Nov 4th 2023, 05:59, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS
Presiden Jokowi membeberkan kesempatan Indonesia melompat dari negara berkembang menjadi negara maju. Berita ini menjadi berita populer di kumparanBISNIS sepanjang Jumat (3/11).
Kabar lainnya yang ramai dibaca publik adalah soal permasalahan minyak sawit (CPO) yang tak ada habisnya dengan Uni Eropa. Berikut rangkumannya:
Jokowi Bicara RI Jadi Negara Maju
Presiden Jokowi kembali menekankan soal banyaknya potensi yang dimiliki Indonesia, dari mulai sumber daya alam hingga sumber daya manusia. Hal tersebut menurut dia menjadi sebuah kekuatan besar bangsa Indonesia.
Salah satunya adalah nikel. Dia mengatakan ingin Indonesia memiliki produk besar yang bisa masuk dalam rantai pasok global, yakni ekosistem Electric Vehicle (EV).
"Yang paling efisien itu diletakkan di mana kalau kita ingin membuat pabriknya? Seperti dulu memutuskan Freeport membangun smelter di Gresik atau Papua. Saya minta di Papua saat itu, tapi dihitung berat. Listriknya dari mana? Akhirnya diputuskan di Gresik. Inilah, karena negara seluas ini mengintegrasikan barang sulit, mengkonsolidasikan barang yang sulit," kata Jokowi dalam sambutannya di acara Kompas 100 CEO Forum di Kawasan IKN, Kamis (2/11).
Jokowi menuturkan untuk membangun ekosistem yang terintegrasi tersebut tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. Perlu dukungan berbagai pihak, terutama para investor dan pelaku usaha.
"Saya membayangkan bahwa kalau kita bisa mengintegrasikan tadi, lompatan itu akan terjadi dari negara yang kategorinya negara berkembang, masuk ke negara maju," ujarnya.
Menurut dia, kesempatan melompat dari negara berkembang menjadi negara maju tersebut ada dalam 3 kepemimpinan nasional ke depan. Hal itu juga menurut Jokowi yang sering disampaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/Organisation for Economic Co-operation and Development).
Dilema Sawit Indonesia
Uni Eropa akan memberlakukan benchmarking kepada negara yang ingin ekspor komoditas. Hal itu merupakan aturan turunan dari UU Anti-Deforestasi Uni Eropa (UEDR).
Adapun benchmarking nantinya akan terbagi menjadi tiga yakni, berisiko tinggi, sedang, dan rendah. Tidak hanya sawit saja yang terpengaruh dengan benchmarking ini melainkan juga komoditas lain, seperti kayu, karet, kopi, dan cokelat.
Eddy mengatakan, selalu akan ada saja aturan baru yang dikeluarkan Uni Eropa untuk komoditas Indonesia, terutama sawit dan akan menjadi tantangan bagi para pengusaha.
Apalagi, aturan benchmarking tersebut bisa membuat harga sawit Indonesia terus turun. Adapun saat ini harga CPO berada di kisaran USD 900 sampai 1.000 per Metrik Ton (MT).
"Ini yang akan menekan kita, 'eh kalian kan dari high risk country, harganya jangan segini dong' kan bisa tekan harga, nah itu yang khawatirkan kan, dan negara lain akan mengikuti benchmarking itu," jelas Eddy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar