Nov 5th 2023, 19:21, by Kredo Ananta, Kredo Ananta
Salah satu aspek yang menarik dari ide-ide Nietzsche adalah antusiasmenya pada konsep yang ia sebut sebagai amor fati. Amor fati diterjemahkan dari bahasa latin yang sebagai 'cinta nasib' atau sebuah penerimaan yang tegas terhadap nasib yang telah terjadi pada manusia.
Hidup Ini Tidak Adil!
Dalam kehidupan, kegagalan dalam pekerjaan, studi, ekonomi, atau relasi kerap menjadikan kita merasa gagal. Kita cenderung untuk menolak pengalaman-pengalaman kegagalan: mendapatkan nilai jelek, gagal dalam relasi percintaan, atau ditolak dari pekerjaan. Kita merasa menjadi manusia yang paling tidak beruntung sembari meratapi kegagalan atau membandingkan diri dengan mereka yang sukses.
Atau barangkali kita kemudian merasa hidup ini tidak adil. Di tengah kegagalan saya, kenapa harus ada orang lain yang sukses? Hidup ini tidak adil karena ia menggagalkan saya yang sudah berjuang mati-matian. Kita kemudian menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan kesalahan-kesalahan, menyesali dan meratapi nasib yang menimpa. Kita sembari berharap segalanya bisa berjalan berbeda.
Kita memandang peristiwa penolakan dan kegagalan kita dengan tidak menerimanya secara tegas. Kita tidak menyukai penolakan sebagai bagian dari arus kehidupan yang terjadi dalam diri kita. Kegagalan adalah sebuah aib yang harus disembunyikan dan dibuang jauh-jauh. Tapi apakah dengan menolak kegagalan dan penolakan, kita membantu diri kita?
Nietzsche dan Amor Fati
Kisah hidup Nietzsche yang dipenuhi dengan pergulatan justru memberikan warna tersendiri bagi pemikiran filsafatnya. Penderitaan ia rasakan sampai masa-masa akhir hidupnya: ia menderita penyakit syaraf yang membuatnya gila. Pergulatan Nietzsche terhadap hidup yang penuh misteri dan tidak bisa ditebak banyak membantunya dalam merenungkan kehidupan.
Dalam bukunya The Gay Science, yang ditulis pada masa kesusahannya, Nietzsche menulis:
Kemudian iamenulis:
Nietzsche melihat hidup ini berjalan secara abu-abu, hitam sekaligus putih. Hidup ini campur aduk, tidak bisa dikehendaki secara satu segi, misalnya menerima hal bahagianya saja. Hidup ini adalah sebuah campuran dari kebahagiaan dan ketidakbahagiaan (A. Setyo Wibowo 2017, 165).
Jika boleh meminjam istilah, kehidupan adalah hal random yang tidak bisa ditebak. Kita bisa mengenang apa yang sudah terjadi dan hanya bisa memprediksi masa depan.
Apa yang sudah terjadi adalah sebuah kenangan, sementara kehidupan di masa yang akan datang sungguh di luar kendali kita. Kita menatap masa depan sebagai sebuah hal yang dinantikan tetapi juga sekaligus ditakutkan karena nasib baik atau buruk bisa saja terjadi.
Berdamai dengan Hidup
Nietzsche sadar di tengah-tengah hidup yang penuh kontradiktif, manusia harus menerima seluruhnya. Manusia tidak bisa memilih episode tertentu dalam hidupnya. Keberhasilan atau kegagalan menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.
Amor fati: mencintai nasib adalah sebuah tawaran dari Nietzsche untuk mencintai nasib sebagai cara berdamai dengan hidup. Amor fati mengajak kita untuk melihat dengan penuh cinta segala nasib yang akan diterima, entah baik atau buruk.
Penerimaan akan hidup yang tidak jelas dan tidak bisa diubah menjadi sumbangan khas amor fati. Penerimaan segala peristiwa dalam hidup menjadi pelajaran dan pengalaman yang berharga, tanpa penyesalan atau kebencian terhadap keadaan yang ada.
Dengan menerapkan konsep amor fati, seseorang mencoba untuk hidup dalam kedamaian dan rasa syukur terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka, bahkan jika itu termasuk penderitaan atau kesulitan.
Hidup adalah sebuah keindahan sekaligus keburukan. Kegagalan bukanlah sebuah hal yang harus dihindari! Dengan menerima kegagalan, harapannya adalah kita mampu membangun cinta terhadap hidup. Hidup adalah kesempatan yang berharga, penerimaan akan nasib membantu kita untuk semakin mencintai hidup dalam diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar