Search This Blog

Jual Beli Opini WTP, Ladang Korupsi BPK dari Masa ke Masa

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Jual Beli Opini WTP, Ladang Korupsi BPK dari Masa ke Masa
May 20th 2024, 19:03, by Erandhi Hutomo Saputra, kumparanNEWS

Berjalan keluar dari komplek Istana Kepresidenan, Ketua BPK Isma Yatun bergegas menuju mobil dinas Toyota Crown yang telah menunggunya. Sembari menelungkupkan tangan, Isma tak menggubris pertanyaan soal dugaan permintaan uang dari auditor lembaganya, Badan Pemeriksa Keuangan, kepada pejabat Kementerian Pertanian sebagai syarat pemberian opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas laporan keuangan kementerian itu.

Opini WTP biasanya diberikan BPK kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah atas laporan keuangan (mencakup posisi keuangan, hasil usaha, arus kas, dll.) yang dinilai wajar sehingga institusi tersebut dianggap akuntabel.

"Nanti saja ya," kata Isma singkat, Rabu (15/5), saat diadang wartawan usai menghadiri pengucapan sumpah Wakil Ketua MA Non-Yudisial di Istana Negara.

Dugaan permintaan uang dari auditor BPK terhadap pejabat Kementan terungkap dalam persidangan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tipikor Jakarta seminggu sebelumnya, Rabu (8/5).

Dalam kesaksiannya, Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Hermanto, mengatakan bahwa sempat ada temuan BPK mengenai food estate pada 2021.

Atas temuan itu, Kepala Subauditorat pada Auditorat Utama Keuangan Negara IV BPK, Victor Daniel Siahaan, diduga meminta Hermanto menyediakan dana Rp 12 miliar agar laporan keuangan Kementan tetap bisa mendapat opini WTP sekalipun ada temuan food estate.

Petani menanam bibit singkong di areal lumbung pangan nasional 'food estate' di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
Petani menanam bibit singkong di areal lumbung pangan nasional 'food estate' di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Foto: Makna Zaezar/Antara Foto

Tak dijelaskan apa isi temuan BPK mengenai food estate tersebut. Walau demikian, pada 2021 BPK telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap program food estate tahun anggaran 2020 hingga triwulan III 2021. Hasilnya, BPK menemukan 5 permasalahan, yakni:

  1. Perencanaan pembangunan food estate belum berdasarkan data dan informasi yang valid, serta belum sesuai perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan sistem budi daya pertanian berkelanjutan.

  2. Pembangunan food estate berbasis korporasi petani tidak sesuai perencanaan.

  3. Kegiatan survei, investigasi, dan desain, ekstensifikasi dan intensifikasi pada pembangunan food estate di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau yang dilaksanakan secara swakelola, belum sesuai ketentuan.

  4. Penetapan lahan food estate belum sesuai ketentuan.

  5. Pengadaan sarana budi daya pertanian pada food estate belum sesuai ketentuan.

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (15/5/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (15/5/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Sesditjen PSP Kementan Hermanto kemudian menyerahkan permintaan uang yang diminta auditor BPK kepada orang kepercayaan SYL, yakni Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Sepengetahuan Hermanto, dari Rp 12 miliar yang diminta si auditor, baru Rp 5 miliar yang dipenuhi Kementan.

"Ditagih tidak kekurangannya? Kan diminta Rp 12 M?" tanya jaksa KPK di persidangan SYL.

"Ya, ditagih terus," jawab Hermanto.

Entah ada kaitannya dengan pemberian uang itu atau tidak, Kementerian Pertanian mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK pada 2021 dan 2022. Bahkan Kementan sesungguhnya mendapat opini WTP selama 7 tahun berturut-turut, termasuk sejak SYL menjabat sebagai menteri pada akhir 2019.

Kepada Bapak Menteri dan pimpinan lembaga, saya ingatkan bahwa WTP bukanlah sebuah prestasi. WTP itu kewajiban seluruh jajaran pemerintahan dalam penggunaan APBN. Para menteri dan pimpinan lembaga wajib menggunakan uang rakyat dengan penuh tanggung jawab.
- Presiden Jokowi, 26 Juni 2023, saat BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022
Anggota IV BPK Haerul Saleh (kiri) saat memberikan laporan laporan hasil pemeriksaan keuangan Kementerian Pertanian tahun 2022 kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Balai Embrio Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor, Selasa (25/7/23). Foto: ANTARA/HO-Kementan
Anggota IV BPK Haerul Saleh (kiri) saat memberikan laporan laporan hasil pemeriksaan keuangan Kementerian Pertanian tahun 2022 kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Balai Embrio Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor, Selasa (25/7/23). Foto: ANTARA/HO-Kementan

Atas kesaksian Hermanto tersebut, BPK menyatakan oknum (anggotanya) yang melanggar akan diproses secara etik melalui Majelis Kehormatan Kode Etik. Sejauh ini, tim Inspektorat Utama BPK telah meminta keterangan SYL beserta dua terdakwa lainnya, Hatta dan mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, terkait dugaan pelanggaran etik auditor BPK itu.

Menurut sumber kumparan, BPK juga mengirim surat untuk melakukan audit PDTT terhadap Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, dan Badan Karantina Indonesia untuk tahun anggaran 2021–2023.

Namun, kasus dugaan korupsi yang melibatkan BPK tentu bukan cuma terjadi di Kementan. Dalam rentang setahun terakhir, mencuat beberapa perkara yang menyeret nama auditor maupun anggota BPK.

Contohnya, dugaan permintaan Rp 10,5 miliar untuk BPK pada kasus pembangunan Tol Layang MBZ; dugaan penerimaan suap Rp 1,8 miliar oleh Kepala Perwakilan BPK Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing dkk. pada kasus Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso yang turut menyeret nama anggota VI BPK Pius Lustrilanang sampai ruang kerjanya digeledah KPK; dan dugaan suap Rp 40 miliar terhadap anggota III BPK nonaktif Achsanul Qosasi dalam kasus korupsi BTS Kominfo.

Anggota BPK Achsanul Qosasi mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/11/2023). Foto: Kejagung
Anggota BPK Achsanul Qosasi mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/11/2023). Foto: Kejagung

Maraknya perkara korupsi yang melibatkan pejabat BPK menandakan bahwa perilaku lancung itu bukan lagi urusan personal, melainkan telah menjadi problem kelembagaan.

"Sebenarnya [awalnya] ini persoalan orang per orang karena menyangkut integritas dan moralitas… tetapi karena [penyelewengan] itu terus berulang, kesannya bagi publik seperti [kebiasaan yang] melembaga atau perilaku insititusional," ujar analis kebijakan publik sekaligus ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, Jumat (17/5).

Opini WTP Bukan Jaminan Bebas Korupsi

Penyelewengan berulang yang melibatkan pejabat BPK mayoritas terkait pengondisian audit keuangan negara, khususnya untuk mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Opini WTP merupakan penilaian tertinggi yang diberikan BPK kepada kementerian atau pemerintah daerah yang laporan keuangannya dianggap wajar. Di bawahnya ada wajar dengan pengecualian (WDP), tidak wajar, dan penyataan menolak memberikan opini.

Opini WTP menjadi idaman karena menjadi tolok ukur target pembangunan jangka menengah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah menargetkan 95% kementerian/lembaga mendapatkan WTP, provinsi 95%, kabupaten 85%, dan kota 95%.

Di samping itu, WTP kerap diincar—khususnya oleh Pemda—karena menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan dana insentif daerah.

Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (rompi oranye) usai diperiksa KPK, Juli 2022. Ia divonis 4 tahun penjara karena menyuap auditor BPK Rp 1,9 miliar untuk mendapatkan opini WTP atas laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021. Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (rompi oranye) usai diperiksa KPK, Juli 2022. Ia divonis 4 tahun penjara karena menyuap auditor BPK Rp 1,9 miliar untuk mendapatkan opini WTP atas laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021. Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO

Perburuan terhadap opini WTP itulah yang menjadi celah penyelewengan bagi para pejabat dan auditor BPK. Mereka memanfaatkan berbagai instansi yang pengelolaan keuangannya buruk namun membutuhkan opini WTP demi citra pimpinan dan lembaga.

"Seperti teori supply-demand. Ada aturan yang mengatakan harus WTP. Kalau enggak, tidak dapat dana insentif. Citra kepemimpinan [lembaga] juga ditentukan [oleh opini WTP] itu. Maka mereka melakukan apa saja untuk dapat WTP," ujar Trubus.

Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK 2019–2021 Indriyanto Seno Adji menyatakan, secara umum pelanggaran etik auditor BPK yang paling banyak diadukan ketika ia duduk di MKKE adalah penerimaan suap opini WTP.

"Umumnya dugaan pelanggaran etiknya adalah pemberian janji/penerimaan janji atau sesuatu (uang/barang) bagi perolehan opini WTP. Ini bagian riak kecil dari sistem audit keuangan," kata Indriyanto kepada kumparan.

Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli, dua auditor BPK yang divonis 7 dan 6 tahun penjara pada 2018 karena menerima suap dan gratifikasi dari pejabat Kementerian Desa PDTT untuk memberikan opini WTP. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli, dua auditor BPK yang divonis 7 dan 6 tahun penjara pada 2018 karena menerima suap dan gratifikasi dari pejabat Kementerian Desa PDTT untuk memberikan opini WTP. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Yang menyesatkan, opini WTP seakan menjadi komoditas karena dianggap menjadi bukti bahwa suatu instansi bebas dari korupsi. Padahal penilaian tersebut keliru lantaran opini WTP BPK hanya bersifat adminstratif.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengibaratkan opini WTP layaknya jual beli kendaraan yang dianggap benar karena ada kuitansi. Padahal BPK tidak memeriksa apakah kuitansi itu asli atau di-markup.

"BPK tidak melihat apakah ada perbuatan melawan hukum atau unsur-unsur lain dalam UU Tipikor. Ketika ramai glorifikasi WTP, di sana terbuka celah praktik korupsi antara auditor BPK dan pejabat publik," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana.

BPK sendiri telah menegaskan bahwa opini WTP bukan jaminan bebas korupsi. Opini WTP sekadar pernyataan BPK terhadap tolok ukur akuntabilitas dari pengelolaan keuangan di tiap kementerian atau pemda. Nyatanya, pada prosesnya, bisa saja kementerian atau pemda tersebut mengelabui BPK.

"Bisa saja bukti mengelabui, [misal] terjadi kolusi dsb. yang enggak bisa dilihat dari audit dalam penyusunan laporan keuangan," ujar Agus Joko Pramono pada 2017, kala ia menjadi anggota BPK.

Pada tahun yang sama, Kepala Direktorat Penelitian dan Pengembangan BPK Gunarwanto dalam media internal lembaganya, Warta BPK, menyatakan bahwa auditor bekerja berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Namun, sering kali data yang diterima auditor bersifat rekayasa.

Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Foto: Shutterstock
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Foto: Shutterstock

Sumber kumparan mengamini adanya praktik rekayasa data lapangan agar borok tata keuangan lembaga tak terendus BPK. Ironisnya, praktik "cuci piring" tersebut justru ada yang dilakukan inspektorat atau pengawas internal.

Sang sumber yang merupakan auditor internal kementerian berujar, sedianya Inspektorat dan BPK saling bersinergi mengungkap penyelewengan; namun karena garis komando Inspektorat berada di bawah menteri atau kepala daerah, maka pada praktiknya mau tidak mau mereka menuruti perintah pimpinan.

Sementara proses audit, menurut Gunarwanto, memiliki keterbatasan dalam pengambilan sampel karena tidak mungkin semua transaksi diperiksa. Alhasil, bisa saja pada transaksi-transaksi yang tidak diambil sebagai sampel justru terjadi korupsi.

"Dengan keterbatasan audit demikan, sangat sulit bagi BPK untuk memberikan jaminan bahwa opini WTP membuat korupsi tidak akan terjadi di entitas yang diperiksa," kata Gunarwanto.

Opini WTP hanya penilaian atas kewajaran laporan keuangan, bukan jaminan tidak ada korupsi."

- Gunarwanto, Kepala Direktorat Penelitian & Pengembangan BPK

Auditor BPK Sulawesi Selatan Andi Sonny (kiri) ditahan karena menerima suap WTP. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara
Auditor BPK Sulawesi Selatan Andi Sonny (kiri) ditahan karena menerima suap WTP. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara

Demi meminimalisir celah korupsi opini WTP, Indriyanto menilai perlunya evaluasi rutin terhadap prosedur pemberian WTP oleh Inspektorat Utama BPK.

Di sisi lain, Trubus dan ICW berpendapat perlunya model penilaian berbeda sebagai ketentuan pemberian dana insentif daerah, dan tidak menjadikan opini WTP sebagai syarat utamanya.

"Mestinya pemerintah tidak hanya berdasarkan WTP laporan keuangan untuk meningkatkan dana insentif daerah dsb. Harus ada model lain, karena kalau terus menerus seperti ini dan tidak ada perbaikan, maka praktik korupsi terkait jual beli laporan WTP akan semakin marak," ucap Kurnia.

"Jual beli predikat WTP dilakukan untuk menjaga gengsi lembaga dan membohongi publik bahwa suatu institusi bersih dari korupsi. Padahal belum tentu begitu. Korupsi bahkan terjadi di daerah yang mendapat predikat WTP."
- Egi Primayogha, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, 2022

Auditor BPK Juga Memeras

Modus penyalahgunaan wewenang oleh pejabat BPK sebetulnya beragam, tak cuma jual beli opini WTP. Oknum BPK juga melakukan pemerasan dengan menetapkan nominal tertentu dari nilai proyek. Praktik ini menurut ICW jamak terjadi di daerah-daerah.

Boyamin MAKI menyebut bahwa nilai yang diminta auditor BPK biasanya berkisar 5–10% dari nilai proyek, bahkan ada yang sampai 20%. Kasus-kasus tersebut ada yang berujung ke sidang etik MKKE.

Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji menerangkan materi konferensi pers terkait capaian kinerja dewan pengawas KPK di tahun 2022 di Gedung KPK C1, Jakarta, Senin (9/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji menerangkan materi konferensi pers terkait capaian kinerja dewan pengawas KPK di tahun 2022 di Gedung KPK C1, Jakarta, Senin (9/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

"Pada beberapa kasus yang sempat saya tangani, memang terbukti ada penerimaan dari beberapa pemeriksa BPK yang kadang terkait nilai pagu proyek; namun tidak bisa terukur nilai prosentasenya," ucap Indriyanto.

Salah satu contoh kasus pemerasan terjadi di Bekasi. Auditor BPK Kanwil Jawa Barat, Amir Panji Sarosa, pada Oktober 2022 divonis 5,5 tahun penjara karena memeras sejumlah rumah sakit dan puskesmas di Bekasi dengan dalih adanya temuan kerugian negara. Amir meminta Rp 500 juta untuk tiap RS dan Rp 20 juta per puskesmas.

Contoh lain permintaan dana oleh oknum BPK terkait nilai proyek pernah terungkap pada persidangan eks Bupati Bogor Ade Yasin pada Agustus 2022. Dalam sidang itu, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong, Mujiyono, mengaku pernah diminta Rp 900 juta oleh auditor BPK Gerry Ginanjar. Jumlah itu diasumsikan merupakan 10% dari nilai proyek infrastruktur di Cibinong yang tersebar di 13 kelurahan.

Tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021, auditor BPK Gerry Ginanjar. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA
Tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021, auditor BPK Gerry Ginanjar. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA

Ada pula permintaan uang dari oknum BPK untuk menurunkan kerugian negara. Ini misalnya terungkap dalam persidangan kasus suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian PUPR pada 2021.

Dalam sidang itu, eks Kepala Satuan Kerja SPAM PUPR Tampang Bandaso mengaku pernah bernegosiasi dengan tim auditor BPK agar menurunkan nilai kerugian negara dari Rp 35 miliar menjadi Rp 5,5 miliar, dengan Rp 3 miliar di antaranya untuk tim auditor BPK.

Penyelewengan oleh pejabat BPK bahkan mencakup urusan yang remeh-temeh. Contohnya, menurut sumber kumparan, pada medio 2022, ada pejabat BPK yang atas nama jabatan menyurati dealer agar dua mobil mewah pesanannya segera dikirim tanpa inden.

Tindakan itu dinilai Boyamin menjadi tanda bahwa pejabat BPK tersebut tidak memahami konflik kepentingan. Dan kemungkinan, dari banyaknya kasus yang secara berkala terkuak, banyak pegawai BPK lain yang punya masalah serupa: tak menghindari konflik kepentingan dan malah menyalahgunakan posisinya.

Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan

BPK Kental Kepentingan Politik

Trubus Rahadiansyah menilai, maraknya penyelewengan di BPK lantaran lembaga tinggi negara tersebut tidak sepenuhnya dikelola secara profesional. Mayoritas pimpinan BPK saja diisi oleh orang-orang politik yang rentan terhadap konflik kepentingan dan perilaku koruptif.

Dari 9 anggota BPK, hanya 3 orang yang berasal dari kalangan profesional. Sisanya terafiliasi dengan parpol tertentu dan pernah menjadi anggota DPR. Ketua BPK Isma Yatun merupakan mantan anggota Fraksi PDIP DPR periode 2004–2017. Ia pernah duduk di Komisi VII, X, dan XI DPR.

Anggota II BPK Daniel Lumban Tobing juga pernah menjabat sebagai anggota Fraksi PDIP DPR periode 2009–2019. Ia sempat duduk di Komisi IV, VI, dan IX DPR. Berikutnya, anggota IV BPK Haerul Saleh dulu merupakan anggota Fraksi Gerindra DPR periode 2014–2022 yang bertugas di Komisi XI.

Anggota VI BPK Pius Lustrilanang juga sebelumnya anggota Fraksi Gerindra DPR pada periode 2009–2019. Ada pula anggota V BPK Ahmadi Noor Supit yang dulunya anggota Fraksi Golkar DPR, bahkan sejak 1992.

Terakhir, mantan anggota III BPK Achsanul Qosasi yang kini disidang sebagai terdakwa dalam kasus korupsi BTS Kominfo, sebelumnya adalah anggota Fraksi Demokrat DPR yang duduk di Komisi XI.

Infografik: Fatah Afrial/kumparan
Infografik: Fatah Afrial/kumparan

ICW menyatakan, sudah saatnya BPK bebas dari warna-warni politik agar hasil audit keuangan negara tidak bias dan tidak kental konflik kepentingan.

"Bagaimana jika aparat penegak hukum sedang menangani perkara yang melibatkan politisi yang berasal dari partai yang sama dengan si anggota BPK? Di situ ada potensi konflik kepentingan dan bias pandangan yang berimbas pada proses penghitungan kerugian keuangan negara—misalnya penghitungannya jadi sangat lama, tapi kalau dilempar ke lembaga lain bisa lebih cepat," papar Kurnia.

Trubus berpendapat, BPK perlu diisi orang-orang profesional dari kalangan teknokrat atau akademisi, bukan politisi berdasarkan jatah-jatahan parpol. Itu sebabnya ia mendorong UU BPK direvisi agar pemilihan anggota BPK dilakukan oleh panitia seleksi independen, bukan oleh Komisi XI DPR.

"Pansel bisa mengikuti langgam yang ada di KPK seperti ditunjuk pemerintah, diisi figur-figur independen, sehingga publik percaya," kata Kurnia.

Pemilihan anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: Moh Fajri/kumparan
Pemilihan anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: Moh Fajri/kumparan

Sementara Boyamin mengusulkan agar proses pencalonan anggota BPK mengikuti putusan MK soal penunjukan Jaksa Agung. Dalam putusannya, MK menyatakan seseorang yang akan diangkat sebagai Jaksa Agung harus berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya 5 tahun.

"Harusnya orang yang maju [jadi calon anggota] BPK minimal sudah 5 tahun mengundurkan diri [dari parpol]. Dengan demikian orang-orang yang mendaftar ke BPK sudah tidak punya syahwat politik," kata Boyamin.

Di sisi lain, Indriyanto berpendapat bahwa berbagai penyelewengan di BPK yang pernah ia tangani lebih didominasi oleh karakter individu, bukan pengaruh politik pimpinan. Meski demikian, ia sepakat agar tim pansel anggota BPK tidak didominasi Komisi XI DPR, melainkan campuran antara tokoh masyarakat, akademisi, dan perwakilan BPK.

Soal seleksi, pada 2024 ini, ada 4 anggota BPK yang akan habis masa jabatannya—Hendra Susanto, Daniel Lumban, Pius Lustrilanang, dan Achsanul Qosasi yang telah nonaktif. Sejauh ini Komisi XI DPR belum mengumumkan format seleksi anggota BPK baru.

Jika berkaca pada seleksi anggota BPK tahun 2019, Komisi XI DPR enggan membentuk pansel walau telah diminta langsung oleh Menteri Keuangan. Komisi XI merujuk ke Pasal 23F UUD 1945 bahwa anggota BPK dipilih DPR dengan mempertimbangkan masukan DPD.

Anggota BPK terpilih pada 2019 berfoto bersama pimpinan DPR. Salah satunya, Achsanul Qosasi (paling kanan) kini terjerat kasus korupsi. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Anggota BPK terpilih pada 2019 berfoto bersama pimpinan DPR. Salah satunya, Achsanul Qosasi (paling kanan) kini terjerat kasus korupsi. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Trubus dan Boyamin pun mengusulkan perlunya pembentukan Dewan Pengawas BPK layaknya di KPK. Pengawas independen ini dipandang penting karena kedudukan BPK seperti superbody alias lembaga negara yang tak diawasi.

Namun, menurut ICW, pengawasan terhadap BPK sebetulnya cukup dengan memperkuat Majelis Kehormatan Kode Etik agar bisa bertindak proaktif, tidak hanya menunggu laporan/aduan.

"Yang tak kalah penting: siapa yang ditunjuk sebagai MKKE? Apakah orang-orang yang berintegritas, independen, dan kompeten soal pengawasan? Sebab kita tidak berharap MKKE justru terlibat konflik kepentingan dengan internal BPK sehingga pengawasan mereka bias," tutup Kurnia.

Media files:
01hya97fbyfzpc3zfybc7jwm6p.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar