Oct 24th 2024, 18:30, by Adelia Sufri, kumparanMOM
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak berusia 0-59 bulan. Dunia memandang masalah ini secara serius sebab terdapat dampak jangka panjang stunting jika tak segera ditangani.
Ada banyak faktor penyebab anak menderita stunting. Di antaranya adalah ibu yang kurang gizi selama masa kehamilan, bayi tidak mendapatkan ASI hingga usia 6 bulan, kualitas makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak memadai, penyakit tertentu, dan masih banyak lagi.
Seorang anak dikatakan stunting apabila tinggi badannya tidak mencapai standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO. Anak yang stunting juga cenderung memiliki berat badan yang rendah untuk anak seusianya.
Namun, harus dipahami bahwa stunting bukan sekadar persoalan berat dan tinggi badan yang kurang. Masalah ini dapat berdampak pada kesehatan anak saat dewasa. Lantas, apa saja dampaknya?
Dampak Jangka Panjang Stunting
Anak yang stunting tidak hanya memiliki postur tubuh yang lebih pendek, tetapi juga mengalami keterlambatan dalam berbagai aspek perkembangan. Berikut dampaknya dikutip dari laman Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Kemdikbud:
1. Dampak Jangka Pendek
Peningkatan risiko penyakit hingga kematian.
Menghambat pertumbuhan saraf anak sehingga fungsi kognitifnya akan menurun.
Perkembangan motorik yang lebih lambat.
Kesulitan dalam mengekspresikan diri menggunakan bahasa.
2. Dampak Jangka Panjang
Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, biasanya lebih pendek dibandingkan orang lain seusianya.
Kemampuan belajar atau performa yang kurang optimal saat masa sekolah.
Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak maksimal.
Dalam studi terbitan National Library of Medicine berjudul Early and Long-term Consequences of Nutritional Stunting: From Childhood to Adulthood susunan Ashraf Soliman dan rekan-rekan, dijelaskan bahwa stunting juga meningkatkan resistensi insulin, sehingga risiko terkena diabetes saat dewasa jadi lebih tinggi.
Tidak hanya itu, anak yang stunting juga berisiko terkena hipertensi dan dislipidemia saat dewasa. Oleh karena itu, masalah ini tak dapat dipandang sebelah mata dan harus dicegah secara maksimal.
Upaya pencegahan stunting harus dilakukan sedini mungkin. Disarankan untuk memaksimalkan asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan di kecil.
Ibu hamil juga wajib mencukupi kebutuhan nutrisinya dengan baik. Sebab, apa yang dikonsumsi ibu akan memengaruhi kehidupan bayi yang ada dalam kandungannya.
Pencegahan ini tentunya tidak bisa dari sisi masyarakat saja, sebab pemerintah turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan gizi rakyatnya. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan beragam program untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia.
Dalam laman Sehat Negeriku Kemenkes, Juru Bicara Kemenkes, M. Syahrir menjelaskan bahwa program pemerintah mencakup dua hal, yakni intervensi gizi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi gizi spesifik berfokus pada penanganan penyebab langsung stunting, seperti kekurangan asupan makanan dan gizi. Intervensi ini akan dilakukan oleh Kemenkes.
Programnya sangat beragam, seperti mendorong pemberian ASI eksklusif 6 bulan, memantau pertumbuhan balita setiap bulan di posyandu, melakukan pemberian MPASI kaya protein hewani pada balita 6-23 bulan, dan lain-lain.
Sementara itu, intervensi gizi sensitif mengatasi masalah stunting yang muncul karena masalah struktural dalam keluarga dan masyarakat. Misalnya, menyediakan air bersih dan pangan untuk masyarakat yang mengalami keterbatasan air bersih serta kekurangan akses pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar