Pengurus Pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) menyoroti revisi terhadap UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. UU tersebut, dinilai memang sudah saatnya direvisi. Tetapi poin yang direvisi harus tetap dikritisi.
"Beberapa hal yang yang menurut PRSSNI perlu di-take out dari draft revisi UU Penyiaran," kata Ketua Pengurus Pusat PRSSNI, M Rafiq, dalam keterangannya, Selasa (14/5).
Berikut catatan PRSSNI soal pasal yang harus dikeluarkan dari revisi UU Penyiaran:
Pasal dan ayat yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigatif, karena hal ini bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers dan UU No. 40/1999 tentang Pers. Selain itu melarang lembaga penyiaran untuk melakukan dan menayangkan karya jurnalistik investigatif adalah bentuk diskriminasi.
Pasal dan ayat yang membolehkan Komisi Penyiaran Indonesia menyelesaikan sengketa jurnalistik yang terjadi di lembaga penyiaran, karena hal ini sudah di atur dalam UU No. 40/1999 tentang Pers.
Pasal 30 E ayat 2 dan 4 yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran radio harus melaksanakan Analog Switch Off pada tahun 2028, karena bertentangan dengan Pasal 30 E ayat 1, ayat 2, ayat 5 dan ayat 6 yang bunyinya sebagai berikut:
- Pasal 30 E Ayat 1: Digitalisasi lembaga penyiaran radio dilakukan secara alamiah dan terencana
- Pasal 30 E Ayat 2: Yang dimaksud dengan alamiah dan terencana adalah dilaksanakan melalui teknologi analog dan digital secara bersamaan
- Pasal 30 E Ayat 5: Pilihan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh masyarakat dan lembaga penyiaran radio
- Pasal 30 E Ayat 6: Pilihan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dilakukan dengan memperhatikan jaminan kemampuan keberlangsungan usaha lembaga jasa penyiaran radio.
Pasal dan ayat yang mengharuskan lembaga penyiaran radio untuk menggunakan teknologi digital terestrial, karena radio digital terestrial terbukti gagal di belahan dunia mana pun semenjak lembaga penyiaran dapat mendistribusikan program siaran melalui internet, di mana masyarakat dapat menikmati program siaran radio melalui smartphone tanpa harus membeli alat baru untuk mendengarkan siaran radio digital terestrial.
"Menurut PRSSNI, teknologi radio digital terestrial adalah pilihan, bukan keharusan. Selain mengkritisi empat hal di atas, PRSSNI juga mengusulkan agar anggota KPI tidak lagi dipilih oleh DPR," kata M Rafiq.
Sebaiknya, kata dia, dibentuk Panitia Seleksi pemilihan anggota KPI yang terdiri dari unsur: pemerintah, Asosiasi Lembaga Penyiaran, Asosiasi Praktisi Penyiaran, dan Perwakilan Masyarakat.
"Dengan demikian diharapkan dapat terbentuk KPI yang kapabel, profesional dan independen," pungkasnya.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran yang saat ini sedang menjadi sorotan karena dinilai ada pasal yang mengancam kebebasan pers. Adapun konten eksklusif jurnalistik investigasi, tertuang dalam pasal 50B. Berikut bunyi lengkap pasalnya:
Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:
a. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
b. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
d. penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
e. penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
f. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
g. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgender;
h. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
i. penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
j. menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
k. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan,pencemaran nama baik, penodaan agama,kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar