Nov 3rd 2023, 18:31, by Sinar Utami, kumparanBISNIS
Pagelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 menyepakati outlook industri sawit Indonesia di tahun depan akan mengalami tantangan bagaimana ekspor tergerus dengan konsumsi dalam negeri.
Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono mengatakan, di tahun ini secara produksi akan naik 3,81 persen secara tahunan (yoy) ke 53,19 juta ton.
Di mana, jumlah tersebut 23,28 juta ton untuk konsumsi domestik. Angka itu naik 10,1 persen dibandingkan konsumsi domestik di 2022.
Sementara yang menarik, porsi ekspor di tahun ini turun 3,5 persen (yoy) ke 30,24 juta ton. Bahkan Joko mengatakan, porsi ekspor sawit Indonesia akan terus berada di tren menurun untuk memenuhi konsumsi dalam negeri.
Jika dilihat lebih rinci, konsumsi domestik tersebut untuk kebutuhan biodiesel yang sebesar 10,61 juta ton, pangan 10,39 juta ton, dan oleochemical 2,27 juta ton.
"Jadi ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah, kebutuhan biodiesel akan lebih besar dibandingkan untuk pangan," katanya dalam pemaparan di IPOC 2023, Jumat (3/11).
Adapun berdasarkan data selama 5 tahun terakhir, terlihat kebutuhan untuk pangan jauh lebih besar dibanding biodiesel. Di tahun lalu misalnya, porsi sawit untuk pangan mencapai 9,94 juta ton, sementara untuk biodiesel hanya 8,84 juta ton.
Joko menjelaskan, kebutuhan untuk biodiesel akan meningkat seiring dengan program mandatori pemerintah terkait B35 (biodiesel 35 persen) yang nantinya ditingkatkan menjadi B40 hingga B100.
Meski begitu, jika tren ini terus berlanjut bisa membuat pangsa pasar Indonesia di industri sawit dunia tergerus 30-25 persen. Padahal, posisi saat ini pangsa pasar Indonesia berada di 33 persen.
Melihat hal tersebut Executive Director, ISTA Mielke GmbH (Oil World), Thomas Mielke mengatakan, justru ini menjadikan tantangan Indonesia ke depan.
Menurutnya, pemerintah Indonesia perlu memiliki prioritas yang jelas untuk 5-6 tahun ke depan. Apalagi produksi sawit dalam negeri juga belum pulih, atau cenderung turun.
"Ini akan menjadi conflict of interest, apakah pemerintah perlu meningkat devisanya dengan menaikkan ekspor atau mengedepankan penggunaan untuk biodiesel. Di sisi lain, kalau ekspor terus turun, Indonesia akan kehilangan momentum untuk mendapatkan devisa negara yang lebih tinggi karena harga pasti meningkat," jelas Thomas dalam kesempatan yang sama.
Terlepas dari itu, Joko mengatakan, sejatinya pengusaha menginginkan baik produksi, konsumsi domestik, dan ekspor juga sama-sama tumbuh-tumbuh.
Sebab pengusaha juga menginginkan program pemerintah terhadap biodiesel juga ingin tercapai. "Karena hal tersebut bisa membuat kita independen lantaran mengurangi impor," kata Joko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar