Nov 22nd 2024, 19:36, by Moh Fajri, kumparanBISNIS
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melaporkan hasil deteksi dan analisis terhadap ancaman keamanan laut di wilayah perairan Indonesia. Penyusunan laporan ini adalah merupakan wujud dari partisipasi aktif masyarakat sipil untuk keamanan laut berdasarkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia.
Beleid tersebut mengatur kewajiban pelaporan masyarakat dugaan pelanggaran hukum atau kecelakaan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Deteksi dan analisis IOJI itu dilakukan pada periode Juni 2024 hingga Oktober 2024, yang berfokus pada ancaman keamanan laut dalam bentuk dugaan praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur.
Ancaman keamanan tersebut yang dilakukan oleh kapal ikan berbendera asing (KIA) di Laut Natuna Utara (LNU), penelitian kelautan yang dilakukan oleh kapal riset berbendera asing di wilayah yurisdiksi Indonesia, pergerakan kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara (LNU), serta pendeteksian kapal dalam rangka implementasi Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (PSMA) di Indonesia.
Senior Analyst IOJI Imam Prakoso memaparkan ada penelitian yang menyebutkan operasi illegal fishing oleh sebanyak 280 Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam di Natuna sepanjang Mei-Desember 2016 menimbulkan kerugian hingga Rp 2,98 triliun.
Artinya, kata Imam, dalam waktu kurang lebih satu tahun, di satu area perairan dan oleh praktik oknum yang melakukan illegal fishing satu negara saja, Indonesia telah menelan kerugian hampir Rp 3 triliun.
"Ada kajian 2018 peneliti menghitung gitu, tapi menghitung estimasi nilai kerugian dalam Indonesia. Nah tadi itu 280 kapal, Mei-Desember itu berarti enggak 1 tahun, kurang dari 1 tahun, itu Rp 2,98 triliun," kata Imam dalam diskusi di Kantor IOJI, Jakarta Selatan, Jumat (22/11).
Imam menjelaskan IOJI kemudian mencari pembanding angka tersebut dan menemukan fakta berdasarkan data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna, nilai kerugian Rp 2,98 triliun tersebut setara dengan penghasilan 4.752 kapal nelayan lokal selama satu tahun.
"Nilai produksi dari 4.752 kapal nelayan lokal itu kalau 1 tahun menangkap ikan produksinya itu bisa Rp 3,1 triliun. Jadi bayangkan, operasi 280 kapal Vietnam, kurang dari 1 tahun versus 4.752 kapal melayar lokal Natuna, nilainya hampir sama," terang Imam.
Selain itu, Imam juga menjelaskan ada empat pelabuhan di Indonesia yang dikunjungi oleh Kapal Ikan dan Pengangkut Ikan Asing selama periode Mei hingga September 2024.
Pelabuhan-pelabuhan tersebut meliputi Pelabuhan Ciwandan Banten oleh kapal berbendera Jepang Seifuku Maru 78 (379 GT) pada 21 Mei 2024. Lalu Pelabuhan Oping Pulau Seram Maluku yang dikunjungi oleh Kapal Pengangkut Ikan Berbendera Tiongkok Fu Yuan Yu Yun 993 (3450 GT) pada 17 September 2024.
Pelabuhan lain yang dikunjungi kapal ikan dan pengangkut ikan asing selama periode Mei hingga September 2024 adalah Pelabuhan Benoa Bali dan Pelabuhan Tual Maluku.
Dalam kesempatan yang sama, Senior Advisor IOJI Grace G. Binowo menjelaskan rekomendasi IOJI kepada pemerintah untuk memberantas Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing).
"Mengenai ancaman negara praktik IUU fishing, kami merekomendasikan untuk memperkuat sistem keamanan laut nasional dan dimulai dari penguatan sistem informasi yang terintegrasi dan aset patroli yang terkoordinasi dan juga kami meminta kepada pemerintah Indonesia agar segera mempublikasikan RUU Batas ZEE Indonesia Vietnam," terang Grace.
Grace menyebut saat ini implementasi kesepakatan negara pelabuhan atau Port State Measures Agreement (PSMA) belum efektif.
"Akibatnya banyak kapal ikan asing yang menghindari designated ports PSMA dengan mudah dan mereka bisa berlabuh di pelabuhan umum yang difasilitasi juga dengan port state control. Walaupun port state control baik, tapi mungkin ini yang harus kita amati bersama. Tapi karena PSC tidak cukup untuk mendeteksi IUU fishing," terang Grace.
Selain itu, dia juga menyoroti keamanan maritim Indonesia yang terganggu karena ada anomali pergerakan kapal riset bergerak Tiongkok yang melanggar jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). "Ini perlu ada keseriusan dari pemerintah Indonesia untuk melihat apa yang terjadi atau apa yang menyebabkan pelanggaran tersebut," jelas Grace.
Dalam paparannya, Grace juga menuturkan deteksi anomali pergerakan kapal riset berbendera Tiongkok adalah Bei Diao 996 pada Oktober 2024. Hal ini bukan kali pertama kapal riset Tiongkok berwara-wiri di lautan Indonesia, sebab sebelumnya pada 2022 ada kapal Yuan Wang yang berlayar di laut Indonesia pada September 2022.
Terakhir, Grace juga menyoroti adanya kehadiran China Coast Guard yang terdeteksi masih di Laut Natuna Utara. Menurutnya, kehadiran China Coast Guard ini membayang-bayangi kegiatan eksplorasi Migas yang dilakukan oleh BUMN Indonesia.
"Mengenai ancaman anomali pergerakan kapal riset, kami menghimbau kepada pemerintah Republik Indonesia untuk secara tegas memberikan peringatan kepada kapal dan jika perlu kepada negara-negara kapal tersebut," jelas Grace.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar