Search This Blog

Riset: Ada 171 Triliun Keping Sampah Plastik di Lautan, Gara-gara Manusia

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Riset: Ada 171 Triliun Keping Sampah Plastik di Lautan, Gara-gara Manusia
Mar 13th 2023, 07:02, by Habib Allbi Ferdian, kumparanSAINS

Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Enggak ada yang lebih layak disalahkan ketimbang manusia yang sudah membuat banyak kehancuran di Bumi. Ya, kalimat itu memang patut dilabeli pada kita.

Selain berhasil menghancurkan alam, membunuh binatang, menginvasi seluruh wilayah di Bumi, manusia juga berperan dalam mencemari lautan dengan plastik, udara dengan asap pabrik atau kendaraan, bahkan luar angkasa dengan sampah sisa roket atau satelit.

Terbaru, studi yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE menyebutkan saat ini ada 171 triliun keping sampah plastik yang mengambang di lautan dunia. Kabar itu muncul kurang dari seminggu setelah penandatanganan perjanjian bersejarah tentang upaya melindungi lautan di dunia yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Para peneliti internasional yang dipimpin oleh 5 Gyres Institute di Los Angeles yang telah mengamati hampir 12.000 kumpulan data tentang polusi plastik di seluruh dunia. Total mereka memperkirakan berat sampah plastik di lautan dunia mencapai 2 juta ton, terdiri dari sekitar 171 triliun keping sampah.

Ketika melihat tren sampah plastik di laut dari 1979 hingga 2019, para peneliti melihat adanya peningkatan besar-besaran dari tahun 2005 sampai tahun-tahun berikutnya. Jika tren ini berlanjut, peneliti memperkirakan sampah plastik yang ada di laut bisa meningkat 2,6 kali lipat dari 2016 hingga 2040.

Sampah bungkus mie instan di pinggir pantai Pulau Pari. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sampah bungkus mie instan di pinggir pantai Pulau Pari. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

"Membersihkan laut (dari sampah plastik) akan sia-sia jika kita terus memproduksi plastik, dan kita sudah terlalu lama mendengar tentang daur ulang sementara industri plastik kompak menolak komitmen untuk membeli bahan daur ulang atau desain untuk dapat didaur ulang. Sudah waktunya mengatasi sampah plastik di sumbernya," kata dr Marcus Eriksen, penulis utama studi dan salah satu pendiri 5 Gyres Institute sebagaimana dikutip IFL Science.

Peningkatan mikroplastik secara eksponensial di seluruh lautan dunia adalah peringatan keras bahwa kita harus bertindak sekarang dalam skala global, berhenti berfokus pada pembersihan dan daur ulang, dan mengantarkan era tanggung jawab perusahaan untuk seumur hidup dari hal-hal yang mereka buat." dr Marcus Eriksen, pendiri 5 Gyres Institute -

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian soal dampak sampah plastik pada lingkungan dan kehidupan semakin gencar dilakukan. Baru-baru ini, peneliti berhasil menemukan penyakit baru yang disebut plasticosis yang memengaruhi perut burung laut dan memengaruhi kemampuan mereka untuk mendapatkan nutrisi dari makanan.

"Meningkatnya akumulasi partikel plastik di lingkungan dan tubuh kita pada akhirnya akan menyebabkan ketidakmampuan Bumi untuk menopang kehidupan seperti yang kita ketahui. Sekarang saatnya bagi pemerintah di seluruh dunia untuk bersatu dalam upaya mereka mengurangi produksi plastik dan lebih jauh lagi mencegahnya lepas ke lingkungan," tambah dr Scott Coffin, ilmuwan riset di California State Water Resources Control Board.

Perjanjian Laut Lepas PBB yang dilakukan pada Sabtu (4/3) kemarin, negara-negara anggota menyepakati sebuah perjanjian yang mengikat secara hukum untuk melindungi laut lepas. Selain mengatasi masalah pengasaman laut dan perubahan iklim, perjanjian itu juga membahas masalah polusi plastik.

Penulis studi berharap kesepakatan ini akan memberikan dampak besar dan bisa mengatasi sampah plastik di lautan.

"Untuk mengatasi polusi plastik secara efektif, kita harus mengatasinya dengan cara yang sistemik," jelas Patricia Villarrubia Gomez, kandidat PhD di Pusat Ketahanan Stockholm, Stockholm University.

Media files:
wfkzk2jl7ddpozyhuryt.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar