Search This Blog

Fenomena Glorifikasi Gangguan Mental

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Fenomena Glorifikasi Gangguan Mental
Jan 26th 2024, 16:55, by Eka Maharani Asyura Praptono, Eka Maharani Asyura Praptono

Ilustrasi peduli kesehatan mental. Foto: SewCream/Shutterstock
Ilustrasi peduli kesehatan mental. Foto: SewCream/Shutterstock

Belakangan ini, hal-hal dan istilah berbau psikologi sering kali menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya konten mengenai kesehatan mental di berbagai platform media sosial serta diskusi-diskusi daring maupun luring mengenai topik maupun istilah yang sedang hangat dibicarakan saat ini dan dikaji dari sudut pandang psikologi, seperti sandwich generation, toxic relationship, burnout, mindfulness, dan lain sebagainya.

Selain itu, pembahasan mengenai gangguan mental, seperti anxiety, OCD (Obsessive Compulsive Disorder), depresi, anorexia, dan bipolar disorder juga turut menjadi isu yang populer di berbagai media sosial, media literatur, hingga dikampanyekan melalui sebuah film. Informasi yang disajikan pun beragam, mulai dari jenis-jenis gangguan mental, macam-macam gangguan mental, hingga ciri-ciri gangguan mental.

Meningkatnya penyebaran informasi mengenai gangguan mental, pada dasarnya memiliki dampak yang positif bagi masyarakat luas, yakni dapat memperluas wawasan masyarakat mengenai isu mental manusia, membuat masyarakat lebih peduli dan lebih menjaga kesehatan mental mereka, serta menghilangkan stigma negatif mengenai gangguan mental.

Namun sayangnya, dalam menyebarkan informasi tersebut gangguan mental terkadang dideskripsikan secara berlebihan meliputi gejala-gejalanya tanpa adanya pemahaman secara mendalam dan tak jarang pula melabeli serta mengaitkan gangguan mental dengan hal yang terkesan 'keren' dan menarik di telinga masyarakat yang justru hal tersebut dapat berpotensi mendorong perilaku romantisasi dan glorifikasi terhadap gangguan mental.

Salah satu contohnya, yakni OCD (Obsessive Compulsive Disorder) sering dianggap sebagai representatif dari individu yang perfeksionis dan terobsesi dengan kebersihan. Begitu pula bipolar disorder yang diasosiasikan sebagai perilaku mood swing atau perubahan suasana hati dengan cepat.

Fenomena tersebut semakin diperparah dengan banyaknya influencer atau public figure yang membagikan ketidakstabilan mental mereka melalui unggahan maupun karya di media sosial yang sayangnya dalam penyampaiannya terkadang keliru, terlalu dilebih-lebihkan, mengglorifikasi gangguan mental, bahkan terkesan 'mempromosikan' berbagai macam gangguan mental.

Konsep Glorifikasi Gangguan Mental

Glorifikasi gangguan mental dapat diartikan sebagai tindakan melebih-lebihkan atau mengagung-agungkan masalah pada kondisi kesehatan mental yang dapat mempengaruhi perasaan, perilaku, hingga proses berpikir. Ada pula pendapat lain yang mendefinisikan glorifikasi gangguan mental sebagai sebuah tindakan menginginkan gangguan mental dan beranggapan bahwa gangguan mental adalah hal yang baik (Estetika, 2021).

Merebaknya fenomena glorifikasi gangguan mental, khususnya di media sosial tentu disebabkan oleh berbagai faktor, yakni unggahan mengenai gangguan mental di media sosial atau literatur lainnya kerap kali disertai dengan foto-foto estetik serta kutipan-kutipan bijak. Hal ini menyebabkan adanya representasi yang terlalu positif terhadap gangguan mental sehingga masyarakat beranggapan bahwa gangguan mental adalah hal yang indah.

Selain itu, menurut Vidamaly dan Lee, serta Yu (dalam Yusainy, C., & Rachmayani, D., 2023), kurangnya literasi dan pemahaman mengenai perbedaan faktor penyebab gangguan mental yang bersifat situasional dengan diagnosis ahli yang sesungguhnya menjadi salah satu penyebab fenomena glorifikasi ini.

Dampak Glorifikasi Gangguan Mental

Adanya fenomena glorifikasi gangguan mental tak jarang membuat banyak orang berkeinginan untuk mengidap gangguan mental juga. Mereka mencari banyak informasi seputar gangguan mental beserta ciri-ciri dan gejalanya di internet, kemudian berdasarkan informasi tersebut mereka cocokan dengan kondisi atau keadaan mereka pada saat itu.

Perilaku mendiagnosis diri sendiri hanya berdasar pada informasi di internet tanpa adanya konsultasi medis inilah yang disebut sebagai self diagnose. Self diagnose dapat diartikan sebagai proses dimana seorang individu mengamati dirinya sendiri dan mencocokan gejala dari suatu penyakit atau gangguan dengan apa yang dirasakannya tanpa melakukan konsultasi dengan ahlinya.

Selain self diagnose, glorifikasi gangguan mental juga dapat menyebabkan seorang individu atau suatu kelompok cenderung berlindung dibalik kata 'gangguan mental' ketika melakukan kesalahan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Mereka menggunakan alasan mengidap 'gangguan mental' agar tercipta opini yang memberikan pembenaran dan pemakluman atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Jika hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan dapat menimbulkan pengabaian terhadap pengidap gangguan mental yang sesungguhnya.

Penutup

Sebagai bagian dari masyarakat, khususnya anak muda yang kini memiliki keterbukaan terhadap isu-isu kesehatan mental, tentunya kita tidak ingin jika dampak dari fenomena glorifikasi gangguan mental terjadi bahkan menciptakan stigma yang negatif mengenai gangguan mental. Solusi dalam mengatasi serta mencegah suburnya fenomena tersebut, di antaranya dengan memberikan pengetahuan dan informasi serta menyebar luaskannya mengenai fenomena glorifikasi gangguan mental, self diagnose, dan cara serta langkah pertama untuk memperoleh bantuan jika mengalami masalah atau gangguan pada kesehatan mental.

Berikan pula penekanan bahwa isu mengenai gangguan mental adalah isu yang sensitif dalam artian hanya para ahli yang dapat melakukan diagnosis dengan prosedur yang telah ditetapkan. Terakhir, namun yang paling penting, yakni .meningkatkan budaya literasi dan pemahaman mengenai gangguan mental, terutama bagi individu atau kelompok dengan indikasi tingkat paparan topik yang tinggi.

Media files:
01gexwvhwvrejkym1yjajbmw66.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar