Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yakin lifting minyak Indonesia bisa naik sebesar 200.000 barel per hari (bph). Namun ada beberapa catatan yang menyertainya.
Bahlil mengatakan cara meningkatkan lifting minyak secara efektif adalah intervensi teknologi, salah satunya Enhanced Oil Recovery (EOR) di sumur-sumur produksi.
Berdasarkan diskusinya bersama PT Pertamina (Persero) dan SKK Migas, Bahlil mengatakan intervensi teknologi di sumur produksi itu bisa meningkatkan hingga 20 persen dari total lifting minyak Indonesia saat ini.
SKK Migas mencatat realisasi lifting minyak Indonesia hingga semester I 2024 mencapai 576 ribu bph, sementara target lifting minyak sesuai APBN 2024 sebesar 635 ribu bph.
"Kalau diintervensi dengan teknologi, itu bisa meningkatkan 20 persen dari total lifting kita sekarang. Artinya kalau hanya 600 ribu kali 20 persen, itu kan bisa dapat 120 ribu barel," ungkap Bahlil saat BNI Investor Daily Summit 2024, Rabu (9/10).
Bahlil melanjutkan, Indonesia sudah menjajaki kerja sama dalam intervensi teknologi di hulu migas ini. Untuk program EOR sendiri, pemerintah sudah menggandeng Amerika Serikat (AS) dan China.
Dengan strategi tersebut pula, dia yakin kinerja lifting minyak Indonesia bisa semakin moncer. Sehingga bisa menahan laju penurunan alamiah (natural decline) imbas sumur-sumur yang sudah tua.
"Target kami adalah ke depan, kita bisa menambah sekitar 200 ribu barel dengan catatan," tegas Bahlil.
Bahlil mengatakan catatan pertama adalah optimalisasi sumur-sumur migas yang idle. Dia mencatat saat ini ada 16.433 sumur yang aktif berproduksi dan 16.990 sumur idle yang tidak berproduksi. Dari total sumur idle itu, ternyata masih ada 4.500 sumur yang berportensi memiliki kandungan hidrokarbon.
Catatan kedua, lanjut Bahlil, adalah mengoptimalkan sumur yang ada dengan intervensi teknologi. Kemudian yang ketiga adalah segera melakukan eksplorasi yang masih terkendala birokrasi.
"Masalahnya adalah eksplorasi hulu migas itu izinnya minta ampun. Dulunya itu ada 329 izin, sekarang sudah dipangkas-pangkas, tinggal kurang lebih 150 atau 100-200 izin lagi," kata Bahlil.
Untuk memperbaiki masalah itu, Bahlil menuturkan Kementerian ESDM memutuskan melakukan revisi berbagai aturan yang menghambat untuk percepatan perizinan.
"Kami ingin tidak lebih dari satu tahun untuk izin-izin eksplorasi daerah dan pusat, itu sudah harus selesai. Langkahnya sudah disiapkan," ujar Bahlil.
Saat ini, ada dua skema kontrak bagi hasil (Production Cost Sharing/PSC), yakni cost recovery dan gross split. Bahlil menyebutkan, khusus skema gross split, terdapat 29 item persyaratan yang menyulitkan kontraktor.
"Maka saya pangkas dari 29 syarat, menjadi 5 syarat, dan sekarang begitu saya berubah itu, gross splitnya, sekarang sudah ada 5 perusahaan yang mau memanfaatkan fasilitasnya. Ini memang terobosan yang agak gila-gila dikit," tutur Bahlil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar