May 10th 2023, 19:46, by Gideon Budiyanto, Gideon Budiyanto
Belakangan ini semakin banyak saja film-film Indonesia yang mengangkat isu-isu mengenai seksualitas dan beragam masalahnya secara terbuka dan straight to the point tanpa terlalu banyak memakai metafora atau gambar-gambar yang sarat simbol.
Salah satunya adalah film Like & Share yang saat ini bisa ditonton di layanan streaming Netflix.
Premis film ini sebenarnya tergolong sederhana yaitu kisah tentang Lisa yang sedang mengeksplor dunia seksualitas masa remaja namun ia tidak bisa terbuka terhadap keluarganya.
Sarah, sahabat dekat Lisa, yang awalnya seperti tidak mengalami masalah serumit Lisa justru menjadi berubah ketika ia bertemu dengan Devan. Pria itu secara perlahan menjerumuskan Sarah ke dalam tindakan pornografi yang membuatnya masuk ke dalam lingkaran setan.
Isu yang diangkat di dalam film itu memang cukup berani yaitu seorang pria dan wanita diperlakukan ketika menghadapi kasus pornografi di mata masyarakat dan hukum di Indonesia.
Menyaksikan film ini mengingatkan saya kepada kasus-kasus serupa yang memang benar terjadi di negeri kita sehingga ketika menontonnya, saya seperti menyaksikan sebuah film dokumenter dari orang-orang yang tidak berdaya ketika harus melawan stigma yang ada di masyarakat.
Kalau dulu, pergunjingan mengenai tindak-tanduk seseorang paling hanya sampai di tingkat RT dan RW.
Tetapi sekarang, sejak zaman online, seluruh dunia bisa mempergunjingkan dan menghujat seseorang tanpa mengetahui seluk-beluk yang sebenarnya hanya karena sebuah video atau foto tersebar.
Parahnya lagi, jejak digital itu akan ada sampai selamanya. Menorehkan luka yang tidak akan pernah terhapuskan.
Saya bisa membayangkan perasaan orang yang dihujat itu ketika melihat scene terakhir yang menggambarkan Lisa dan Sarah membacakan comment-comment yang ada di video youtube mereka. Sadis dan menyakitkan.
Ternyata memang tidak mudah hidup di zaman yang serba digital.
Kita harus lebih berhati-hati terhadap semua tindakan dan kata-kata yang dikeluarkan karena jikalau ada orang yang berniat jahat, dengan mudahnya mereka bisa merekam dan menyebarluaskan sehingga akhirnya menjadi bumerang buat kita.
Film ini juga mengangkat pesan yang kuat mengenai keluarga.
Keluarga seharusnya bisa menjadi tempat yang nyaman untuk menjadi diri sendiri, mencurahkan isi hati dan bersandar ketika masalah datang menghampiri.
Memang, tidak ada keluarga yang sempurna tapi justru di dalam ketidaksempurnaan itulah seharusnya setiap anggota keluarga mau saling menopang dan memahami, apalagi pada saat masa-masa remaja yang tergolong sulit, ada baiknya keluarga mendampingi dan memberikan masukan serta semangat, jangan malah saling menyalahkan dan mencari kambing hitam.
Di sisi lain, film ini juga menggambarkan sistem hukum di Indonesia yang masih belum sepenuhnya berpihak kepada korban pelecehan seksual atau tindakan pornografi. Ketika melaporkan kasus yang ada, bisa-bisa si korban justru akan menjadi terdakwa. Itulah sebabnya banyak korban yang akhirnya memilih untuk diam dan tidak bersuara daripada harus lebih banyak menderita.
Film ini berupaya menggambarkan suara-suara para korban itu. Sebuah media yang bisa lantang mengutarakan isi hati tanpa harus repot mengurusi berbagai macam hujatan dan intimidasi.
Jadi, jangan jadikan film ini hanya sebagai tontonan untuk hiburan semata tetapi resapi dan renungi pesan yang ada di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar