Kepala BEI Perwakilan DIY Irfan Noor Riza memberikan bantuan listrik gratis ke warga miskin. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut angka kemiskinan di DIY yang tertinggi Pulau Jawa adalah sebuah anomali. Karena kenyataannya warga DIY ternyata menyukai untuk menginvestasikan dananya ketimbang belanja.
Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI), Irfan Noor Riza mengatakan jumlah investor pasar modal DIY terjadi kenaikan sekitar 31,85 persen di tahun 2022 dibanding tahun 2021 yang lalu. Tren kenaikan ini terjadi sejak didirikannya Kantor Perwakilan BEI DIY.
"Terus meningkat tetapi signifikan selama pandemi COVID-19," tutur dia, Minggu (22/1/2023).
Akhir Desember 2022 yang lalu, dia menyebut jika jumlah investor dari DIY 148.185 orang. Ada peningkatan dibanding dengan tahun 2021 yang lalu di mana jumlah investor sekitar 112.393 orang.
Hal ini menunjukkan jika warga DIY memang gemar berinvestasi. Meskipun segi investasi pasar modal adalah tren baru belakangan ini. Namun sejatinya tren investasi sudah dilakukan oleh warga DIY sejak dulu di mana warga cenderung menyisihkan uangnya untuk memelihara ternak.
"Jadi investasinya itu macem-macem. Beli ternak,menanam pohon dan membeli tanah jadi alternatif untuk investasi," kata dia.
Sehingga menurut Irfan, angka kemiskinan di DIY ini sebenarnya sebuah angka anomali. Angka kemiskinan tersebut tidak menggambarkan yang sesungguhnya. Karena kenyataannya meski DIY itu termiskin tetapi ternyata gemar berinvestasi.
"Apalagi kemiskinan versi BPS itu dilihat dari tingkat pengeluaran untuk konsumsi," jujur dia.
Ketika ukurannya adalah konsumsi, pengeluaran di Jogja ini lebih sedikit dibanding dengan daerah lain. Karena harga-harga di Jogja cenderung lebih murah ketimbang dengan daerah lain. Belum lagi di pedesaan, penduduknya rata-rata memiliki tanaman yang bisa dikonsumsi.
Jika dilihat gaya belanja, di Jogja banyak pensiunan sehingga tidak banyak belanja kecuali milenial. Milenial pun tentu anggarannya terbatas tidak seperti para pegawai lainnya. Sehingga angka belanja di DIY memang kecil dibanding daerah lain.
"Persentase penduduknya juga kecil. DIY itu penduduknya hanya 3,6 juta dibanding Jawa Tengah kalah banyak," terang dia
Melihat kondisi ini, Irfan mengaku optimis justru DIY bukan daerah termiskin di Pulau Jawa. Terlebih tahun lalu pertumbuhan jumlah investor dari DIY mencapai 31,85 persen. Justru lebih tinggi dari Perwakilan BEI di daerah lain dan hanya kalah dengan DKI Jakarta.
"Miskin menurut BPS itu belum tentu dikategorikan miskin yang sejatinya,"terang dia.
Sabtu kemarin, pihaknya memang bekerja sama dengan alumni UPN Kelas 80 A memberikan bantuan sambungan listrik gratis kepada warga kurang mampu. Sebanyak 15 warga miskin dari 3 Kalurahan di Karangmojo yang mendapat bantuan ini.
"Ini merupakan upaya kami membantu warga miskin di DIY terutama di Gunungkidul,"tambahnya.
Ketua Alumni UPN 80A, Ilham Nur menambahkan pihaknya sengaja memilih listrik karena merupakan salah satu kebutuhan dasar. Dan bantuan ini nanti akan bermanfaat sepanjang tahun atau tidak hanya sekali saat menerima bantuan tersebut.
"Kami contohkan di Dusun Gentunyan Kalurahan Karangmojo ini, kami beri bantuan untuk rumah yang ditinggali 6 orang. Padahal rumahnya memprihatinkan. Kalau kami beri bantuan sembako kan langsung habis,"ujar dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa. BPS menyebut Yogyakarta memiliki tingkat kemiskinan 11,494 dengan jumlah penduduk miskin mencapai 463.630.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode Maret 2022 sebesar 457.760 orang. Di samping itu, angka itu lebih tinggi jika dibandingkan Jawa Tengah dengan persentase penduduk miskin mencapai 10,984 pada September 2022 dan menempatkan di urutan kedua daerah termiskin di Pulau Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar