Aug 26th 2023, 17:56, by Pandangan Jogja Com, Pandangan Jogja
Rifka Annisa, Women's Crisis Center tertua di Indonesia merayakan ulang tahunnya yang ke-30 pada Sabtu (26/8) di Kantor Rifka Annisa. Rifka Annisa adalah LSM yang aktif dalam kegiatan-kegiatan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Direktur Rifka Annisa, Indiah Wahyu Andari, mengatakan bahwa dalam perjalanan Rifka Annisa selama 30 tahun ternyata kasus kekerasan terhadap perempuan belum mengalami penurunan secara signifikan.
Prevalensi kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia menurut dia cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir.
Pada tahun 2013, riset berbasis populasi yang dilakukan Rifka Annisa menemukan bahwa satu dari empat perempuan (27 persen) mengalami kekerasan fisik atau seksual dari suaminya.
Riset yang dilakukan Rifka Annisa bersama UNWomen pada 2012 di tiga wilayah, Purworejo, Jakarta, dan Papua, dengan menggunakan perspektif laki-laki juga menemukan angka yang serupa. Sebanyak 25,7 sampai 60 persen laki-laki mengaku pernah melakukan kekerasan fisik dan atau seksual.
Data BPS pada tahun 2017 justru menunjukkan bahwa satu dari tiga perempuan usia 15 sampai 64 tahun di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan.
"Selama rentang lebih dari 10 tahun, data prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan ini terlihat tidak mengalami penurunan yang signifikan meskipun berbagai intervensi telah dilakukan oleh berbagai kalangan," kata Indiah dalam konferensi pers ulang tahun Rifka Annisa, Sabtu (26/8).
Padahal, jumlah lembaga layanan bagi korban kekerasan saat ini telah meningkat secara eksponensial. Setidaknya ada 59 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Anak di daerah (37 di tingkat kabupaten/kota dan 22 di tingkat provinsi). Selain itu, sudah lahir juga ratusan lembaga layanan, berbagai komunitas di tingkat desa, dan terdapat sekitar 100 lembaga layanan tergabung dalam Forum Pengada Layanan di Indonesia.
"Berbagai instrumen kebijakan dari tingkat nasional sampai dengan desa juga telah tersedia, termasuk dukungan anggaran yang cukup besar," lanjutnya.
Ada beberapa hal yang menurut Indiah membuat angka kekerasan terhadap perempuan ini cenderung stagnan dalam beberapa dekade terakhir.
Dari puluhan dokumen laporan program di berbagai daerah di Indonesia yang dianalisis oleh Rifka Annisa, beberapa hal yang jadi penghambat penghapusan kekerasan terhadap perempuan karena program-program yang ada belum memadai baik terkait cakupan wilayah maupun anggaran.
"Ini sangat mempengaruhi, ketika anggaran tidak jadi prioritas cakupan wilayahnya juga jadi terbatas," ujarnya.
Selain itu, intervensi dari program-program tersebut juga tidak menyentuh pada akar masalah, bahkan banyak program yang terhambat oleh faktor-faktor kultural. Ada juga beberapa program yang intervensinya berjangka pendek dan hanya sekali jalan.
"Kami juga melihat bahwa akar masalah kekerasan terhadap perempuan itu sebenarnya tidak berkurang, ada masalah patriarki, ada masalah kemiskinan, dan sebagainya, namun hampir tidak ada program yang menyasar berbagai faktor penyebab kekerasan terhadap perempuan ini secara bersama-sama," kata Indiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar