Apa yang ada di benak Anda jika membahas negara yang memiliki budaya bersepeda? Ya, jawabannya pasti Belanda. Belanda memang dikenal sebagai salah satu negara di Eropa yang masyarakatnya memiliki kebiasaan menaiki sepeda ke manapun mereka pergi.
Namun ternyata bukan hanya Belanda sebagai negara di Eropa yang memiliki budaya bersepeda. Swedia merupakan salah satu negara yang menjadikan sepeda sebagai transportasi utama bagi masyarakatnya.
Di Swedia bersepeda bukan tren sesaat yang lalu hilang dan pergi, tetapi sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Infrastruktur dan sistem transportasi yang baik seperti jalan yang mulus tanpa lubang, pemisahan jalur sepeda dan kendaraan lain, dan rambu lalu lintas yang memadai bahkan hingga pelosok desa, merupakan faktor penting yang membentuk budaya bersepeda.
Selain itu, tentunya kesadaran akan dampak emisi kendaraan terhadap lingkungan dan sikap saling menghormati antar pengguna jalan menjadi budaya yang belum berkembang baik di Indonesia.
Bersepeda di Indonesia, khususnya di Jakarta, memiliki tantangan tersendiri, seperti bersaing dengan sepeda motor, mobil, dan bus karena jalur khusus sepeda belum banyak tersedia di kota-kota di Indonesia. Selain itu juga banyaknya polusi dari bus atau truk berusia lima puluh tahun yang membuat muka penuh debu hitam. Belum lagi bertemu dengan pengendara motor atau mobil yang tidak mendahulukan pesepeda.
Beberapa hal tersebut tidak akan kita temukan di Swedia. Sebagian besar kendaraan pribadi dan transportasi publik sudah ramah lingkungan, sehingga tidak ada polusi berlebihan yang mengganggu pengguna jalan, khususnya pesepeda.
Anda juga tidak akan menemukan rombongan pesepeda yang arogan beriringan menguasai jalan raya, berebut jalur dengan pengendara sepeda motor dan pejalan kaki di trotoar, atau pesepeda yang menerobos lampu merah seolah-olah punya nyawa sembilan. Di Swedia, pesepeda memiliki jalur tersendiri, terkadang di trotoar atau di jalan raya bersebelahan dengan kendaraan lain dan tetap mematuhi rambu lalu lintas.
Selain itu, ada beberapa faktor penting yang menyebabkan bersepeda menjadi budaya di negara-negara Eropa, khususnya di Swedia.
Sepeda Baru dan Bekas yang Berlimpah
Karena banyak orang di Swedia memilih memakai sepeda sebagai transportasi utama, maka jumlah sepeda bekas pun berlimpah. Mulai dari yang masih mulus terawat sampai yang biaya perbaikannya lebih mahal dari harga sepeda baru, banyak diperjualbelikan di berbagai media.
Selain itu dengan jumlah temporary resident atau penduduk sementara yang banyak, khususnya mahasiswa internasional, membeli sepeda bekas menjadi pilihan utama karena alasan harga yang murah dan penggunaan yang hanya beberapa tahun.
Di Swedia, Facebook menjadi platform yang umum digunakan untuk jual-beli barang bekas pakai. Berbagai jenis sepeda dapat anda temukan mulai dari sepeda lipat, sepeda listrik, sepeda gunung atau MTB, sampai sepeda balap atau road bike. Beberapa kali saya dapati, harga sepeda bekas ukuran rangka 28 inci lebih murah dari seporsi kebab di sini. Namun tidak jarang juga saya menemukan harga sepeda seharga mobil baru.
Selain itu, tidak jarang sepeda diberikan secara cuma-cuma oleh orang yang pindah tempat tinggal dan tidak memungkinkan membawa sepeda. Praktik ini banyak dilakukan oleh mahasiswa internasional yang telah selesai masa studinya dan akan kembali ke negara asal.
Angka pencurian sepeda yang rendah juga menjadi salah satu alasan orang mengendarai sepeda ke banyak tempat. Dan tidak perlu khawatir tidak menemukan tempat parkir sepeda saat anda berbelanja, pergi ke kantor atau sekolah, tempat parkir khusus sepeda dapat anda temukan dimana-mana, bahkan di taman bermain anak atau di stasiun kereta.
Dibawa ke Mana Saja
Tempat tinggal yang tidak jauh dari tempat bekerja atau sekolah menjadi salah satu alasan banyak orang di Swedia menjadikan sepeda sebagai transportasi utama. Banyak orang memilih bersepeda untuk pergi ke kantor atau ke kampus di Swedia.
Tidak perlu khawatir jika Anda berkeinginan membawa sepeda ke dalam bus atau kereta karena sepeda Anda bisa dibawa masuk ke dalam transportasi publik tersebut. Tentunya dengan catatan seperti beberapa wilayah menerapkan biaya tambahan untuk sepeda, tetapi hal ini tidak berlaku di sebagian besar wilayah.
Juga, Anda tetap harus memperhatikan beberapa peraturan seperti sepeda masuk ke dalam gerbong khusus sepeda dan tidak membawa sepeda ke dalam kereta pada jam-jam sibuk.
Jalur Sepeda di Tengah Alam
Selain itu, dengan adanya jalur sepeda di berbagai cagar alam di Swedia juga dapat mendukung budaya bersepeda untuk mengisi waktu luang. Banyak keluarga memilih bersepeda bersama-sama menuju hutan untuk sekadar berkeliling hutan atau menginap di tengah hutan dengan mendirikan tenda yang dibawa dengan sepeda.
Terdapat kursi khusus yang diperuntukkan membawa anak atau jenis gerobak khusus yang dapat membawa anak kecil lebih dari satu orang sehingga memudahkan orang tua membawa serta anak saat bersepeda.
Di Swedia, sepeda tidak dilihat sebagai alat transportasi kelas dua yang dibatasi ruang geraknya. Namun justru difasilitasi dengan berbagai kebijakan yang mendukung penggunaan sepeda. Kebijakan menyediakan tempat parkir khusus sepeda di berbagai tempat dan memperbolehkan sepeda masuk ke dalam transportasi publik, contohnya, mendukung tumbuhnya budaya bersepeda di Swedia.
Saling menghormati antar pengendara di jalan raya juga menjadi faktor penting dalam menumbuhkan budaya bersepeda. Tidak ada yang merasa lebih penting dari yang lain, seluruh pengendara sepeda, sepeda motor dan mobil memiliki kewajiban yang sama untuk mematuhi peraturan lalu lintas. Ketika semua orang melakukan hal tersebut, maka budaya tertib lalu lintas akan tumbuh dan jalan raya menjadi ramah bagi pengendara sepeda.
Jika hal-hal tersebut dapat diterapkan di Indonesia, misalnya menyediakan jalur khusus sepeda di jalan raya, tempat parkir khusus sepeda di stasiun, supermarket atau sekolah, dan memperbolehkan berbagai jenis sepeda masuk ke dalam gerbong khusus di KRL, maka bisa dipastikan banyak masyarakat Indonesia memilih sepeda sebagai transportasi utama.
Pengguna KRL akan memilih naik sepeda dari dan menuju stasiun kereta. Hal ini, dalam jangka panjang dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi, mengurai kemacetan dan mengurangi jumlah emisi kendaraan di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, yang pada akhirnya berpengaruh pada penurunan laju perubahan iklim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar