May 12th 2023, 19:44, by Grae Raka Amaranusa, Grae Raka Amaranusa
Eksistensi Indonesia sebagai negara merdeka hampir mencapai umur ke-78, namun seyogyanya jati diri Indonesia 'merdeka' baru akan mencapai umur ke-25.
Selama masa kemerdekaan dari penjajah, setidaknya Indonesia mengalami problema 'ketidakbebasan' orde lama dan orde baru selama setengah abad. Bulan Mei tahun 1998 selama ini dikenal sebagai tonggak fundamental perubahan Indonesia, dengan berakhirnya era otoritarianisme Presiden Soeharto sebagai imbas dari krisis yang terjadi.
Apabila kita melihat trajektori sejarah dunia, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang melakukan reformasi di era 90-an. Banyak negara yang telah melakukan reformasi institusional, baik perubahan dalam struktur dan aturan yang mengatur perilaku aktor-aktor dalam suatu sistem politik, ekonomi, sosial, atau budaya. Satu pertanyaan esensial yang perlu dikaji adalah
Tidak mudah untuk menilai apakah reformasi institusional suatu negara berhasil atau gagal, karena tergantung pada kriteria dan indikator yang digunakan. Mengutip Matthews (2013), setidaknya terdapat empat faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan reformasi institusional suatu negara, yaitu:
1. Adanya masalah nyata yang memicu kebutuhan akan perubahan.
2. Adanya dukungan politik dan sosial yang luas untuk perubahan.
3. Adanya proses iteratif dan adaptif yang melibatkan eksperimen, pembelajaran, dan penyesuaian.
4. Adanya kapasitas organisasi dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan perubahan.
Apa saja yang berubah di Indonesia?
Secara historis, Krisis Moneter Asia 1997-1998 sejatinya membuka momentum kemunduran rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun, hingga muncul kesempatan Reformasi. Era reformasi telah membuka ruang bagi demokratisasi, transparansi, dan keadilan sosial. Reformasi ini membawa perubahan signifikan dalam sistem politik dan ekonomi Indonesia. Salah satu aspek penting dari reformasi ini adalah perubahan dalam proses pemilihan kepala negara, dengan pengadaan Pemilu Langsung pada tahun 2004.
Pengadaan Pemilu terbuka di Indonesia mengakhiri sistem pemilihan presiden oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yang tidak inklusif, menjadi pemilihan secara langsung oleh rakyat. Selain itu, terdapat pula kemunculan sistem multipartai yang mengizinkan berbagai partai politik dalam proses pemilu. Perubahan tersebut sebenarnya telah membawa dinamika baru dalam sistem politik Indonesia, terutama dalam hal kontestasi yang lebih adil dalam hal politik.
Selain dalam bidang politik, reformasi telah mengarahkan fokus Indonesia pada upaya dalam menjaga stabilitas ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah melakukan reformasi kebijakan ekonomi dengan membuka pintu bagi investasi asing dan meningkatkan iklim bisnis yang lebih kondusif. Selain itu, reformasi ekonomi juga mendorong Indonesia untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang lebih inovatif dan berkelanjutan, seperti energi terbarukan, teknologi informasi, dan pariwisata.
Bagaimana dengan perubahan yang terjadi di negara lain?
Dalam konteks lingkup Asia Tenggara, setidaknya terdapat tiga negara yang mengalami reformasi institusional pula. Tiga negara itu adalah Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Reformasi institusional di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Vietnam memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Salah satu persamaannya adalah bahwa ketiga negara tersebut mengalami krisis ekonomi dan politik yang menjadi pemicu untuk melakukan reformasi institusional. Selain itu, reformasi institusional di ketiga negara tersebut juga mencakup upaya untuk memperkuat demokrasi, tata kelola yang lebih baik, serta pembangunan ekonomi yang lebih efisien dan inklusif.
Di sisi lain, terdapat perbedaan dalam arah dan strategi reformasi institusional di ketiga negara tersebut, mengingat negara tersebut juga memiliki sistem pemerintahan yang berbeda. Malaysia melakukan reformasi dengan fokus pada restrukturisasi perbankan dan perusahaan, liberalisasi perdagangan dan investasi, desentralisasi fiskal, dan penguatan demokrasi. Sementara itu, Filipina memfokuskan reformasi pada perubahan konstitusi, pemilihan umum yang lebih bebas dan adil, reformasi sektor publik, dan pemberantasan korupsi.
Vietnam melakukan reformasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi, yang mencakup transisi dari ekonomi terpusat ke pasar sosialis, liberalisasi perdagangan dan investasi, reformasi sektor pertanian dan industri, serta integrasi global. Reformasi ekonomi di Vietnam terbukti berhasil, karena Vietnam telah menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang paling cepat di Asia Tenggara, dengan pertumbuhan GDP sebesar 3,23% per tahun (Trading Economics, 2023) -- lebih besar dari tetangga Asia Tenggara lainnnya.
Masalah apa yang dihadapi saat ini?
Reformasi institusional yang ada tentunya berjalan tidak sempurna, karena masih ada tantangan dan masalah yang dihadapi. Filipina dan Indonesia, misalnya, masih menghadapi tantangan dalam hal kebebasan berpendapat dan partisipasi politik yang lebih terbuka. Bila kita melihat data Indeks Demokrasi Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (2020), Indonesia mengalami kemerosotan dalam aspek kebebasan berpendapat, dengan berawal pada 83,97 persen pada tahun 2009, hingga terus menurun menjadi 56,06 persen pada tahun 2020.
Filipina di lain sisi juga mengalami masalah politik dinasti, di mana keluarga Marcos berhasil memperoleh kekuasaan. Sedangkan di Malaysia, masih ada kendala dalam hal perlindungan hak asasi manusia dan keterlibatan masyarakat sipil dalam proses kebijakan publik. Vietnam di lain sisi, tidaklah mengalami masalah yang signifikan dalam hal demokrasi. Ini dapat terjadi mengingat sistem pemerintahan Vietnam berbeda dari negara lain.
Menjawab sejauh mana langkah Indonesia pasca 25 tahun Reformasi
Secara umum, kita dapat menganggap bahwa Indonesia telah melangkah jauh dari kelamnya otoritarianisme, ataupun Krisis Ekonomi Asia sebagaimana yang terjadi dengan negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia telah berhasil dalam mengembangkan proses iteratif dan adaptif dalam menghadapi problema pasca-reformasi. Namun perlu diingat, masih terdapat kemunduran yang signifikan pada aspek kebebasan berpendapat di Indonesia. Tentunya hal terebut bukanlah situasi yang ideal untuk progres reformasi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar