Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setdaprov Jawa Timur (Jatim), Imam Hidayat, buka suara terkait penggeledahan KPK di kantornya pada Jumat (16/8) kemarin.
Imam menyampaikan, sejauh ini, tidak ada pegawai Biro Kesra Jatim yang diperiksa maupun diamankan oleh penyidik KPK.
"Nggak ada sama sekali, belum ada (pegawai yang diperiksa). (Cuma mencari data) Iya. Nggak ada (pegawai yang diamankan)," kata Imam kepada wartawan, Sabtu (17/8).
Ia mengungkapkan bahwa kedatangan KPK kemarin itu untuk mencari bukti-bukti dokumen dalam rangkaian penyelidikan kasus korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim.
"Sama seperti tahun yang lalu. Dokumen, ada beberapa data yang kemarin disampaikan. (Ditanya terkait dengan penyelidikan kasus dana hibah) Iya," ungkapnya.
Imam mengaku pihaknya akan bersikap kooperatif dalam penyelidikan KPK atas kasus korupsi tersebut.
"Ke depan ya penyidikan masih berlanjut, tergantung penyidik, pasti (kooperatif)," ucapnya.
Sebelumnya, KPK menggeledah Gedung Setda Provinsi Jawa Timur, Jalan Pahlawan, Surabaya, Jumat (16/8). Penggeledahan tersebut diduga menyasar di Kantor Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Jawa Timur, tepatnya di lantai lima gedung itu.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat.
Kasus ini terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Namun identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar