Jun 16th 2023, 17:43, by Muhammad Rangga Aditya Irsat, Muhammad Rangga Aditya Irsat
Birokrasi dikatakan sudah berintegritas merupakan birokrasi yang sudah menerapkan dan menjalankan aturan-aturan yang telah diterapkan dan tentunya harus diawasi dan diambil alih oleh atasan, serta memiliki aparatur-aparatur yang memiliki dedikasi tinggi dan juga berintegritas dalam hal menaati aturan yang telah dibuat.
Profesionalitas dalam birokrasi ini sangat dibutuhkan karena saat ini apalagi sekarang kita hidup di era globalisasi yang mana semua serba instan, tentunya ini tantangan atau bisa kita bilang dengan ancaman yang akan membuat struktur kenegaraan menjadi rusak, dan juga bisa menyebabkan penderitaan yang sangat menderita untuk masyarakat terkhususnya di Indonesia negara tercinta.
Integritas adalah bentuk gambaran diri manusia yang akan menunjukkan konsistensi antara ucapan dengan keyakinan yang mana itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang memiliki integritas dalam dirinya akan berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara sehingga perilaku dan tindakannya sesuai dengan apa yang keluar dari mulutnya.
Integritas seseorang bisa terlihat ketika dia mendapatkan keinginannya, seperti jabatan, wanita, harta, keluarga, uang, dan hal-hal "menggoda" lainnya. Socrates menyebutkan "dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-bunga atau berduri-duri." Jadi, anda adalah apa yang anda pikirkan. Pikiran senang membuat anda senang, berpikiran tidak bisa membuat anda tidak bisa. Pikiran bisa membuat anda bisa dan pikiran berani membuat anda berani.
Ketika membicarakan birokrasi yang katanya "berintegritas", terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada demokrasi kita yang mana secara etimologi, birokrasi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu Sistem Pemerintahan. Dalam menjalankan sistem pemerintahan, aktor-aktor birokrasi yang disebut dengan birokrat melaksanakan tugas mereka berdasarkan SOP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjadi birokrat, mereka sudah seharusnya memiliki keahlian dan juga tingkat pendidikan yang dibutuhkan di tiap struktur pemerintahan tak hanya dari segi akademik, tetapi para birokrat ini juga harus memiliki integritas yang tinggi untuk melaksanakan tugas dan yang paling penting bisa untuk menghindar dari yang namanya KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Dalam setiap sistem birokrasi, selalu memiliki seseorang yang ditunjuk atau yang dipilih secara langsung oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin yang bisa "dipercaya" dan memperhatikan seluruh masyarakatnya.
Namun, pada praktiknya ada saja yang dilakukan oleh para birokrat yang tidak sesuai dengan kewajiban mereka, seperti praktik kolusi dan nepotisme. Dalam praktiknya, banyak tindakan para birokrat yang mencoreng arti dari sebuah birokrasi sendiri seperti praktik kolusi dan nepotisme yang dilakukan, baik secara sadar maupun secara tidak sadar. Contoh praktik kolusi seperti pengadaan barang kantor melalui broker/perantara untuk menang dalam pengadaan barang tersebut, dan praktik nepostisme seperti pembagian kekuasaan yang dibagi melaui sistem kekerabatan dan berdasarkan garis darah.
Dalam Pasal 1 Ayat 4 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, kolusi merupakan: "Permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara Negara atau pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara". Sejalan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kolusi merupakan persekongkolan rahasia untuk maksud atau tujuan yang tidak terpuji.
Sedangkan nepotisme Dalam Pasal 1 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dijelaskan bahwa: "Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara".
Sejalan dengan itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Nepotisme diartikan sebagai kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat, di lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, banyak dampak dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) ini yang membuat integritas dari birokrasi bisa rusak karena terus menerus dipraktikkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Dengan banyaknya praktik "kejahatan" yang ada pada birokrasi sendiri membuat "kejahatan" itu menjadi sebuah budaya yang tentunya budaya politik yang "rusak", karena seperti yang kita ketahui Indonesia telah mengalami beberapa pergantian kepala negara dan juga diklasifikasikan menjadi tiga masa atau era.
Dari masa Orde Lama sampai saat sekarang ini sudah terjadi yang nama praktik "kejahatan" yang dilakukan oleh birokrat "kepercayaan masyarakat" yang juga banyak dibahas dalam artikel-artikel, tulisan, jurnal dan lain-lain yang bisa kita cari serta lihat secara saksama.
Oleh karena itu, untuk meyakini bahwa birokrasi di Indonesia ini mempunyai "Integritas" perlu dilakukan evaluasi secara besar-besaran. Tentunya itu tidak mudah karena pada dasarnya butuh komitmen yang jelas dari para aktor-aktor birokrat ini untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan SOP dan aturan yang ada.
Dengan itu bisa saja sedikit mengurangi praktik-praktik "kejahatan" yang terjadi dalam birokrasi serta memulai untuk menghilangkan budaya politik yang "buruk" pada sistem pemerintahan di Indonesia dengan memberikan pemahaman yang meningkatkan integritas dan kinerja yang tinggi dari para calon aktor-aktor birokrat ke depannya untuk bangsa Indonesia. Adanya fakta-fakta tersebut, dapat dianalisis bahwa area reformasi birokrasi mengenai pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur yang seharusnya berintegritas dan meningkatkan kinerja aparatur yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar