Search This Blog

Ramai Tekanan Pimpinan KPK Mundur Terkait OTT Basarnas

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Ramai Tekanan Pimpinan KPK Mundur Terkait OTT Basarnas
Jul 30th 2023, 06:55, by Tim kumparan, kumparanNEWS

Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan

Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur, mengajukan pengunduran diri usai Pimpinan KPK menyalahkan tim penyelidik yang melakukan OTT Pejabat Basarnas. Perkaranya adalah karena dua orang yang terkena OTT tersebut, Kepala Basarnas RI Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas, berstatus TNI aktif.

Hal itu dipersoalkan oleh TNI karena mereka menilai, menurut Undang-Undang, yang semestinya mengusut pidana anggota TNI aktif adalah TNI.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, kemudian meminta maaf ke TNI dan menyebut tim penyelidik KPK khilaf dalam OTT tersebut. Sebab menangkap anggota TNI aktif yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yang seharusnya dilakukan oleh TNI.

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (28/7).

Beberapa jam usai pernyataan tersebut, Brigjen Asep dikabarkan langsung mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK sekaligus plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.

Mantan Penyidik Senior KPK 2005-2021, Herbert Nababan. Foto: Dok. Istimewa
Mantan Penyidik Senior KPK 2005-2021, Herbert Nababan. Foto: Dok. Istimewa

Eks penyidik senior KPK, Herbert Nababan, menilai pengunduran diri ini tak tepat karena yang lebih layak mundur adalah Firli Bahuri dkk.

"Yang layak dan harus mundur adalah Pimpinan KPK karena terlihat sangat tidak bertanggung jawab dan malah menyalahkan anak buah atas apa yang Pimpinan KPK perintahkan," kata Herbert kepada wartawan, Sabtu (29/7).

Menurut dia, penyelidik dan penyidik KPK bergerak atas perintah Pimpinan KPK. Setiap surat perintah penyelidikan maupun penyelidikan KPK berdasarkan tanda tangan Pimpinan KPK sehingga seharusnya yang bertanggung jawab adalah Pimpinan KPK.

Ia menyebut bahwa saat KPK dalam polemik karena OTT Basarnas, Firli malah berada di Manado meresmikan GOR badminton. Untuk itu, ia pun berharap Asep mengurungkan niatnya untuk mundur.

"Karena jika mundur maka perkara OTT Basarnas bisa terbengkalai proses penegakan hukumnya," ucap Herbert.

Asep Guntur, Direktur Penyidikan KPK. Foto: Hedi/kumparan
Asep Guntur, Direktur Penyidikan KPK. Foto: Hedi/kumparan

Pengunduran diri Asep Guntur juga ditentang para pegawai Kedeputian Penindakan KPK. Mereka mengirimkan email ke Pimpinan KPK dan Dewas untuk memprotes pengunduran diri Asep Guntur.

Berikut isi salinan surat tersebut yang kumparan dapatkan:

Yth. Pimpinan KPK cq. Dewas KPK
Bersama dengan email ini, kami atas nama pegawai KPK khususnya yang berada di bawah naungan Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, menyikapi merebaknya isu pengunduran diri Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu selaku Plt. Deputi Penindakan KPK dan Direktur Penyidikan KPK.
Kami menyatakan tetap memberikan dukungan kepada Brigjen Asep Guntur Rahayu untuk bertahan dan berkarya bersama dengan kami dalam pemberantasan korupsi melalui lembaga KPK yang kita jaga dan banggakan bersama.
Brigjen Asep Guntur Rahayu merupakan senior, abang, dan orang tua kami di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Brigjen Asep Guntur senantiasa memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan kepada kami yang seringkali menemui hambatan dan kesulitan dalam bertugas bahkan beliau sering memberikan solusi jitu untuk keluar dan survive dari masalah yang dihadapi baik di lapangan yang meliputi teknis dan taktis maupun direktif melalui kebijakan strategis yang beliau kuasai dan ditularkan kepada bawahannya secara tulus dan ikhlas.
Seperti yang diketahui bersama, pada April 2023, atas amanah dan kepercayaan yang diberikan oleh negara melalui Pimpinan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu ditunjuk menjadi Plt (pelaksana tugas) Deputi Peninddakan dan Eksekusi sampai dengan ada pejabat definitif yang mengisi jabatan tersebut. Beliau bukan meminta atas jabatan tersebut kepada negara ataupun Pimpinan KPK karena beliau sadar betul konsekuensi apa saja yang akan dihadapinya di dalam jabatan tersebut sekalipun pelaksana tugas.
Dalam dua hari terakhir ini, baik publik maupun pegawai KPK dikagetkan dengan pemberitaan atas 3 (tiga) peristiwa yang kontradiktif dan regresif, yaitu:
1. Pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2023 pukul 19.30 WIB, salah satu wakil ketua KPK yaitu Sdr. Alex Marwatta mengumumkan kepada publik bahwa Kabasarnas menjadi Tersangka atas kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas berikut tersangka lainnya baik swasta maupun oknum militer.
Pada momen ini, terjadi suatu kebanggaan dan pujian serta dukungan baik oleh publik maupun internal KPK atas capaian prestasi dalam pengungkapan kasus korupsi.
2. Pada hari Jumat tanggal 28 Juli 2023, salah satu wakil ketua KPK yaitu Sdr. Johanis Tanak melakukan press conference dan menyampaikan kepada media dan wartawan yang meliput bahwa tim penyelidik KPK "khilaf" dan "lupa" dalam melakukan tangkap tangan terhadap oknum TNI aktif.
Pada momen ini, terjadi suatu kebingungan dan keheranan serta tanda tanya besar baik di kalangan publik maupun internal KPK atas apa alasan dan hal yang melatar belakangi pernyataan Sdr. Johanis Tanak tersebut.
3. Pada hari Jumat tanggal 28 juli 2023, tidak beberapa lama pasca kejadian kedua, beredar pemberitaan di media yang bisa diakses publik yaitu terkait adanya pengunduran diri Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu selaku Plt. Deputi Penindakan KPK sekaligus Direktur Penyidikan KPK di mana seluruh tanggung jawab atas perkara Basarnas seolah-olah hanya di tangan dan keputusan beliau seorang.
Pada momen ini, terjadi suatu hal mengagetkan dan mengecewakan baik di kalangan publik maupun internal KPK. Di kalangan publik yang awam, tentu muncul serangkaian prasangka negatif dan pertanyaan retoris bahkan sinis atas peristiwa tersebut, sedangkan di kalangan internal KPK khususnya pegawai dan lebih khususnya lagi pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, terjadi demoralisasi dan mosi tidak percaya dengan kredibilitas serta akuntabilitas pimpinan KPK yang seakan lepas tangan, cuci tangan bahkan mengkambinghitamkan bawahan.
Sebagai output atas tiga peristiwa di atas, kami sebagai "grass root" di tubuh penindakan KPK sangat prihatin atas pernyataan salah satu pimpinan KPK yang terkesan menyalahkan petugas/tim lapangan atas hasil kerja kerasnya yang telah bersusah payah mengorbankan keselamatan diri, waktu, tenaga dan pikiran untuk mengharumkan nama KPK sebagai salah satu lembaga pemberantas korupsi terbaik dan berintegritas di negeri ini. Beberapa pertanyaan tumbuh dalam benak kami:
1) Bukankah penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspose perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yg menganut asas collective colegial?
2) Mengapa kami yang bekerja dengan segala daya upaya dan keselamatan kami jadi taruhan namun kami juga yang menjadi pihak yang disalahkan?
3) Apakah pantas seorang pimpinan lembaga sebesar KPK yang dipercaya publik mengeluarkan statement seperti itu?
Atas dasar hal tersebut, kami memohon dan meminta dengan hormat kepada Pimpinan KPK selaku pengayom, pembina dan atasan kami untuk dilakukan audiensi dengan pimpinan KPK pada hari Senin tanggal 31 Juli 2023 pada tempat yang kondusif dan waktu yang menyesuaikan kesediaan pimpinan.
Adapun tuntutan kami adalah sebagai berikut:
a) Permohonan maaf dari pimpinan kepada publik, lembaga KPK dan pegawai KPK;
b) Meralat pernyataan yang telah disampaikan kepada publik dan media; dan
c) Pengunduran diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK maupun pegawai KPK.
Mengingat urgensinya audiensi tersebut, besar harapan kami untuk pelaksanaannya tidak ditunda dengan alasan apapun terlebih terkait dengan kepercayaan publik yang perlu dijaga dan bussiness process pada penyidikan perkara korupsi suap di Basarnas.
Demikian email kami, besar harapan kami untuk permohonan audiensi kami dengan pimpinan KPK dapat dijembatani dan direalisasikan.
Salam,
Pegawai KPK pada Kedeputian Penindakan KPK.

Penjelasan Febri Diansyah: Ini Masalah Kompleks

Pengacara Putri Candrawati, Febri Diansyah memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (28/9/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pengacara Putri Candrawati, Febri Diansyah memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (28/9/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Pangkal masalah ini adalah saat Kabasarnas Henri Alfiandi yang berstatus anggota TNI ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK. Penetapan ini diprotes oleh TNI yang menilai wewenang untuk menetapkan status tersangka untuk anggota aktifnya ada pada mereka, bukan lembaga lain.

Eks Jubir KPK, Febri Diansyah, pun menilai ada berbagai aturan hukum yang bisa dijadikan dasar saat memproses hukum anggota TNI. Salah satunya, termuat dalam Pasal 11 dan Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam Pasal 11 disebutkan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Sementara, disebutkan dalam Pasal 42, KPK juga berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

"Tapi ya enggak jelas juga, apa KPK berwenang tangani TNI aktif. Karena di Pasal 42 kewenangan KPK mengendalikan & mengkoordinasikan," kata Febri saat berbincang dengan kumparan, Sabtu (29/7).

"Tapi di Pasal 11 disebut KPK berwenang menangani Penyelenggara Negara (PN). Apakah TNI termasuk PN? Jawabannya lagi-lagi enggak cukup di sini," imbuhnya.

Febri kemudian merujuk pada Pasal 65 Ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur bahwa prajurit TNI tak hanya tunduk pada Peradilan Militer, melainkan juga Peradilan Umum. Sedangkan Peradilan Militer yang dimaksud dalam aturan itu masih merujuk pada UU Nomor 31 Tahun 1997.

"Pasal 65 tadi tetap digantungkan pemberlakuannya pada UU Peradilan Militer. Setahu saya sampai saat ini masih menggunakan UU Nomor 31 Tahun 1997. Terminologinya masih ABRI di UU tersebut. Dugaan saya karena UU ini, maka muncul tafsir harus diproses oleh struktur di TNI," jelas Febri.

Ada satu jalan yang menurut Febri mesti diambil ketika KPK hendak menetapkan tersangka dari TNI, yakni koneksitas. Hanya saja, belum ada aturan mengenai KPK yang bisa menerapkan koneksitas.

"Apakah KPK bisa menerapkan koneksitas seperti Kejaksaan? Ini akan jadi debat hukum lagi, karena hanya di UU Kejaksaan hal tersebut diuraikan secara eksplisit," tuturnya.

KPK Tak Terbitkan Sprindik, Kasus Diberikan ke TNI

Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) kasus Basarnas dibawa KPK. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) kasus Basarnas dibawa KPK. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan

Dalam kasus ini, ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu: Kepala Basarnas RI, Marsdya TNI Henri Alfiandi; Koorsmin Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto ; Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati); Marilya selaku Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati); dan Roni Aidil selaku Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama).

Karena Henri dan Afri adalah anggota aktif TNI, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pihaknya tidak menerbitkan sprindik atas kedua orang tersebut. Nantinya, kata Alex, secara administratis yang akan menerbitkan sprindik dan menetapkan tersangka untuk Henri dan Afri adalah TNI.

"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," ujar dia.

"Saya tidak menyalahkan penyelidik atau penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex.

Ketua KPK Firli Bahuri juga menyebut saat mengusut kasus ini pihaknya sudah melibatkan POM TNI sejak awal. Termasuk untuk mengikuti gelar perkara sampai penetapan status perkara dan status hukum pihak terkait.

"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," ujar Firli.

Media files:
01gz13vhhme5ped9mf3r7jdgm3.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts