Lokasi yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, yang berada di sekitar Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Heboh rumah warga cluster Setia Mekar Residence 2 digusur, dikosongkan oleh juru sita pengadilan, padahal warga telah memegang SHM secara sah.
Bagaimana kronologi kasus ini? Disclaimer, informasi ini bersumber dari dokumen pengadilan dan penuturan Abdul Bari salah satu pembeli SHM.
1976
Luas lahan ini 3,6 hektare, letaknya di Desa Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Pemilik pertamanya adalah Djudju Saribanon Dolly dengan nomor SHM 325.
Terjadilah ini:
Transaksi Djudju dengan Abdul Hamid
Tanggal 25 Juli 1976:
Djudju jual tanah ke Abdul Hamid.
Tapi Abdul Hamid sudah DP tapi wanprestasi tidak melunasi.
Akhirnya transaksi itu secara sepihak dibatalkan oleh Djuju.
Kendati dibatalkan sepihak, diduga SHM telah diberikan Djudju ke Abdul Hamid. Pihak Djudju menyebut Abdul Hamid "membawa kabur SHM itu".
Abdul Hamid kemudian meminta anak buahnya, Bambang Heryanto, untuk menjual tanah SHM itu ke Kayat.
Kayat pun membayar kepada Bambang Heryanto dan Abdul Hamid.
Saat pelunasan, Kayat memaksa untuk bertemu dengan Djudju sebagai pihak atas nama sertifikat.
Pertemuan antara Kayat dan Djuju pun terjadi lewat perantara Bambang Heryanto. Dalam pertemuan ini Djuju telah menekankan bahwa SHM nomor 325 tersebut telah dibatalkan transaksinya.
Tahun 1991
Djudju membuat laporan polisi di Polda Metro Jaya. Kasusnya, penggelapan SHM nomor 325.
Terjadi juga sejumlah transaksi atas tanah itu:
Transaksi Djudju dengan Kayat
Djudju jual tanah SHM itu ke Kayat.
SHM itu dibalik nama oleh Kayat.
Oleh Kayat, tanah SHM itu dipecah jadi empat bidang, yakni SHM nomor 704, 705, 706, 707.
Transksi Kayat dengan Tunggul
Kayat menjual tanah SHM yang sudah pecah itu.
SHM 704 (luasnya 2,4 hektare) dan 705 (luasnya 3.100 m2) dijual oleh Kayat ke Tunggul Paraloan Siagian.
Transaksi Tunggul dengan Bari
Tunggul menjual SHM 705 ke Abdul Bari.
SHM tersebut dipecah menjadi 27 bidang dan menjadi cluster Setia Mekar.
Tahun 1996
Abdul Hamid meninggal dunia.
Anak dari Abdul Hamid bernama Mimi Jamilah menggugat tanah tersebut. Mimi merasa orangnya telah membeli tanah itu dari Djudju.
Alas gugatan adalah AJB.
Dalam gugatan, Tunggul menjadi pihak tergugat.
Tahun 1997
Terbit Putusan PN Bekasi Nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS, tanggal 25 Maret 1997.
25 Maret 1997
Terbit putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Tahun 2002
Terjadi kesepakatan untuk mengakhiri perkara tersebut secara damai, yaitu dengan Pihak Tergugat memberikan kompensasi kepada Mimi.
Pihak Tergugat sudah memberikan DP sebesar Rp 250 juta kepada Mimi.
Dengan begitu, SHM nomor 325 itu kemudian akhirnya dinyatakan telah dicabut dan atau diangkat sitanya.
Tapi kemudian Pihak Tergugat melakukan wanprestasi dengan tidak melunasi sisanya.
Mimi mengajukan Permohonan Eksekusi kembali ke PN Bekasi yang akan dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Cikarang (delegasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar