Feb 27th 2023, 18:29, by Adam Andriantama Bayu Aji, Adam Andriantama Bayu Aji
Dewasa ini ilmu pengetahuan terus berkembang dan tidak pernah menemukan titik stagnansi. Hal ini dipengaruhi oleh sifat manusia yang selalu menginginkan kemajuan. Kemajuan ilmu pengetahuan akan beriringan dengan kemajuan peradaban manusia.
Bukti nyata dari majunya ilmu pengetahuan adalah perkembangan teknologi yang telah terjadi hampir diseluruh penjuru dunia. Hal tersebut sangat nampak jelas.
Itu dapat dilihat terutama pada perkembangan informasi dan internet yang didukung juga dengan kemajuan alat elektronik (gadget) sebagai benda utama untuk menikmati teknologi informasi dan internet. Kemajuan telah menyebabkan terbentuknya peradaban baru bagi manusia dan membuat dunia menjadi tidak terbatas.
Bagi penulis, hal ini justru mengkhawatirkan apabila masyarakat Indonesia belum siap secara pengetahuan. Sebab, kasus-kasus mengenai kebocoran dan/atau penyalahgunaan data pribadi sudah banyak terjadi dan bahayanya karena sebagian besar penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan internet.
Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Pada periode 2021-2022, tercatat penduduk yang terkoneksi dengan internet sebanyak 210.026.769 juta jiwa dari total populasi 272.682.600 juta jiwa penduduk Indonesia. Atau dalam persentase mencapai 77,2 persen.
Kemudian, meskipun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi secara prinsip dan ancaman sanksi sudah cukup ideal untuk sebuah pengaturan perlindungan data. Ternyata masih sama, tantangan mengenai mengenai jaminan keamanan atas data pribadi belum bisa terjawab.
Hal tersebut dikarenakan belum adanya peraturan turunan yang berisi teknis untuk melindungi data pribadi. Berdasarkan amanat dalam UU tersebut, penyelenggara pelindungan data pribadi adalah lembaga yang dibentuk oleh presiden.
Adapun lembaga tersebut diberikan wewenang penting untuk melakukan penyusunan strategi dan pengawasan pelindungan data pribadi dan juga sebagai penerima aduan dan/atau laporan serta tugas teknis lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah.
Namun hingga artikel ini terbit, lembaga sebagaimana yang termaktub dalam UU tersebut belum juga dibentuk oleh Presiden. Sehingga kepastian atas jaminan data pribadi seperti sebuah angan-angan belaka.
Sebab, sistem teknologi yang terus berjalan namun tidak ada pelindungan data pribadi yang pasti, maka akan berpotensi membentuk ancaman bagi data pribadi masyarakat yang terdaftar dalam berbagai perusahaan e-commerce maupun bank.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi pada Tahun 2021 tersebut, memiliki kesimpulan bahwa e-wallet dan rekening bank sebagai produk yang dianggap rentan mengalami kebocoran data.
Dengan hasil persentase responden melalui penelitian yang dilakukan melalui daring oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi, yaitu e-wallet 36,6 persen, rekening bank 30,2 persen, internet banking 21,0 persen, mobile banking 20,6 persen, ATM banking 20,5 persen, kartu kredit 16,3 persen, dan SMS banking 12,3 persen.
Sehingga permasalahan teknis mengenai data pribadi harus setara ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Karena salah satu upaya untuk memberikan jaminan dan kepastian atas pelindungan data pribadi adalah melalui kebijakan-kebijakan yang dibentuk sesuai dengan prinsip dan kebutuhan realitas yang terjadi di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar