Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Dinas Peternakan Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani nomor 202, Kecamatan Gayungan, Surabaya, pada Rabu (16/10).
Penggeledahan ini terkait kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019-2022.
Pantauan kumparan, terlihat belasan penyidik KPK keluar dari gedung kantor tersebut sekitar pukul 15.03 WIB. Mereka juga terlihat membawa dua koper besar berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam bagasi mobil Toyota Innova.
Selain itu, ada tiga petugas kepolisian ikut mengawal penyidik KPK hingga meninggalkan kantor tersebut.
Kemudian, iring-iringan 5 mobil Toyota Innova keluar meninggalkan kantor tersebut bersama penyidik KPK dan petugas kepolisian.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik KPK itu menggeledah Kantor Dinas Peternakan Jawa Timur selama kurang lebih 5,5 jam sejak pukul 09.30 WIB.
Kabar penggeledahan ini dibenarkan oleh juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto. "Benar. Sedang ada kegiatan penggeledahan di Pemprov Jatim," kata Tessa saat dikonfirmasi, Rabu (16/10).
Tentang Kasusnya
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir).
Kasus ini terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Namun identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
KPK juga telah mencegah 21 orang untuk bepergian ke luar negeri terkait perkara ini sejak 26 Juli 2024 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar