Isu perselingkuhan tak pernah habis terjadi di tengah masyarakat. Bahkan, belakangan kerap viral cerita-cerita di media sosial soal perempuan dan laki-laki yang merasa diselingkuhi pasangannya setelah bertunangan hingga menjelang pernikahan.
Peran dan hubungan saling mengerti di antara pasangan dan pengenalan karakter bisa menjadi kunci yang disampaikan untuk meningkatkan kesadaran setiap pasangan guna mencegah timbulnya perselingkuhan. Hal tersebut menjadi dasar membangun kepercayaan dalam hubungan.
Membangun kepercayaan ini menjadi topik yang disampaikan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, dr. Nindya Nisita Sp. KJ., dari Siloam Hospitals Mampang.
dr. Nindya mengatakan, walaupun cukup luas, konteks membangun kepercayaan dapat dimulai dari menanamkan rasa kepercayaan kepada diri sendiri terlebih dahulu.
"Percaya diri sendiri adalah 'pondasi'. Jika pondasi sudah kokoh, maka akan lebih mudah membangun kepercayaan kepada pasangan dan lingkungannya di atasnya," kata dr. Nindya.
Menurut dia, tiap individu memiliki 'komponen' kepercayaan yang berbeda, sehingga perlu dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pasangan.
Komponen-komponen kepercayaan apa saja yang ada dalam diri masing-masing, agar keduanya dapat sama-sama membangun kepercayaan yang sinergis.
Membangun kepercayaan butuh waktu, butuh kerja sama dan kerja keras. Hal yang utama adalah komunikasi. Tidak hanya berkomunikasi dengan kata-kata, melainkan komunikasi dengan perilaku.
"Action express priorities yang artinya perilaku lebih mencerminkan prioritas kita dibandingkan dengan perkataan kita. Dalam membangun kepercayaan, perilaku menunjukkan rasa sayang dan kepedulian akan lebih bermakna dibandingkan perkataan saja," papar dr. Nindya.
Pencegahan Secara Konsisten
Pada dasarnya, kata dr. Nindya, setiap individu memiliki kebutuhan mental yang berbeda-beda. Bisa jadi kebutuhan mental dari satu individu jauh berbeda dengan pasangannya. Ada yang kebutuhan afeksinya besar, ada kebutuhan untuk diapresiasinya besar, dan lainnya.
"Secara ideal, kita harus memahami terlebih dahulu akan kebutuhan mental dengan 'mindful', yakni menyadari penuh pikiran, perasaan dan perilaku kita sendiri. Setelah personal diri kita mampu secara 'mindful' terhadap kebutuhan mental kita, akan lebih mudah kita memahami kebutuhan mental pasangan," tutur dr. Nindya.
Bila ada kebutuhan mental yang tidak bisa dipenuhi pasangan, idealnya kita mengolah dengan cara yang adaptif (tidak merugikan diri sendiri dan tidak merugikan pasangan). Namun sayangnya banyak orang mengolah hal tersebut dengan cara maladaptif yaitu berselingkuh.
"Bila berhadapan dengan konflik, konsep menerima dan mengalah perlu dilakukan secara bijak yang merupakan titik tengah antara 'rational mind' dan 'emotional mind' dalam pikiran setiap manusia," jelas dr. Nindya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar