Search This Blog

Potensi Penerimaan Cukai Minuman Berpemanis Kecil, Tak Sampai Rp 7 Triliun

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Potensi Penerimaan Cukai Minuman Berpemanis Kecil, Tak Sampai Rp 7 Triliun
Jan 12th 2025, 14:00, by Abdul Latif, kumparanBISNIS

Ilustrasi minuman teh kemasan. Foto: Prachana Thong-on/Shutterstock
Ilustrasi minuman teh kemasan. Foto: Prachana Thong-on/Shutterstock

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda memperkirakan, potensi penerimaan negara dari rencana kebijakan tarif cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) tidak sampai Rp 7 triliun.

Pasalnya, Huda melihat, dampak pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis relatif kecil terhadap penerimaan negara, tetapi lebih kepada pengendalian konsumsi di sektor kesehatan.

"Dampaknya relatif kecil terhadap penerimaan negara, tidak ada Rp 7 triliun potensi ke penerimaan negara," jelas Nailul Huda kepada kumparan, Minggu (12/1).

"Selama ini minuman berpemanis dalam kemasan memang menjadi penyakit yang belum ada kebijakan dalam mengontrol konsumsinya. Cukai MBDK bisa menjadi jawabannya," katanya.

Lebih lanjut, Huda berpendapat sebaiknya pemerintah menggunakan perhitungan tarif ad valorem progresif dengan besaran tarif mengikuti kandungan gula yang terdapat dalam MBDK.

Tarif ad valorem yaitu pajak yang didasarkan pada nilai suatu transaksi.

"Semakin tinggi tingkat kandungan gula maka semakin tinggi pula tarif yang diberikan kepada produsen MBDK," tutur Huda.

Ilustrasi laki-laki minum minuman manis. Foto: Shutterstock
Ilustrasi laki-laki minum minuman manis. Foto: Shutterstock

Di sisi lain, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani mengatakan, pemerintah mesti meng-exercise lebih lanjut terkait penerapan tarif cukai MBDK ini sebelum akhirnya diketok palu.

"Pemerintah mesti meng-exercise lebih lanjut tentang penerapan cukai minuman berpemanis ini," kata Ajib kepada kumparan, Minggu (12/1).

Kata dia, tujuan pemerintah memberikan tarif cukai di dalam MBDK harus jelas, apakah untuk mengisi kebutuhan budgeting/plot fiskal saja atau sekadar mengatur konsumsi minuman berpemanis di masyarakat.

"Kan ada 2 ukuran yang bisa dipakai pemerintah, satu apakah buat sekadar kebutuhan budgeting atau kebutuhan plot fiskal, sebenarnya kalau kita lihat dari 2024 target cukai itu overtarget, atau kedua untuk mengatur konsumsi minuman berpemanis, itu yang perlu dievaluasi," imbuhnya.

Jikalau tujuannya ingin mengatur dan berorientasi kepada kesehatan masyarakat, menurut Ajib hal itu sesuatu yang bagus.

"Jadi kalau tujuannya secara prinsip mengatur, dan orientasi kepada kesehatan masyarakat ya itu memang bagus," ucap Ajib.

Tetapi, kata dia dalam konteks perekonomian, di tahun 2025 sedang banyak disinsentif fiskal termasuk regulasi yang mulai berlaku, sebut saja kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, sistem inti administrasi perpajakan (coretax) yang baru, hingga adanya opsen pajak kendaraan bermotor.

"Dalam konteks ekonomi, sekarang ini kan lagi banyak disinsentif fiskal termasuk regulasi yang banyak mulai banyak berlaku di 2025 seperti PPN 12 persen, kemudian bicara coretax secara umum, kemudian opsen pajak kendaraan bermotor yang dikenakan kan rata-ratanya naik di daerah," jelas dia.

Menurutnya, pemerintah mesti sedikit menunggu waktu yang lebih tepat untuk mengenakan cukai atas Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), tak harus di semester II 2025.

Dalam kesempatannya, Ajib menjelaskan, sebetulnya dari sisi penerimaan, rencana cukai berpemanis tak terlalu signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kita belum ada kajian yang lebih detail tentang potensi penerimaannya. Tapi, sekitar 90 persen cukai ditopang oleh tembakau sebenarnya. Jadi lebih baik pemerintah fokus pada sektor penopang penerimaan cukai yang lebih signifikan," kata Ajib.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) akan berlaku mulai semester II 2025.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan penerimaan cukai ditargetkan naik tahun ini. Salah satu sumbernya dari pengenaan cukai MBDK.

Hal tersebut, kata dia, sudah tercantum dalam UU APBN 2025 sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Nantinya, pemerintah akan menyiapkan PP dan turunannya dalam bentuk PMK.

"MBDK itu direncanakan kalau sesuai jadwal semester II 2025. Perlu kita ingat di UU HPP, syarat barang kena cukai baru dicantumkan dalam UU APBN, kan sudah," ungkap Nirwala saat media briefing, Jumat (10/1).

Media files:
01hrxj696eaxgzq7bvaq3xm3p9.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar