Jun 16th 2023, 10:32, by Moh Fajri, kumparanBISNIS
Indonesia diprediksi akan surplus pasokan gas bumi dalam satu dekade ke depan. Hal tersebut disebabkan mulai beroperasinya Blok Masela yang memiliki potensi gas jumbo.
Koordinator Penyiapan Program Migas Rizal Fajar Muttaqien menuturkan, berdasarkan Neraca Gas Indonesia (NGI) 2023-2032, kebutuhan gas Indonesia secara nasional hingga tahun 2032 dapat dipenuhi dari proyek-proyek gas dan pasokan potensial.
"Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas di beberapa wilayah di Indonesia. Negara kita masih memiliki peluang untuk memproduksi LNG secara signifikan hingga tahun 2035," ujar Rizal melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (16/6).
Rizal melanjutkan, dalam beberapa tahun ke depan, akan ada pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Bontang, Tangguh dan Masela yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri dalam mendukung transisi energi.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Blok Masela merupakan salah satu proyek besar yang akan menghasilkan kumulatif produksi pada tahun 2027-2055, yakni gas 16,38 triliun standard cubic feet/TSCF (gross) dan kondensat 255,28 million stock tank barrels (MMSTB).
Total cadangan terbukti wilayah kerja yang berlokasi di Laut Arafura ini mencapai 18,54 trillion standard cubic feet (tscf) dan investasi yang dibutuhkan mencapai USD 19,8 miliar.
Sementara itu, kilang LNG proyek ini akan dibangun di darat, yakni di Pulau Yamdena, dengan kapasitas produksi gas 9,5 million ton per annum (MTPA) atau 1.600 million standard cubic feet per day (MMSCFD) dan 150 MMSCFD (gas pipa), serta kondensat 35.000 barrels of condensate per day (BCPD),
Pemanfaatan Gas Bumi
Menurut Rizal, sumber daya gas nasional cukup untuk beberapa dekade mengingat pasokan gas bumi akan terus tumbuh. Pemerintah akan memaksimalkan produksi dari lapangan konvensional dan nonkonvensional, serta melalui workover dan Enhanced Gas Recovery (EGR).
Saat ini, 68 persen gas dikonsumsi oleh pasar domestik, sedangkan total gas yang disalurkan sebesar 5.474 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Rizal memaparkan, pada tahun 2022, gas bumi paling banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri yaitu mencapai sekitar 29,25 persen. Gas juga dialokasikan untuk ekspor LNG 21,76 persen, pupuk 12,58 persen, ekspor 10,97 persen, dan listrik 11,33 persen.
"Pemerintah juga memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,94 persen dan 1,45 persen. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan gas untuk bahan bakar transportasi," jelas Rizal.
Infrastruktur Gas Bumi
Rizal mengatakan, pengembangan infrastruktur gas sangat menantang karena Indonesia berbentuk negara kepulauan, terutama di bagian timur dengan pulau-pulau kecil dan terpencil.
Di bagian barat, Indonesia memiliki pipa eksisting, regasifikasi mini LNG, kilang LNG dan FSRU. Saat ini, pemerintah juga tengah membangun jaringan pipa transmisi gas bumi untuk menghubungkan Pulau Jawa dan nantinya diharapkan dapat dilanjutkan hingga Sumatera.
Sementara di bagian timur, lanjut Rizal, pemerintah berencana membangun FSRU dan mini regasifikasi LNG. Pemerintah juga mendorong program gasifikasi pembangkit listrik dengan mengganti pembangkit eksisting yang saat ini menggunakan BBM menjadi gas.
Untuk penyediaan tenaga listrik, terdapat 47 lokasi dan total volume kebutuhan LNG mencapai 282,93 BBTUD. Dari 47 lokasi ini, sebanyak 24 pembangkit berstatus operasi, 3 pembangkit berstatus pengadaan/konstruksi, dan 20 pembangkit berstatus perencanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar