Feb 18th 2023, 23:02, by Fadjar Hadi, kumparanNEWS
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti gugatan terhadap UU Pemilu yang saat ini sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi.
Sistem Pemilu dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 saat ini digugat ke MK oleh 6 orang karena dianggap bertentangan dengan UUD.
Para pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dengan partai politik.
Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili partai politik namun mewakili diri sendiri.
SBY menjelaskan, perkara yang saat ini sedang berjalan di MK adalah masalah fundamental. Jangan sampai hakim MK sampai salah dalam mengambil keputusan.
"Saya hanya ingin mengingatkan bahwa perkara besar yang tengah ditangani oleh MK ini adalah isu fundamental, hakikatnya salah satu "fundamental consensus" dalam perjalanan kita sebagai bangsa," kata SBY dikutip dari akun Facebooknya, Sabtu (18/2).
"Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," lanjut dia.
Eks Ketua Umum Partai Demokrat ini mengatakan, 'tidak ada yang tidak bisa diubah di negeri ini'. Konstitusi pun bisa saja diubah. Demikian juga sistem pemilu.
"Pendapat demikian tidaklah salah, dan saya pun amat mengerti," kata SBY.
SBY menjelaskan, hanya ingin mengingatkan kepada seluruh masyarakat.
Menurutnya, jika sebuah konstitusi, undang-undang dan juga sistem Pemilu hendak diubah; mengapa dan bagaimana semua itu diubah? Sebab sebagai bangsa yang maju dalam tatanan kehidupan yang baik, mesti mengedepankan pentingnya "what, why, how".
"Dalam perjalanan ke depan, negeri ini harus memiliki budaya untuk selalu mengedepankan "the power of reason". Begitulah karakter bangsa yang maju dan rasional," kata SBY.
Lebih jauh, SBY mengatakan permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya.
"Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa," ucap SBY.
Isu Hakim MK Sudah Bersikap Terkait Gugatan UU Pemilu
Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama PPATK di Gedung DPR, Senin (14/2). Namun, dalam rapat itu, mencuat isu beberapa hakim MK sudah bersikap terkait gugatan UU Pemilu yang saat ini sedang berjalan.
Mulanya, politikus Partai Demokrat, Benny K Harman, menyebut jelang Pemilu 2024, banyak dana yang digunakan oleh pihak tak dikenal untuk menunda pemilu.
"Pak Arsul (politikus PPP) ya, saya dengar dananya banyak sekali untuk penundaan pemilu, pakai dana untuk menunda pemilu banyak sekali dana-dana itu, yang tidak nampung lewat bank bisa langsung," lanjut dia.
Benny lalu menyinggung polemik gugatan sistem pemilu yang sedang berjalan di MK. Ia mendapat kabar sistem pemilu 2024 akan diubah menjadi tertutup.
Juru bicara MK Fajar Laksono menanggapi isu ini. Ia mengatakan, MK tidak mempermasalahkan opini termasuk isu yang beredar di masyarakat.
"Ada pihak menebak-nebak, menduga-duga ya, monggo saja," kata Fajar.
"Kita enggak bisa larang. Yang pasti, proses persidangan kan masih berjalan," tambah dia.
Fajar menuturkan, tak menampik MK menargetkan agar perkara ini segera diputus. Namun semua tergantung keputusan hakim.
Sementara Presiden Jokowi menepis bahwa dirinya memberikan arahan agar Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Saat ini, sistem pemilu dengan proporsional terbuka sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ndak, ndak, ndak, ndak, ndak. Saya bukan ketua partai," kata Jokowi di Ice BSD, Tangerang, Jumat (17/2).
Jokowi menuturkan, sebenarnya proporsional tertutup dan terbuka sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Ia pun mempersilakan setiap partai memilih sikap politiknya terhadap sistem pemilu tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar