Search This Blog

Inklusi Digital hingga Akses Pasar: Tantangan Bagi Perempuan Pemilik Usaha Mikro

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Inklusi Digital hingga Akses Pasar: Tantangan Bagi Perempuan Pemilik Usaha Mikro
Sep 29th 2023, 19:57, by Judith Aura, kumparanWOMAN

Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu faktor besar pemutar roda ekonomi di Indonesia, termasuk di dunia. Bahkan, 90 persen bisnis di dunia berbentuk UMKM. Perempuan menjadi pemain penting dalam bentuk usaha ini, baik sebagai pemilik maupun pimpinan.

Menurut World Bank, sepertiga dari UMKM yang aktif di perekonomian dunia dimiliki oleh perempuan. Mereka pun lebih mungkin mempekerjakan karyawan sesama perempuan ketimbang laki-laki. Di Indonesia, berdasarkan data BPS tahun 2021, perempuan mengelola 64,5 persen dari total UMKM di Indonesia atau sekitar 37 juta UMKM. UMKM yang dikelola perempuan ini menyumbang 61% dari total PDB nasional, menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 60% dari total investasi, lho.

Itulah mengapa, UMKM yang dimiliki atau dipimpin oleh perempuan menjadi faktor besar dalam pemberdayaan perempuan, baik di Tanah Air maupun di seluruh dunia. Tak hanya itu, peran besar perempuan dalam perekonomian juga bisa mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) dan kesetaraan gender di dunia.

Meskipun perempuan memegang peranan penting dalam UMKM, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam keseharian mereka.

"Studi Multi-Negara tentang UMKM yang Dipimpin oleh Perempuan dengan Fokus pada Usaha Mikro" yang disusun oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) sebagai bagian dari program Together Digital yang bekerja sama dengan Ant Foundation mengungkap bahwa ada empat tantangan yang masih menjadi penghambat perempuan dalam berkembang di bidang ini.

Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: fizkes/Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: fizkes/Shutterstock

"Usaha milik perempuan yang beroperasi di negara-negara berkembang cenderung tetap terbatas pada usaha kecil dalam sektor informal serta menghadapi batasan struktural dan gender dalam mengakses dan menyebarkan sumber daya untuk mengembangkan usaha mereka," ungkap UN Women dalam laporan mereka.

"Tantangan-tantangan ini muncul, mengingat sistem dan institusi seperti pasar didesain untuk lebih menyesuaikan dengan kebutuhan laki-laki sebagai wirausahawan ketimbang perempuan."

Lalu, apa lagi tantangan yang dihadapi oleh para perempuan pemilik usaha mikro di masa ekonomi digital saat ini? Simak penjelasan yang telah kumparanWOMAN rangkum dari studi UN Women berikut ini, Ladies.

1. Terbatasnya akses finansial

Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock

Saat ini, akses terhadap keuangan masih menjadi tantangan besar yang dihadapi para perempuan pemilik usaha mikro. UN Women dalam laporannya mengungkap, perempuan masih kurang dipercaya ketika terlibat dengan sistem keuangan formal. Sentimen terhadap perempuan hingga kurangnya kepercayaan diri masih menjadi isu pada perempuan pemilik usaha di Indonesia.

"Isu-isu mendasar terkait dominasi laki-laki dalam institusi keuangan, eksklusi sosial yang dihadapi perempuan, hingga kurangnya pengalaman dalam sistem perbankan formal sangat berkontribusi dalam masalah ini," ungkap UN Woman.

Akibatnya, banyak perempuan yang menghadapi kesulitan dalam mengajukan pinjaman untuk usahanya. Jumlah pinjaman modal usaha yang mereka ajukan juga terbilang lebih kecil ketimbang laki-laki pemilik usaha.

Masalah terbesar lainnya adalah masih kurangnya literasi perempuan terkait sistem finansial. Perencanaan keuangan hingga praktik dalam memisahkan pemasukan rumah tangga dan bisnis juga banyak dihadapi oleh perempuan.

2. Inklusi digital

Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock

Di masa kini, digitalisasi memegang peranan penting dalam dunia perekonomian. Sektor bisnis memerlukan kemahiran dalam teknologi, tetapi masih banyak perempuan pemilik usaha yang kurang mahir dalam urusan digital.

UN Women mengungkap, masih banyak pengusaha perempuan yang memerlukan dukungan dalam memahami dan mendigitalisasi proses bisnis seperti pembukuan, inventaris, dan manajemen rantai pasokan.

Selain itu, kurangnya pengetahuan soal masalah keamanan siber (cybersecurity) juga menjadi masalah besar dalam era ekonomi digital ini. Keamanan siber merupakan risiko signifikan dalam bisnis, termasuk usaha mikro.

"Pelatihan dan dukungan untuk meningkatkan literasi digital bagi perempuan pemilik usaha harus dikontekstualisasikan pada tingkat kompetensi digital dan kedewasaan usaha mikro mereka," jelas UN Women dalam laporannya.

3. Terbatasnya akses pasar

 Ilustrasi perempuan pemilik UMKM. Foto: Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik UMKM. Foto: Shutterstock

Akibat pandemi COVID-19, banyak usaha offline milik perempuan yang beralih ke platform online agar usahanya tetap berlanjut. Kendati demikian, perempuan pemilik usaha di Indonesia menemui tantangan dalam menemui persyaratan untuk bergabung dalam platform e-commerce khusus.

"Perempuan pemilik usaha mikro di China dan Indonesia melaporkan bahwa mereka menemui tantangan dalam memenuhi persyaratan di platform e-commerce resmi. Alih-alih, mereka memilih untuk berjualan di platform media sosial, seperti WeChat, TikTok, Instagram, dan WhatsApp," jelas UN Women.

Kurangnya informasi pasar juga menjadi faktor besar dalam terbatasnya inovasi dan kemampuan perempuan dalam mengembangkan strategi pasar yang berbeda.

"Ahli mengungkap bahwa sektor bernilai rendah dan bermargin rendah, seperti pertanian, pemrosesan makanan, catering, dan industri kecantikan lebih banyak didominasi oleh pengusaha perempuan, sehingga hal ini mengarah pada rendahnya kinerja penjualan di platform e-commerce," kata UN Women dalam laporannya.

Ini cukup kontras dengan pengusaha laki-laki yang cenderung memiliki akses lebih besar terhadap informasi pasar. Mereka mendominasi sektor-sektor bernilai tinggi, seperti bisnis elektronik.

4. Minimnya mentor dan dukungan sosial

Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock
Ilustrasi perempuan pemilik usaha mikro. Foto: Shutterstock

Terakhir, minimnya mentor juga menjadi salah satu tantangan bagi perempuan dalam menjalankan usaha mikro. Kendati banyak perempuan menjadi pemilik atau pemimpin bisnis, mereka kerap kali kesulitan untuk memiliki mentor atau ahli untuk mendukung mereka.

Selain itu, kurangnya kemampuan dalam perencanaan dan memproyeksikan bisnis juga menjadi penghambat perempuan dalam mengembangkan usaha mikro mereka.

Itulah mengapa, sangat diperlukan mentor atau pihak yang bisa membantu perempuan pemilik usaha mikro dalam meningkatkan keterampilan bisnis.

Program inkubasi bisnis yang meningkatkan kapasitas kewirausahaan dan mengarahkan para perempuan dalam mengakses permodalan akan bisa menjadi salah satu solusi bagi pengusaha perempuan untuk menjalankan bisnis mereka dengan lebih baik dan kompetitif.

Media files:
01hbg8av3yeab29983q29h8nrq.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar