Aug 9th 2024, 18:49, by Tiara Hasna R, kumparanNEWS
Pemerintah Inggris sedang mempertimbangkan perubahan Undang-Undang Keamanan Daring yang dirancang untuk mengatur perusahaan media sosial di negaranya. Hal itu menyusul kerusuhan anti-imigran sepekan terakhir yang didorong informasi hoaks di dunia maya.
Regulasi itu memungkinkan pemerintah untuk mendenda perusahaan media sosial hingga 10 persen dari omzet global, jika mereka kedapatan melanggar.
Dikutip dari Reuters, undang-undang tersebut telah disahkan pada Oktober 2023, namun belum akan diberlakukan hingga awal 2025.
Saat ini, perusahaan hanya akan menghadapi denda jika mereka gagal mengawasi konten ilegal, seperti hasutan untuk melakukan kekerasan atau ujaran kebencian.
Perubahan yang diusulkan dapat membuat Ofcom, regulator dan otoritas untuk industri komunikasi Inggris, menjatuhkan sanksi kepada perusahaan jika mereka membiarkan konten-konten misinformasi menyebar luas.
Pemerintah Buruh Inggris yang baru-baru ini terpilih mewarisi UU tersebut dari Partai Konservatif. Partai yang dulu berkuasa itu menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyempurnakan RUU agar hak atas kebebasan berbicara seimbang dengan kekhawatiran atas bahaya daring.
Pada Jumat (9/8), lembaga survei YouGov menerbitkan survei terhadap lebih dari 2.000 orang dewasa, yang menunjukkan dua pertiga (66 persen) percaya perusahaan media sosial harus bertanggung jawab atas unggahan yang menghasut perilaku kriminal.
Mayoritas responden mengatakan perusahaan media sosial tidak cukup diatur dengan ketat. Sebanyak 71 persen berpendapat, saat kerusuhan berlangsung, tindakan mereka tidak cukup untuk melawan misinformasi.
Menteri Kantor Kabinet, Nick Thomas Symonds, mengatakan pemerintah akan meninjau kembali kerangka hukum tersebut.
"Jelas ada aspek-aspek Undang-Undang Keamanan Daring yang belum berlaku. Kami siap melakukan perubahan jika perlu," katanya di Sky News, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut Wali Kota London, Sadiq Khan, Undang-Undang Keamanan Daring perlu diamandemen setelah kerusuhan.
"Saya pikir yang harus dilakukan pemerintah dengan sangat cepat adalah memeriksa apakah undang-undang tersebut sesuai dengan tujuannya. Saya pikir undang-undang tersebut tidak sesuai dengan tujuannya," katanya kepada Guardian pada Kamis (8/8).
Kekacauan pecah di seluruh Inggris sejak pekan lalu imbas unggahan hoaks di media sosial yang menyebut penikam tiga anak di Southport pada 29 Juli lalu merupakan seorang migran Muslim.
Saat perusuh bentrok dengan polisi di beberapa kota, pemilik X Elon Musk malah menggunakan platformnya untuk berbagi informasi yang memperkeruh keadaan. Ia bahkan menulis perang saudara "tidak dapat dihindari" di Inggris.
Juru bicara Perdana Menteri Keir Starmer mengatakan "tidak ada pembenaran" untuk cuitan Musk tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar