Jul 30th 2023, 06:55, by Tim kumparan, kumparanNEWS
Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur, mengajukan pengunduran diri usai Pimpinan KPK menyalahkan tim penyelidik yang melakukan OTT Pejabat Basarnas. Perkaranya adalah karena dua orang yang terkena OTT tersebut, Kepala Basarnas RI Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas, berstatus TNI aktif.
Hal itu dipersoalkan oleh TNI karena mereka menilai, menurut Undang-Undang, yang semestinya mengusut pidana anggota TNI aktif adalah TNI.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, kemudian meminta maaf ke TNI dan menyebut tim penyelidik KPK khilaf dalam OTT tersebut. Sebab menangkap anggota TNI aktif yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yang seharusnya dilakukan oleh TNI.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (28/7).
Beberapa jam usai pernyataan tersebut, Brigjen Asep dikabarkan langsung mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK sekaligus plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Eks penyidik senior KPK, Herbert Nababan, menilai pengunduran diri ini tak tepat karena yang lebih layak mundur adalah Firli Bahuri dkk.
"Yang layak dan harus mundur adalah Pimpinan KPK karena terlihat sangat tidak bertanggung jawab dan malah menyalahkan anak buah atas apa yang Pimpinan KPK perintahkan," kata Herbert kepada wartawan, Sabtu (29/7).
Menurut dia, penyelidik dan penyidik KPK bergerak atas perintah Pimpinan KPK. Setiap surat perintah penyelidikan maupun penyelidikan KPK berdasarkan tanda tangan Pimpinan KPK sehingga seharusnya yang bertanggung jawab adalah Pimpinan KPK.
Ia menyebut bahwa saat KPK dalam polemik karena OTT Basarnas, Firli malah berada di Manado meresmikan GOR badminton. Untuk itu, ia pun berharap Asep mengurungkan niatnya untuk mundur.
"Karena jika mundur maka perkara OTT Basarnas bisa terbengkalai proses penegakan hukumnya," ucap Herbert.
Pengunduran diri Asep Guntur juga ditentang para pegawai Kedeputian Penindakan KPK. Mereka mengirimkan email ke Pimpinan KPK dan Dewas untuk memprotes pengunduran diri Asep Guntur.
Berikut isi salinan surat tersebut yang kumparan dapatkan:
Penjelasan Febri Diansyah: Ini Masalah Kompleks
Pangkal masalah ini adalah saat Kabasarnas Henri Alfiandi yang berstatus anggota TNI ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK. Penetapan ini diprotes oleh TNI yang menilai wewenang untuk menetapkan status tersangka untuk anggota aktifnya ada pada mereka, bukan lembaga lain.
Eks Jubir KPK, Febri Diansyah, pun menilai ada berbagai aturan hukum yang bisa dijadikan dasar saat memproses hukum anggota TNI. Salah satunya, termuat dalam Pasal 11 dan Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam Pasal 11 disebutkan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Sementara, disebutkan dalam Pasal 42, KPK juga berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
"Tapi ya enggak jelas juga, apa KPK berwenang tangani TNI aktif. Karena di Pasal 42 kewenangan KPK mengendalikan & mengkoordinasikan," kata Febri saat berbincang dengan kumparan, Sabtu (29/7).
"Tapi di Pasal 11 disebut KPK berwenang menangani Penyelenggara Negara (PN). Apakah TNI termasuk PN? Jawabannya lagi-lagi enggak cukup di sini," imbuhnya.
Febri kemudian merujuk pada Pasal 65 Ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur bahwa prajurit TNI tak hanya tunduk pada Peradilan Militer, melainkan juga Peradilan Umum. Sedangkan Peradilan Militer yang dimaksud dalam aturan itu masih merujuk pada UU Nomor 31 Tahun 1997.
"Pasal 65 tadi tetap digantungkan pemberlakuannya pada UU Peradilan Militer. Setahu saya sampai saat ini masih menggunakan UU Nomor 31 Tahun 1997. Terminologinya masih ABRI di UU tersebut. Dugaan saya karena UU ini, maka muncul tafsir harus diproses oleh struktur di TNI," jelas Febri.
Ada satu jalan yang menurut Febri mesti diambil ketika KPK hendak menetapkan tersangka dari TNI, yakni koneksitas. Hanya saja, belum ada aturan mengenai KPK yang bisa menerapkan koneksitas.
"Apakah KPK bisa menerapkan koneksitas seperti Kejaksaan? Ini akan jadi debat hukum lagi, karena hanya di UU Kejaksaan hal tersebut diuraikan secara eksplisit," tuturnya.
KPK Tak Terbitkan Sprindik, Kasus Diberikan ke TNI
Dalam kasus ini, ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu: Kepala Basarnas RI, Marsdya TNI Henri Alfiandi; Koorsmin Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto ; Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati); Marilya selaku Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati); dan Roni Aidil selaku Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama).
Karena Henri dan Afri adalah anggota aktif TNI, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pihaknya tidak menerbitkan sprindik atas kedua orang tersebut. Nantinya, kata Alex, secara administratis yang akan menerbitkan sprindik dan menetapkan tersangka untuk Henri dan Afri adalah TNI.
"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," ujar dia.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik atau penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex.
Ketua KPK Firli Bahuri juga menyebut saat mengusut kasus ini pihaknya sudah melibatkan POM TNI sejak awal. Termasuk untuk mengikuti gelar perkara sampai penetapan status perkara dan status hukum pihak terkait.
"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," ujar Firli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar