersebut juga atas permintaan dari Baznas RI bagian hukum," sambung Rafi.
Ketika mengajukan laporan pengaduan, tiba-tiba saja laporan tersebut bocor dan tercantum nama Tri Yanto sebagai pelapor.
"Nah, makanya tadi kembali lagi kenapa identitas Pak Tri, pengaduan, dan lampiran dokumen buktinya itu diketahui. Diduga, kami duga itu bocor. Namanya itu dijadikan bahan laporan polisi di Polda Jabar," ungkap Rafi.
Tri Di-PHK oleh Baznas Jabar usai Melapor
Seusai melapor ke Baznas RI, Rafi mengatakan, Tri diberhentikan oleh Baznas Jabar. Pemberhentiannya dikarenakan tindakan indisipliner. Sementara, tuduhan tersebut tidak terbukti.
"Nah, di pengadilan hubungan industrial itu berproses, kemudian berproses di tingkat pertama. Itu sebagaimana yang disampaikan Baznas Jawa Barat, Pak Tri itu diberhentikan karena tindakan indisipliner. Nah, itu tidak benar sebagaimana putusan di PHI tindakan indisipliner yang dituduhkan itu tidak terbukti," ungkap Rafi.
Baznas Jabar Bantah Ada Korupsi
Baznas Jabar memberikan penjelasan atas hal itu, dan menyatakan bahwa tidak ada kriminalisasi sebagaimana tuduhan yang dikeluarkan oleh LBH Bandung.
"Narasi yang menyatakan bahwa Saudara TY diberhentikan karena mengadukan dugaan korupsi adalah tidak benar, dan lini masanya tidak sesuai," kata Wakil Ketua IV Baznas Provinsi Jawa Barat Bidang SDM, Administrasi Umum, dan Humas, H. Achmad Faisal di kantor Baznas Jabar, Selasa (27/5).
"Pesangon untuk Saudara TY juga telah ditunaikan sesuai putusan tersebut, dan yang bersangkutan sudah menerima utuh seluruh pesangon yang ditetapkan oleh Pengadilan," lanjutnya.
Untuk proses hukum Tri Yanto, Baznas Jabar menghormati setiap proses yang berlaku dan memberikan kepercayaan penuh kepada Polda Jabar.
Berikut pernyataan Baznas Jabar selengkapnya:
1. Tentang Perlindungan Whistleblower (Pasal 33 UU No. 13/2006 & UNCAC Pasal 32-33) BAZNAS Provinsi Jawa Barat menghormati prinsip perlindungan whistleblower dan telah menyediakan mekanisme pengaduan yang aman serta kerahasiaan bagi pelapor. Namun, dalam kasus Sdr. TY:
Tidak ada hubungan antara pemberhentiannya dengan status sebagai whistleblower. Pemberhentian dilakukan sebelum yang bersangkutan melaporkan dugaan penyelewengan BAZNAS Provinsi Jawa Barat, dikarenakan proses rasionalisasi lembaga dan yang bersangkutan beberapa kali melakukan tindakan indisipliner.
Hasil audit investigasi oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan BAZNAS RI menyatakan tidak ada bukti korupsi sebagaimana tuduhan Sdr. TY. Dengan demikian, klaim pelanggaran hak whistleblower tidak relevan, karena tidak ada tindakan pelaporan yang dilindungi. Pada kenyataannya, yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap prosedur mengakses dokumen tanpa izin dan menyebarkannya ke berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
2. Tentang Proses Hukum yang Adil (ICCPR Pasal 14)
BAZNAS Provinsi Jawa Barat menjunjung tinggi prinsip equality before the law:
Bahwa baznas berhak mengadukan Sdr. TY karena ternyata ada pelanggaran hukum oleh yang bersangkutan dan kami pun berhak dilindungi hak-haknya sesuai yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dan kami menghargai pihak kepolisian untuk memproses ini secara adil dan transparan sesuai ketentuan hukum yang berlaku
BAZNAS Provinsi Jawa Barat sebagai institusi juga tunduk pada pemeriksaan hukum yang sama, termasuk audit eksternal, audit syariah Kementerian Agama RI, Audit keuangan oleh KAP, dan bahkan pemeriksaan oleh APH.
3. Tentang Kebebasan Berekspresi vs Penyalahgunaan Dokumen (Pasal 19 ICCPR & UU ITE)
Kebebasan berekspresi tidak termasuk hak untuk melanggar prosedur akses dokumen internal dan menyebarkannya ke pihak yang lain. Kasus ini bukan tentang pembatasan ekspresi, tetapi pelanggaran hukum (termasuk UU ITE: penyebaran data tanpa konteks yang benar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar