Apr 2nd 2023, 14:04, by Alfadillah, kumparanBISNIS
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan persoalan dugaan penyelundupan emas yang diungkap Menkopolhukam Mahfud MD dalam rapat dengan Komisi III DPR RI senilai Rp 189 triliun. Nilai dugaan penyelundupan itu termasuk dalam transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan PPATK.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, pada 2016 KPU Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q. Kemudian, perusahaan tersebut ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.
Prastowo mengatakan, pada saat itu PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry. Namun, petugas KPU Bea Cukai Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray, sehingga Bidang Kepabeanan menerbitkan Nota Hasil Intelijen untuk mencegah pemuatan barang.
"Benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada Persetujuan Ekspor dari Kemendag," tulis Prastowo dalam cuitannya di Twitter pribadinya @prastow, Minggu (2/4).
Prastowo mengatakan, dalam setiap kemasan pada barang ekspor tersebut disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Karena dianggap janggal, kepabeanan melakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.
Selain itu, Prastowo mengatakan pada 2015 PT Q pernah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp 7 triliun. Namun SKB tersebut ditolak ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena Wajib Pajak (WP) tidak menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.
Maka dari itu, Kemenkeu menduga kegiatan ekspor menjadi penyebab adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Ia pun menegaskan penyelidikan dilakukan secara menyeluruh hingga tahapan impor.
Setelah dinyatakan penyidikan sudah lengkap atau P21, PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, perkara tersebut tidak dinyatakan sebagai tindak pidana.
"Kemudian, DJBC mengajukan Kasasi dengan putusan: A. No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana penjara 6 bulan & denda Rp 2,3 M. B. Terdakwa PT. Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana denda Rp 500 juta," ungkapnya.
Lebih lanjut, Prastowo mengatakan PT Q mengajukan PK dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan perusahaan tersebut terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun bukan tindak pidana.
"Saya insert di sini mengenai apa yang disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," ujar Prastowo.
Ada Kesamaan Modus
Prastowo mengungkapkan adanya kesamaan moduk seperti case PT.Q. Berdasarkan laporan yang disampaikan PPATK kepada DJBC, menunjukkan IHP atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas dengan total nilai transaksi keuangan sebesar Rp 189,7 triliun.
"Selain itu sejak 2020 juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara. Antara PPATK, DJP, dan DJBC," ujar Prastowo.
Kemudian DJCB menindaklanjuti surat tersebut dengan menggunakan analisis kepabeanan ekspor-impor. Dari analisis tersebut ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang Kepabeanan .
Ia menyampaikan Bidang Kepabeanan melakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke DJP. Kemudian, data tersebut digunakan DJP untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT.Q .
"Sehingga WP melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 miliar serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT. Q sebesar Rp1,58 M," tutur Prastowo.
Ia pun menekankan bahwa semua laporan dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan negara. Selain itu, Prastowo memastikan Kemenkeu tidak menutup-nutupi data PPATK kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan APH lain, tentu dalam arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal. Terima kasih untuk dukungan dan sinergi yang bagus," tutup Prastowo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar