Mar 21st 2024, 21:11, by Berita Terkini, Berita Terkini
Musafir atau seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh adalah salah satu golongan yang mendapat keringanan puasa Ramadan. Pasalnya, terdapat hukum puasa bagi musafir berbeda dengan umat Islam umumnya.
Terlebih musafir harus melakukan perjalanan jauh dan membutuhkan banyak energi. Tak jarang, perjalanan seorang musafir memerlukan lebih dari sehari sehingga cukup sulit dalam menunaikan puasa Ramadan.
Hukum Puasa bagi Musafir
Musafir berasal dari bahasa Arab "safara" atau "safar" yang artinya bepergian atau menempuh perjalanan. Sehingga istilah musafir memiliki arti orang yang sedang melakukan perjalanan.
Seseorang dikatakan musafir apabila telah memenuhi beberapa ketentuan, yakni:
1. Tujuan dari Tempat Tinggal
Ketentuan pertama dari musafir adalah keluar dari tempat tinggalnya atau wathan. Sebab, apabila belum keluar dari tempat tinggalnya makan ia belum dikatakan musafir.
2. Memiliki Tujuan Baik
Perjalanan yang dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas dan baik, bukan hanya untuk jalan-jalan tanpa arah atau tujuan. Selain itu, tidak boleh memiliki tujuan maksiat atau hal-hal yang buruk.
3. Memiliki Jarak Tertentu
Kriteria orang dikatakan musafir harus melewati jarak minimal. Menurut pendapat sebagian besar ulama, jarak minimal seseorang dikatakan sebagai musafir adalah 48 mil atau 85 km. Hal ini didasarkan sebuah hadis,
"Dahulu Ibnu 'Umar dan Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhum mengqashar shalat dan tidak berpuasa ketika bersafar menempuh jarak 4 burud (yaitu: 16 farsakh)." (HR. Bukhari)
Dikutip dari buku Step By Step Fiqih Puasa oleh Agus Arifin (2013), musafir diperbolehkan untuk membatalkan puasa. Meski demikian, hari yang tidak puasa tersebut harus diganti di lain hari. Allah Swt. berfirman,
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al Baqarah: 185)
Akan tetapi, jika sekiranya mampu berpuasa saat bepergian jauh, tetap dianjurkan untuk melanjutkan puasanya. Sebagaimana dari sebuah hadis dari Abu Darda', beliau berkata,
"Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika it orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja dan Ibnu Rawahah yang berpuasa ketika itu." (HR. Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122)
Demikianlah penjelasan tentang hukum puasa bagi musafir. Meskipun diperbolehkan untuk tidak berpuasa saat melakukan perjalanan jauh, namun jika seandainya masih mampu lebih baik untuk melanjutkannya.(MZM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar