Dec 31st 2023, 08:01, by Dicky Adam Sidiq, kumparanNEWS
Hari pencoblosan pemilu 2024 semakin dekat. Spanduk, atribut atau alat peraga kampanye (APK) merajalela di mana-mana, membuat penjuru kota tercemar 'polusi visual' yang mengganggu pemandangan.
Wajah para calon wakil rakyat 'nangkring' seenaknya. Ia tak pilih-pilih tempat.
Cobalah sejenak perhatikan kondisi di luar sana, kini tampak meriah bin semrawut dikelilingi spanduk dan poster calon presiden maupun calon anggota legislatif yang ikut serta pada Pemilu 2024.
Ragam atribut kampanye dan spanduk caleg membuat sumpek pemandangan. Ada yang ditempel di tiang listrik, dipaku di pohon, atau diikat di pagar.
Mereka terpampang serampangan, tak peduli enak dilihat atau tidak. Seolah pemasangnya tak acuh apakah wajah caleg-caleg itu bakal dilirik oleh pengguna jalan yang melintas atau tidak.
Bagi calon pemilih, komunikasi politik yang dijalankan para caleg lewat iklan politik dan APK dianggap fatamorgana. Seolah membela dan melayani rakyat. Tetapi sejatinya justru terlihat tidak merakyat.
Belum lagi nanti jika musim pemilu usai, di manakah atribut kampanye itu bermuara? Seperti apa wujudnya? Apa akan dijadikan alas untuk rumah makan, dipakai alas tidur bagi warga tunawisma atau berakhir di tempat pembuangan sampah?
Sejatinya, masyarakat tidak butuh kampanye politik transaksional di ruang publik. Masyarakat tidak ingin menjumpai iklan politik dan APK milik caleg pas foto yang kehadirannya menjadi polusi visual.
Dengan kata lain, dibutuhkan bentuk kampanye politik yang mampu menggugah masyarakat untuk bersama-sama berkarya nyata guna memecahkan permasalahan yang paling dekat dengan warganya.
Untuk itu, sudah saatnya calon anggota legislatif, tim sukses, dan petinggi parpol sadar lingkungan untuk menata iklan politik dan APK di ruang publik. Hal itu wajib mereka lakukan agar tidak menimbulkan ancaman visual berupa sampah visual iklan politik dan APK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar