Penggunaan media sosial di masyarakat bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi media sosial mampu menjadi alat yang efektif dan efisien untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum di Indonesia, tapi di sisi lain media sosial menimbulkan dampak negatif atas penegakan hukum di Indonesia dengan penggiringan opini publik yang memengaruhi proses peradilan dan bahkan berujung pada putusan yang tidak adil.
Dampak negatif media dalam proses penegakan hukum, pertama mampu melakukan peggiringan opini publik dalam arti negatif yang kerap terjadi karena minimnya literasi dan informasi yang benar di masyarakat. Serta kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dengan keadaan penegak hukum yang melakukan pelanggaran.
Seperti kasus Ferdy Sambo yang sempat mencoba melakukan rekayasa CCTV pada kematian Yosua Hutabarat Nofriansyah Yosua Hutabara, serta keterlibatan Teddy Minahasa Putra pada keterlibatan kasus narkoba serta aspek pelayanan polri terhadap pelaporan masyarakat, serta kasus-kasus lain yang menyebabkan citra penegak hukum kurang.
Keadaan seperti demikian sangat merugikan terhadap tersangka apabila terjadi keraguan dalam penerapan hukuman hakim perlu memutus yang paling meringankan bagi terdakwa asas in dubio pro reo. Asas demikian sulit digunakan ketika pada proses pemeriksaan telah terjadi penggiringan opini publik yang mana tersangka sudah dianggap bersalah.
Selain terhadap tersangka kerugian terjadi ke Institusi Polri sendiri karena dianggap tidak profesional dalam tugas dan tanggung jawabnya, serta bisa juga kerugian terhadap korban yang seharuskan mendapatkan perlindugan hukum dan mendapatkan keadilan.
Kedua, media sosial kerap kali menjadi tempat membongkar informasi pribadi saksi, korban seperti nama lengkap, alamat, dan foto. Hal ini dapat membahayakan bagi mereka dan menghambat mereka untuk memberikan kesaksian yang objektif.
Ketiga, media sosial menjadi penghakiman bagi tersangka yang status tersangka bukan otomatis seseorang dapat dinyatakan bersalah sebagaimana prinsip praduga tidak bersalah untuk perlindungan hak-hak tersangka. Selain itu dalam perkara tertentu contoh kekerasan seksual korban yang seharusnya dilindungi hak-haknya justru dicari aspek kesalahan dengan melakukan pembenaran dengan mengkaitkan dengan pakaian terbuka, dandanan menggoda dan semacamnya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mengatasi dampak negatif media sosial pada proses penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan literasi digital masyarakat dan memperkuat regulasi terkait dengan konten negatif di media sosial.
Selain itu aparat penegak hukum sendiri perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya, serta aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Masyarakat pun perlu berhati-hati dalam menyebarkan informasi di media sosial dengan hanya membagikan informasi yang berasal dari sumber yang terpercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar