Rohidin termasuk salah satu yang diamankan oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan di Provinsi Bengkulu. OTT itu terjadi pada Sabtu (23/11) kemarin.
Aizan menyebut, kliennya ditangkap saat berkampanye. Ia pun menduga ada motif politis di balik penangkapan Rohidin itu.
"Itu kira-kira hal ini [ditangkap saat kampanye]. Iya pada saat dia sedang di luar, pada saat dia sedang melakukan keadaan kampanye di daerah," ujar Aizan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11).
"Kami pikir Pak Rohidin paslon kita ini pulang ke rumah. Ternyata dibawa ke sini. Nah, inilah yang kita belum tahu jawabannya ada apa? Apakah benar proses hukum? Atau lebih kental proses politik?" tuturnya.
Pihaknya pun mempermasalahkan penangkapan kliennya itu. Pasalnya, Rohidin selaku Gubernur Bengkulu petahana akan kembali berkontestasi di Pilkada 2024 yang tinggal hitungan hari.
"Kemudian kita proses Pilkada sedang berjalan. Kok sekarang enggak pulang? Nah itu persoalannya sekarang ini. Nah mengapa harus terburu-buru seperti ini? Apa enggak sebelumnya? Atau memang diperiksa aja dulu? Kemudian baru periksa selanjutnya," kata dia.
"Kan masih ada jeda. Kenapa harus buru-buru dan cepat, kemudian menghalangi hak politik dia? Untuk berkampanye dan mencoblos di tanggal 27 [November]," lanjutnya.
Ia mengeklaim bahwa pihaknya belum mengetahui sangkaan oleh KPK terhadap Rohidin.
"Yang penting sekarang ini bagaimana keadaannya. Dia dituduh seperti apa? Harus ada penjelasan itu secara publik. Hukum ini harus transparan. Tidak bisa tertutup," tutur Aizan.
Adapun Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menduga OTT di Bengkulu ini terkait adanya pungutan ke pegawai untuk pendanaan Pilkada.
Terkait hal itu, Aizan kembali mempertanyakan tuduhan KPK terhadap kliennya.
"Lah kita tidak tahu dana pilkada seperti apa. Prosesnya saja sampai sekarang kita tidak tahu. Tuduhannya apa terhadap paslon ini?" ucapnya.
Sementara itu, tim pengacara Rohidin lainnya, Jecky Haryanto, turut memprotes penangkapan kliennya di masa-masa pelaksanaan Pilkada 2024.
Padahal, menurut dia, KPK sempat menyebut bahwa proses hukum calon kepala daerah dilanjutkan bagi paslon yang dijerat sebagai tersangka sebelum pendaftaran ke KPU.
Oleh karenanya, Jecky menegaskan bahwa pihaknya bakal melaporkan hal tersebut ke Dewas KPK.
"Jadi kami akan bawa itu karena dari yang kami baca, juru bicara KPK, kenapa tidak boleh ditunda proses hukum terhadap calon kepala daerah, karena terindikasi akan dapat digunakan sebagai alat politik," imbuh Jecky.
"Maka, tidak boleh memproses calon kepala daerah. Itu disampaikan dalam media oleh juru bicara KPK dan ini terjadi di Pilkada Bengkulu," pungkasnya.
Adapun dalam OTT itu, KPK telah mengamankan sebanyak 8 orang. Termasuk Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengungkapkan, lembaga antirasuah juga mengamankan sejumlah uang, dokumen, dan barang bukti elektronik.
"Sampai dengan saat ini, sudah ada 8 orang di jajaran Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang sudah diamankan oleh KPK dan juga turut diamankan uang, dokumen dan barang bukti elektronik," kata Tessa kepada wartawan, Minggu (24/11).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, menduga kasus OTT di Bengkulu ini terkait pungutan ke pegawai untuk pendanaan Pilkada.
"Pungutan ke pegawai untuk pendanaan pilkada sepertinya," kata Alex kepada wartawan, Minggu (24/11).
KPK belum merinci OTT tersebut. Termasuk identitas 8 orang yang diamankan dalam OTT itu.
KPK juga belum membeberkan konstruksi perkara dalam operasi senyap itu. KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status para pihak yang diamankan, apakah naik menjadi tersangka atau tidak.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, memang tengah berkontestasi di Pilkada 2024 mendatang. Ia berpasangan dengan Meriani.
Pasangan calon (paslon) itu maju Pilgub Bengkulu dengan dukungan Partai Golkar, Hanura, PPP dan PKS.
Rohidin-Meriani bakal menantang paslon Helmi Hasan-Mian yang diusung oleh gabungan parpol PKB, Gerindra, PDIP, PAN, dan Partai Demokrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar