Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya didakwa menerima suap Rp 4,6 miliar terkait vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur. Tak hanya itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi.
Hal itu disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/12).
Adapun ketiga Hakim PN Surabaya tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dalam persidangan, jaksa membeberkan rincian gratifikasi yang diduga diterima oleh masing-masing Hakim PN Surabaya tersebut. Berikut rinciannya:
Erintuah Damanik
Erintuah didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 608,8 juta. Berikut rinciannya:
Uang sebesar Rp 97.500.000 yang terdiri dari 332 lembar pecahan Rp 50.000 dan 809 lembar pecahan Rp 100.000;
Uang sebesar SGD 32.000 (setara Rp 381.495.680), yang terdiri dari 32 lembar pecahan SDG 1.000 yang tersimpan di dalam amplop putih; dan
Uang sebesar MYR 35.992,25 (setara Rp 129.857.050,64), yang terdiri dari 80 lembar pecahan MYR 100, 558 lembar pecahan MYR 50, 2 lembar pecahan MYR 20, 2 lembar pecahan MYR 10, 12 lembar pecahan MYR 1, 2 keping pecahan 10 sen Malaysia, dan 1 keping pecahan 5 sen Malaysia, yang seluruhnya tersimpan di dalam 1 buah tas handbag/clutch warna cokelat.
"Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku Hakim," ujar jaksa membacakan dakwaan terhadap Erintuah, Selasa (24/12).
Jaksa mengungkapkan bahwa uang tersebut disimpan oleh Erintuah Damanik di rumah dan di apartemennya.
Heru Hanindyo
Kemudian, Heru Hanindyo juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 835,5 juta. Berikut rinciannya:
Uang senilai Rp 104.500.000 (Rp 104,5 juta);
Uang senilai USD 18.400 (setara dengan Rp 298.206.960 atau Rp 298,2 juta);
Uang senilai SGD 19.100 (setara dengan Rp 227.859.944 atau Rp 227,8 juta);
Uang senilai ¥100.000 (setara dengan Rp10.318.000 atau Rp 10,3 juta);
Uang senilai €6000 (setara dengan Rp100.953.360 atau Rp 100,9 juta); dan
Uang tunai SR 21.715 (setara dengan Rp93.707.990,05 atau Rp 93,7 juta).
"Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku Hakim," kata jaksa.
Jaksa menyebut, uang yang diterima Heru Hanindyo tersebut disimpan dalam safe deposit box (SDB) di Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat dan di rumahnya.
Mangapul
Selain itu, Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 125,4 juta. Berikut rinciannya:
Uang senilai Rp 21.400.000;
Uang senilai USD 2.000 (setara dengan Rp 32.432.200 atau Rp 32,4 juta); dan
Uang senilai SGD 6.000 (setara dengan Rp71.601.900 atau Rp 71,6 juta).
"Terdakwa selama menjabat sebagai Hakim telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya yang disimpan di Apartemen Terdakwa Mangapul," ungkap jaksa.
Lebih lanjut, jaksa juga mengungkapkan bahwa ketiga Hakim PN Surabaya itu tidak melaporkan terkait penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Padahal, mereka mestinya melaporkan gratifikasi itu dalam rentang waktu 30 hari sejak menerima.
Selain itu, jaksa juga menyampaikan para Terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Karena perbuatannya, ketiga Hakim PN Surabaya tersebut didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar