Apr 23rd 2025, 13:25, by Fadjar Hadi, kumparanNEWS
Massa aksi rusuh saat berunjuk rasa di kawasan gedung DPR Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Keberadaan organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia belakangan menuai sorotan. Jumlahnya semakin hari makin menjamur dan bertebaran di berbagai daerah.
Selain itu, beberapa kegiatan yang mereka lakukan dinilai lebih banyak merugikan masyarakat dibandingkan memberikan manfaat. Misalnya, ada dugaan ormas yang melakukan aksi premanisme dalam pembuatan pabrik mobil listrik di Subang.
Tidak hanya itu, ada kelompok ormas di Depok yang melakukan aksi penganiyaan hingga berujung membakar mobil polisi. Masalah ini sudah diusut dan beberapa anggota ormas ditetapkan tersangka.
Meski begitu, keberadaan ormas memang diakui oleh negara dan diatur dalam Undang-undang. Ormas dilindungi UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
UU Ormas ini sudah mengatur secara lengkap apa tujuan, fungsi hingga larangan ormas. Aturan mengenai larangan ormas dijelaskan dalam Pasal 59 ayat 1 hingga 4.
Berikut bunyinya:
Pasal 59
1. Ormas dilarang:
a. Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas;
b. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
c. Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas;
d. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau
e. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
2. Ormas dilarang:
a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Ormas dilarang:
a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
b. Mengumpulkan dana untuk partai politik.
4. Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Sementara terkait sanksi yang akan diberikan kepada ormas bermasalah sudah diatur secara lengkap dalam Pasal 60 hingga Pasal 82.
Jenis sanksi yang diberikan bertahap mulai dari penghentian kegiatan sementara hingga terberat pembubaran secara permanen. Pihak yang berwenang menjauhi sanksi kepada ormas yakni pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Aturan ini diatur dalam Pasal 61.
Berikut bunyi Pasal 61:
Pasal 61
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian bantuan dan/atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Penghentian Kegiatan Ormas Harus Ada Pertimbangan MA hingga DPR
Akan tetapi, dalam pemberian sanksi penghentian kegiatan sementara atau pembubaran ormas, tidak bisa dilakukan dengan sembarang karena harus ada pertimbangan dari Mahkamah Agung hingga DPR.
Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 65. Selain itu, pemberhentian kegiatan sementara baru bisa dijatuhkan jika ormas sudah diberikan tiga kali peringatan tertulis masih berbuat ormas.
Berikut bunyinya:
Pasal 65
Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional, pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung.
Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan
Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jika Ormas Mau Dibubarkan, Harus Ada Putusan Pengadilan
Sanksi terberat terhadap ormas bermasalah adalah pembubaran. Namun, wajib ada putusan pengadilan. Aturan ini tertera dalam Pasal 71.
Selain itu, persidangan pembubaran ormas harus diucapkan terbuka untuk umum. Artinya, pemerintah tidak bisa sembarang jika mau membubarkan ormas.
Berikut bunyinya:
Pasal 71
Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar