Aug 3rd 2024, 06:06, by Nicha Muslimawati, kumparanBISNIS
PT Pertamina Patra Niaga (PPN) akhirnya melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi, kecuali Pertamax, jadi salah satu berita populer sepanjang Jumat (2/8).
Selain itu, berita mengenai Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang mengungkapkan fakta baru soal suku bunga acuan atau BI Rate juga paling banyak dibaca di kumparanBISNIS. Untuk lebih jelasnya, berikut rangkuman berita populer tersebut:
Harga BBM Nonsubsidi
Produk BBM gasoline lain seperti Pertamax Turbo dan Pertamax Green 95 dan produk gasoil Pertamina Dex dan Dexlite mengalami kenaikan harga.
Dengan penyesuaian di awal Agustus ini, harga BBM untuk wilayah DKI Jakarta yaitu Pertamax tetap di harga Rp 12.950 per liter, Pertamax Green 95 naik menjadi Rp 15.000 dari sebelumnya Rp 13.900 per liter, Pertamax Turbo naik mejadi Rp 15.450 dari sebelumnya Rp 14.400 per liter.
Kemudian, Dexlite menjadi Rp 15.350 dari sebelumnya Rp 14.550 per liter, dan Pertamina Dex di harga Rp 15.650 dari sebelumnya Rp 15.100 per liter. Harga ini berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen seperti di wilayah DKI Jakarta.
Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menjelaskan penyesuaian harga BBM Non Subsidi telah dilakukan oleh seluruh badan usaha pada awal bulan Agustus 2024.
Heppy menyebut naiknya harga BBM nonsubsidi Pertamina mengacu pada tren harga rata-rata publikasi minyak dunia atau Indonesia Crude Price (ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Mengacu pada rata-rata harga minyak dunia, Pertamina Patra Niaga telah mengevaluasi ulang dan melakukan penyesuaian harga untuk Pertamax Green RON 95, Pertamax Turbo RON 98, serta BBM non subsidi untuk kendaraan diesel yaitu Dexlite dan Pertamina Dex berlaku per 2 Agustus 2024. Untuk Pertamax harga tetap," jelasnya dalam keterangan resmi, Jumat (2/8).
Gubernur BI Ungkap Fakta Suku Bunga
Gubernur BI Perry Warjiyo bilang, BI Rate pada dua bulan terakhir seharusnya turun. Tapi terpaksa harus ditahan di level 6,25 persen.
Perry mengatakan, jika mengacu pada data Indonesia saat ini, inflasi yang menjadi salah satu faktor untuk menurunkan suku bunga, masih berada di level yang rendah. Pada Juli 2024, inflasi Indonesia di level 2,42 persen dan inflasi inti di level 1,9 persen.
"BI Rate kenapa dalam dua bulan kemarin kami tahan? Padahal mestinya turun karena ditentukan oleh proyeksi inflasi ke depan yang ternyata tahun ini masih rendah, tahun depan pun masih rendah," kata Perry dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8).
Meski begitu, BI tidak bisa menurunkan suku bunga acuan karena harus menjaga stabilitas keuangan dari masalah ekonomi global. Salah satu masalahnya adalah utang luar negeri negara-negara maju seperti AS dan Eropa yang akan terus naik.
Besarnya utang luar negeri AS, kata Perry, akan berpengaruh pada US Treasury Note (tenor 2 tahun) dan US Treasury Bond (tenor lebih panjang). Di sisi lain, Federal Reserve atau Bank Sentral AS juga akan memangkas suku bunga acuan September mendatang.
BI melihat jika Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada September mendatang, kemungkinan suku bunga US Treasury Note turun lebih cepat. Sementara US Treasury Bond masih akan tinggi dan kemungkinan akan meningkat.
"Yang juga mempengaruhi keluarnya modal dari negara maju, termasuk yang terjadi di Indonesia. Pada kuartal I dan kuartal II (asing banyak menjual Surat Berharga Negara/SBN), dan mempersulit bagaimana BI melakukan kebijakan moneter dan fiskal," lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar