Oct 26th 2024, 13:08, by Ema Fitriyani, kumparanBISNIS
Indonesia dikabarkan akan segera bergabung dengan BRICS, organisasi ekonomi hingga politik yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok (China), dan Afrika Selatan (South Africa).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rencana ini bisa membuat Indonesia semakin bergantung pada China.
Padahal tanpa BRICS dari sisi investasi dan perdagangan Indonesia, porsi China sudah sangat besar," kata Bhima dalam keterangannya, Sabtu (26/10).
Impor Indonesia dari China melonjak 112,6 persen dalam 9 tahun terakhir, dari USD 29,2 miliar di 2015 menjadi USD 62,1 miliar pada 2023. Sementara investasi dari China melonjak 11 kali di periode yang sama. Indonesia juga tercatat sebagai penerima pinjaman Belt and Road Initiative terbesar dibanding negara lainnya pada 2023,"
BRICS merupakan kelompok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok (China), dan Afrika Selatan (South Africa). Kelompok ini dibentuk untuk memperkuat kerja sama ekonomi, politik, dan budaya antara negara-negara anggotanya, serta untuk meningkatkan pengaruh mereka di kancah global.
Bhima menjelaskan, saat ini Indonesia masih memiliki sederet pekerjaan rumah. Mulai dari membenahi kerja sama Indonesia dengan China, kekhawatiran terjadi duplikasi pada kerja sama bilateral dengan China, juga proyek-proyek yang didanai pemerintah dan swasta China di Indonesia yang menimbulkan berbagai persoalan terutama segi lingkungan hidup dan tenaga kerja.
Dia juga menyoroti berulang kalinya kecelakaan kerja yang terjadi di PT Indonesia Morowali Industrial Park atau IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah. Dia melihat hal ini menunjukkan standarisasi dan pengawasan proyek investasi China masih lemah.
Hal ini menurut dia bertolak belakang dengan keinginan Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah komoditas secara berkualitas. Artinya, ada kewajiban menyelaraskan investasi yang lebih berkualitas. Diversifikasi asal investasi yang bisa membantu Indonesia naik kelas merupakan strategi utama.
Ketergantungan pada China juga membuat perekonomian lebih rapuh. Di saat ekonomi China diproyeksikan menurun 3,4 persen dalam 4 tahun ke depan berdasarkan World Economic Outlook IMF, terdapat kekhawatiran dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS justru melemahkan kinerja perekonomian.
"Kondisi ini idealnya direspons dengan penguatan diversifikasi negara mitra diluar China bukan malah masuk menjadi anggota BRICS," terang Bhima.
Belum Ada Urgensi
Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur China-Indonesia Desk, Celios juga melihat saat ini belum ada urgensi Indonesia untuk bergabung dengan forum BRICS. Sebab, keberadaan China dalam grup tersebut dikhawatirkan mempengaruhi independensi Indonesia dalam bersikap di berbagai isu krusial.
"Salah satunya merespons manuver China di kawasan Laut China Selatan," tutur Zulfikar.
Di sisi lain, negara anggota BRICS seperti China dan India memiliki konfrontasi yang intens di tiga wilayah perbatasan kedua negara meliputi, Himachal Pradesh, Uttarakhand, dan Arunachal Pradesh.
Menurut Zulfikar, konflik tersebut berpotensi mengganggu stabilitas hubungan China dan India, dan secara bersamaan juga akan mempengaruhi kemitraan dalam aliansi BRICS.
Peneliti Celios, Yeta Purnama juga turut bersuara mengenai hal ini, dia menyoroti fenomena masuknya kapal China membuat heboh masuk ke wilayah yurisdiksi di Natuna Utara, bersamaan dengan gelaran Pelantikan Presiden Indonesia.
"Dan belum ada tanggapan langsung dari Presiden Indonesia terkait isu tersebut, ini menjadi sebuah bukti bahwa pemerintah tengah bimbang bersikap di tengah keinginan bergabung ke BRICS," kata Yeta.
Yeta memandang, keputusan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS juga akan berpotensi mempengaruhi aksesi Indonesia ke Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Sebab, bergabung dengan BRICS menyebabkan peluang Indonesia untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan bermitra dengan grup tersebut akan semakin mengecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar